Bab 27

1244 Words
Ketika gua runtuh, tanpa pikir panjang Steve membuat dirinya sebagai tameng untuk melindungi Hans yang merupakan manusia biasa. Mungkin terlihat bodoh, tapi itu merupakan gerak refleks. Karena pada dasarnya manusia bumi berbeda dengan manusia Aques. Sementara Zack yang mulai sadar dan menguasai dirinya menyayangkan tindakan Steve sebab begitu ceroboh. Bebatuan itu telah menutup seluruh tubuh Steve dan hans. Dengan kekuatan api yang dimiliki, tanah yang mengeras itu pun terpecah belah. Tampak jelas luka Steve di seluruh tubuh. “Apakah kau baik-baik saja?” tanya Hans begitu cemas. Pria itu tampak mengerutkan dahi, tapi tak bisa membuka kedua matanya. “Sungguh tindakan sembrono.” Zack menatap Steve dan Justin bergantian. Kedua temannya itu terlihat begitu menyedihkan. “Serahkan semua kepadaku.” Karena getaran tanah yang begitu kuat, dinding gua mulai retak sedikit demi sedikit. Zack berdecih membentuk bola api untuk menyelimuti tiga orang yang tampak lemah tersebut. Anehnya, bola api transparan berwarna kuning itu tidak panas sama sekali. Zack meledakkan atap gua, langsung membawa mereka berdua terbang ke udara. “Sungguh lelah harus berada ditubuh lemah seperti ini,” gumam Zack menatap Martin sambil tersenyum sinis. Sebuah angin langsung mengarah padanya, tapi Zack menghindar begitu mudah. “Aku akan membuat peritungan kepada kalian!” Suara Zack menggelegar di udara dan sangat menggema. Aura-aura yang terpancar jelas berbeda. Martin bersiap mengeluarkan kekuatannya, tapi tiba-tiba suara gemuruh mengguncangkan tanah. Tampak tanah itu retak, dan terbelah. Yang membuat para musuh terkejut adalah ada aliran lava menganga di dalam sana. “Mau bermain denganku.” Zack tersenyum mengayunkan satu tangannya, seketika lava tersebut terangkat begitu mudah, bak ombak yang siap memangsa apa saja di depan. Martin tampak waspada, begitu juga Lion dan Will. “Tuan, apa yang harus kita lakukan sekarang?” tanya Lion karena khawatir, sebab tak ada Maxel dalam pertemupuran mereka. Hanya dia yang bisa mengendalikan air. “Sialan! Dia terlalu kuat.” Will tak menyerah, hendak melakukan tindakan lagi, tapi ada sebuah batu menghantam lututnya sehingga pertahannya lemah. Angoij yang dikeluarkan pun terhambat. “Apa yang kau lakukan?” geramnya menatap Martin cukup sengit. “Jangan gegabah. Kita bukan tadingannya.” Martin memilih mundur untuk menyimpan energinya. “Lion, Will, kita pergi sekarang,” titahnya mutlak. Will tampak kecewa, tapi dia tak punya pilihan lain. Sedangkan Lion mengangguk pasarah, merasa dirinya juga kurang mampu. Ketiganya pun menghilang dengan elemen masing-masing. “Ck... dasar i***t. Kalian kabur begitu saja.” Zack menurunkan lava itu kembali ke tanah. Tapi retakan tetap saja tak bisa dikembalikan. Jadi, lava mengalir seperti air begitu saja. “Kenapa aku bodoh sekali?” Zack menurunkan ketiga orang yang tampak lemah itu ke tanah perlahan. “Sialan! Bagaimana cara mengembalikan ini semua?” Pria itu tampak frustasi dengan berbuatannya sendiri. “Aku kacau!” Mendengar teriakan Zack, ketiga temannya itu langsung membuka mata dengan lebar. Teriakan itu begitu menyakitkan, seakan membuat gendnag telinga rusak. Tidak hanya itu, hewan yang beradius lima puluh meter langsung sekarat, bahkan telinganya mengeluarkan darah. “Zack!” sentak Steve meradang, hendak bangkit dnegan energik tapi karena rasa sakit yang diderita luar biasa. Aktivitasnya pun terganggu. Yang ada ia malah emndesis kesakitan. “Lukamu!” pekik Justin mulai mendekat. Steve mengangkat tangan kanannya tanda baik-baik saja. “Tapi, itu harus di obati.” Hans ikut melihat, terkejut ketika ada banyak luka dibagian punggung Steve. “Maafkan aku.” “Jika ingin membalas budi, jaga dirimu sendiri dengan baik,” kata Steve tampak dingin. Justin langsung memukul kepala pria itu. “Dasar! Kau pasti sombong dan mengira pahlawan.” Dia mulai mengobati Steve dengan baik. “Apakah kalian baik-baik saja?” Zack mendekati mereka bertiga. Tatapan tajam terhunuskan padanya. “Hey..., apa yang kalian tatap?” “Kau!” tunjuk Steve kepada Zack. “Kenapa kau membuat semuanya jadi rumit.” Lihat, ekspresi marahnya seperti singa yang berkoar-koar tiada henti. “Aku tak membuat masalah. Malah aku membantu kalian.” Zack membuang muka ke arah lain smabil bersiul. Justin tampak sennag melihat candaan mereka. Matanya menatap ke arah gua yang runtuh dan bergantian melihat retakan tanah yang cukup lebar. Setelah selesai menyembuhkan Steve. Pria itu memilih melihat lokasi. Kepalanya mengangguk-angguk saat berada di batas retakan tersebut. “Lava yang cukup panas.” Terlihat uap muncul saat Justin menjatuhkan air. “Steve... apakah kau sudha baikan?” “Aku tak mau membuang energi hanya untuk mengembilikan ke tempat semula.” Steve terlihat merajuk. Wajar saja, dirinya juga kelelahan. “Tidak ada cara lain.” Justin merentangkan kedua tanganya, air pun muncul dari dalam tanah langsung menyelimuti lava tersebut. Sontak air langsung membeku. “Jika ada pengendali tanah, maka tinggal menutupnya saja.” Pria itu balik badan, “Untuk sementara aman.” Justin menepuk seluruh badannya yang kotor. “Zack..., Dimasa depan jangan berbuat ceroboh. Aku tak bisa membereskannya dengan baik.” “Aku mengerti.” Zack pun menatap matahari yang mulai muncul. Kekuatan yang dimiliki akan segera menghilang. Apakah seperti itu? Dulu sebagai naga, kekuatannya tidak terbatas sama sekali. “Jadi, apa yang harus kita lakukan?” tanya Hans mulai bangkit. “Tentu saja turun gunung.” Justin menjawab dengan asal, tapi memang itu tujuan mereka. Steve tampak enggan karena harus turun gunung setelah kelelahan. Andai saja ada hotel terbaik saat ini. Ia lupa kalau punya segalanya. Langsung saja pria itu mengeluarkan ponsel untuk menghubungi seseorang. “Kirimkan helikopter untuk emmbawa kami keluar dari pulau.” Steve tersenyum karena merasa menjadi pahlawan. “Lihat..., uang tetap berkuasa,” katanya sambil menutup ponsel. Kaya berstatus tinggi, seornag model dan juga memiliki kekayaan tanpa batas. Tidak hanya itu, ia juga menjadi CEO di Wilson Company. Wah, luar biasa bukan. “Kita tinggal menunggu saja. Jangan membuang energi untuk turun gunung,” tawanya pecah seketika, menggelegar di udara. Disisi lain, tempat markas Martin. Orang bertudung hitam tanpak marah terhadap ketiga orang yang bersimpuh sambil menunduk itu. Pria tersebut duduk di kuris dengan aura hitam pekat. “Haruskah aku menghukum kalian?” Si Pria tampak kesal, tapi disimpannya dengan baik. “Dia sudah mendapatkan bola kehidupan elemen api. Dan juga kekuatannya begitu besar.” “Ini salah saya, Tuan,” ucap Martin tidak membela diri. “Meskipun celah lagi, kali ini kalian tak boleh gagal.” Pria itu mendekati Martin. “Ingat siapa kau, Martin.” Dia pergi begitu saja melewati mereka bertiga, membanting pintu cukup kasar. “Tuan,” panggil Lion dengan hati-hati. “Kita harus menyususn rencana dengan baik lagi.” Martin mengepalkan tangan kuat. “Will, apa tujuan tuan sebenarnya? Katakan padaku.” Will diam, melirik sekilas ke arah Martin yang tampak serius. Lion pun angkat suara lagi, “Tuan bicara padamu, Will?” “Sial, aku tak ingin memberitahu kalian. Aku juga ingin hidup.” Will mengumpat dengan sangat keras. “Jadi tolong..., ikuti saja perinta tuan. Dan untuk saat ini, kita himpun kekuatan. Apapun yang terjaid nanti, kita harus mendapatkan bola kehidupan kedua.” Artinya tujuan mereka tidak hanya membunuh Zack, tapi juga mengambil bola kehidupan berikutnya. “Tak masuk akal,” celetuk Lion dengan suara parau. “Sepertinya kau sudah tahu,” jawab Will dengan snatai. Mereka bertiga pun bangkit bersamaan. “Apa yang kau ketahui, Lion.” “Jika bola kehidupan di ambil oleh manusia yang tidak bersangkutan, artinya kekuasaan empat raja akan runtuh. Mereka akan membentuk orde baru.” Lion langsung menutup kedua mulutnya. Martin mendesah ringan, “Tujuan tuan sangat besar. Apakah Tuan Muda Lanka tahu?” Mereka bertiga terdiam, masuk ke dalam pikirannya masing-masing. Entah Lanka tahu atau tidak, yang jelas tuan mereka sungguh mengerikan. Bersambung
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD