Bab 25

1208 Words
Seorang pria berdiri didepan cermin, dimana ruangan itu cukup gelap. Dalam hidupnya, rencana yang sudah disusun bertahun-tahun tidak boleh gagal sama sekali. Hanya dengan membangkitkan kekuatan milik Lanka, semua kembali seperti smeula. “Aku mencoba bermain cantik denganmu, Zack. Kita lihat, siapa yang kau percaya? Orang lain ataukah teman seperjuanganmu sendiri.” Dia mengibaskan jubahnya sambil balik bdan. Badan itu terlihat kokoh dan tegap, tapi hatinya dipenuhi keinginan yang tidak masuk akal. Lanka sendiri yang sekarang berada di Planet Aques, tak ingin berada diposisi buruk. Namun tetap saja, kakaknya berusaha keras. “Hidupku penuh dengan darah kaum Planet Aques.” Langka menyentuh dadanya sendiri dengan tubuh gemetar hebat. Mungkin waktu hidupnya tidak lama lagi. Tapi meskipun begitu, ia akan berusaha keras membangun seorang ksatria handal untuk berjaga-jaga. “Tuan,” panggil Moran, seorang pelayan yang setia menemaninya. “Kakakku sudah bergerak. Aku dapat merasakannya.” Mereka berdua terhubung satu sama lain. Ibarat tak terpisahkan sama sekali, karena rasa sanyang yang besar. “Saya sudah menyiapkan seseorang untuk Anda, Tuan.” Seorang pria muncul tiba-tiba. Dia adalah Amerta yang merupakan penghianat. Entah kenapa pria itu bisa selamat dari amukan Ares. “Amerta.., aku kira kau mati.” Lanka duduk dengan santai. Perangainya yang tampak halus dan lembut berbanding terbalik dengan kakaknya. Makanya Amerta mengira dia mudah untuk dimanfaatkan. “Jika aku mati sekarang, pasti Tuan tak akan bisa melihatku.” Amerta terlihat sombong dan akuh di setiap tingkahnya. “Jadi, apa yang membawamu kemari?” Dalam situasi itu, Lanka tak ingin bertindak gegabah di depan Amerta yang sepertinya memiliki niat buruk. “Berikan aku pasukan elit untuk menyerang Kerajaan Adeus.” Amerta mengepalkan tangan begitu kuat, karena dendam yang menggerogoti tubuhnya. “Kau gampang tidak puas. Apakah aku punya wewenang? Sayangnya aku tak bisa melakukan apapun.” Lanka berdiri, “Kau sudah jadi penghianat, hidupmu pun juga tak akan lama.” “Tuan Lanka!” geramnya tertahan. Betahun-tahun Amerta mendedikasikan dirinya merawat Ares, tapi apa balasan dari Raja Adeus? “Aku tak ingin menjadi orang bawah untuk selamanya.” Maknya pria itu mau melakukan penghianatan. “Apakah kau lupa, alasan ada naga pelindung?” Lanka menatap langit berwarna hitam dan kemerahan itu. “Dia hanya naga arogan. Tak pantas menjadi pelindung kaum kami. Hanya karena memiliki empat elemen, dan rasi buntang berpihak padanya, kesombongannya mendarah daging.” Siapa tahan dengan naga yang sangat sulit dilayani. Ares bukanlah naga yang baik hati seperti kebanyakan naga pelindung sebelumnya. Dia angkuh, sombong, dan juga hanya memikirkan diri sendiri. “Jadi, kau meracuninya sehingga pusat energi yang dimiliki Ares rusak total, dan hanya tersisa elemen api saja?” Lanka menoleh kembali, melihat reaksi dari Amerta. Pria itu menundukkan kepala dengan tubuh gemetar. Apakah dia menyesal? Itulah yang ada dibenak lanka. Tapi tetap saja, ia tak nbisa melihat isi hati seorang manusia. “Ramalan mengatakan kalau naga akan menjadi bijak jika jiwanya terpecah belah.” Amerta mendongakkan kepala, menatap manik Lanka dengan sangat dalam. “Sebenarnya, kau berada di pihak mana, Amerta? Pihak Ares atau pihak kakakku?” Lanka terus menghujaninya dengan tatapan tajanm. “Dahulu ada seorang yang meramalkan kehancuran planet ini. Tapi orang itu sudah mati, dan hanya aku yang mempercayainya.” Amerta pun berjalan mendekati Lanka. “Ares akan mati ditengah medan pertempuran dahsyat. Tapi, ada cara untuk menyelamatkannya.” Lanka semakin tidak mengerti, mengapa Amerta mengatakan sesuatu yang tidak masuk akal.”Apa sebenarnya tujuanmu? Apakah kau menyelamatkan Ares?” “Tepat sekali..., aku bukan memberinya racun? Tapi aku memberi Ares ramuan pelepas jiwa.” Amerta menatap bulan yang bersinar. “Menurutmu, apakah aku salah?” Ah, jika Lanka dihadapkan seperti ini, ia bingung dan tidak tahu harus menjawabnya seperti apa. “Ares pasti sangat membenciku? Aku bisa merasakannya?” Amerta menyentuh tubuhnya sendiri, sambil tersneyum pahit. “Suatu hari, kebenaran itu akan datang. Jadilah pemimpin ksatria pilihanku. Itulah cara kau menebus semua kesalahanmu, Amerta.” Langka mengambil pedang tak jauh darinya, menaruh di pundak Amerta. “Apakah kau bersedia? Dimasa depan, segala darahmu harus ditumpahkan untukku.” Bagaimana pun jawaban dari Amerta, Lanka sebenarnya tidak peduli sama sekali. Tapi, hanya pria itu yang tahu seluk beluk perihal Ares. Bicara mengenai naga itu, dia ssekarang terkapar lemah tidka berdaya. Hans merawatnya dnegan baik dalam tidur Zack. Pria dua puluh delapan tahun itu menatapnya cukup dalam. Entah kenapa ada perasaan ingin sekali mencekik leher yang ada didepannya. “Sial!” geramnya membuang pikiran jahat itu. Tubuh Zack begitu lemah. Dapat dilihat semua keringat yang muncul di dahinya. Dia snagat gelisah di mata Hans. “Zack...,” panggil Hans sambil terus mengusap keringat itu. “Kau harus melaluinya dengan baik.” Pria itu pun bangkit, berjalan menuju ke perapian. Pagi sebentar lagi akan tiba. Jika di amati, kekuatan yang Justin beserta Steve punya hanya aktof di malam hari. “Aku merasa mereka tidka berbahaya. Jadi akan aman di dekat mereka.” Hans mengeluarkan pisau, menatap Zack dengan sanat tajam. Wajahnya menggelap seketika. Aura yang di pelrihatkan agak dingin. “Hans!” panggil Steve dengan nada berteriak, seketika Hans langsung menyembunyikan pisaunya. “Iya... aku di dalam!” jawab Hans sambil berdiri, menyambut Steve dan Justin. Benar, mereka berdua telah tiba dengan kondisi cukup lemah. Wajah kelelahan karena energi terkuras habis sangat kentara. “Aku tak bisa menahanya terlalu lama.” Steve merebahkan dirinya begitu saja ke ke tanah karena rasa lelah luar bisa. Sedangkan Justin memilih untuk mendekati Zack. “Butuh waktu sehari untui Zack pulih.” Justin menghela nafas kaasar, menyenderkan tubuhnya di bebatuan. “Kerja bagus Hans.” Hans menoleh seketika, tersenyum lembut tak menyangka mendapat pujian dari Justin, Itu berarti dia menerima kehadirannya. “Aku hanya bisa melakukan hal sepele.” Hans menunduk untuk menyembunyikan senyum bahagianya. Iya walaupun pria hanya memapah Zack untuk mencari letak gua, tapi ia juga berperan banyak. “Terimakasih.” Steve pun angkat suara dan suasana menjadi canggung. Tawa pria itu langsung pecah karena melihat Hans yang tampak malu. Markas Martin Martin muncul di tengah ruangan dengan wajah pucatnya. Pria itu juga mengeluarkan banyak energi sehingga tubuhnya lemah. “Apakah kau baik-baik saja, Tuan.” Lion yang baru sampai itu memapah Maxel masuk ke dalam ruangan. “Tidak terlalu buruk.” Martin duduk di kursi tak jauh darinya. “Kenapa Maxel belum sadar? Bukankah dia mempunyai pemulihan diri yang cepat.” Lion menatap Maxel dari cukup lama, “Nafasnya lemah. Aku rasa dia kehilangan banyak energi sehingga butuh waktu untuk bangun.” Angin pun tiba-tiba menerjang pintu, muncullah Will yang sehta bugar. Dia melempar dua botol ke arah Martin dan Lion. “Minum itu. Tenagamu akan terisi dalam waktu singkat.” Lion ragu, tapi ia tak punya pilihan lain. Begitu botol dibuka, aroma khas obat pun tercium jelas. “Bagaimana kau bisa mendapatkan benda ini?” “Tuan yang memberikannya padaku. Dia bilang kalau kita akan membutihkannya.” Will duduk karena lelah berdiri. “Jangan sungkan, kalian harus segera sembuh. Kita tak boleh kalah dipertempuran selanjutnya.” Will menatap Martin dengan pandangan cukup tajam. “Tuan Martin, kenapa kau berubah? Kenapa kau lemah di depan mereka?” “Bukan urusanmu,” jawab Martin dengan dingin. Will tak mengerti, kemana perginya pemimpin asosiasi pemburu naga yang terkenal kejam. Bertahun-tahun mereka tidak bertemu, kekecewaan yang didapatnya. Apa yang membuatmu berubah seperti itu?Tuan, batin Will penasaran Bersambung
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD