BAB 38

1054 Words
“Gue di mana ya?” Radiant terbangun dari tidurnya dengan erangan dikarenakan kepalanya yang terasa sangat berat dan sakit, pucuk kepalanya terasa seperti ditarik dan memiliki beban yang sangat berat sehingga untuk ia bangkit dari tidurnya sangat susah. “Ini gue kenapa sih? Sakit banget,” keluh Radiant tidak dapat menahan rasa sakit pada kepalanya itu sampai ia secara perlahan mulai tersadar dengan keadaan sekitar yang aneh. “Ruangan putih? Eh? Ini mah semua yang gue lihat warna putih tanpa ujung,” ucap Radiant tersadar dengan keanehan yang terjadi kepadanya. Tangannya menjulur ke atas untuk memastikan bahwa ia baik-baik saja, setelah memastikan tubuhnya utuh, Radiant mengingat kejadian sebelum ia dibawa ke ruangan serba putih itu. Muncul ingatan kilas bahwa Radiant dibuat tidur oleh seorang yang menyentuh pundaknya saat itu. “Ah jadi ini sebenarnya alam bawah sadar gue? Berarti mimpi ya?” “Bagaimana kalau lebih tepatnya Lo yang masuk ke alam bawah sadar gue?” tanya sebuah suara yang terdengar menggema. Radiant menghela napasnya karena ternyata ia masih harus melawan mereka, aneh juga jika tiba-tiba mereka melepaskan Radiant, mau bagaimanapun mereka berkelompok yang berarti kemampuan mereka itu lebih besar dibandingkan Radiant yang hanya sendirian saja. Kaki Radiant terlihat memutar menghadapi salah seorang dari mereka yang berhasil menculik dirinya ke alam bawah sadar lawannya. Seorang remaja perempuan sebaya Radiant dengan tubuh yang lebih pendek dari Radiant sedang menatapnya. Ia memiliki ambut pendek bewarna hijau s**u dengan mengenakan pakaian seperti hanbok bewarna putih. Suaranya yang tadi cempreng sangat menjelaskan sekali bahwa lawannya ini tipe yang sangat pencicilan dan sedikit sulit untuk dilumpuhkan dengan mudah. “Kenapa lo melawan gue sendirian?” tanya Radiant kepada lawannya itu yang sedang menatapnya dengan penuh binaran di matanya. Remaja perempuan itu merespon dengan memiringkan kepalanya sedikit, “Kenapa ya? Gue merasa cukup dengan gue aja lo pasti bakalan mati. Kenapa? Lo takut kah berada di sini?” Wajah lawannya itu berubah datar seketika dan kemudian ia tertawa dengan renyah, “Oke baiklah, perkenalkan nama gue Cika. Lo bisa panggil gue itu ya, siapa tau lo mau berteman lebih lanjut dengan gue nantinya.” Setelah selesai basa-basi, Cika menghilang di hadapan Radiant dan menimbulkan pertanyaan di kepala Radiant apa yang akan dilakukan Cika setelahnya. Radiant menebak-nebak, jika yang sekarang ia tempati ini merupakan dunia mimpi berarti itu semuanya ada di bawah kendali Cika. “Sial! Kalau terus begini gue bisa kalah dengan mudah,” gelisah Radiant dan duduk untuk menunggu apa yang dilakukan oleh Cika. “Sebentar.. atau gue bisa melakukan sesuatu juga?” Radiant menerka-nerka kemungkinan jika ia coba membayangkan sesuatu dan kemudian menyebutnya karena saat ini tempat yang ia rasakan sama seperti lucid dream. Radiant sendiri terkadang mendapatkan lucid dream itu sendiri tanpa diminta tapi ia tau cara kerjanya dengan sempurna. Sebuah pisau melesat entah dari mana menggores paha Radiant hal itu menimbulkan nyeri yang luar biasa dengan darah yang mengalir sangat banyak. “Sial! Ia sudah mulai, bagaimana bisa rasa sakitnya senyata ini?” Radiant menggelengkan kepalanya dengan matanya yang teepejam dan membayangkan bahwa kakinya bisa sembuh seketika dan mereka berada di sebuah hutan yang sangat besar dan memiliki banyak celah untuk bisa bersembunyi. Saat Radiant membuka matanya, ia sudah berada di sebuah hutan dengan pohon besar yang berada di belakangnya, secara perlahan Radiant melihat pahanya yang ternyata sudah bersih dan tidak ada luka lagi, rasa sakitnya pun sudah hilang. “Gila! Kalau begini jadi imbang dong?” Radiant tersenyum bangga karena ia bisa membuat Cika kalah telak hanya dalam hitungan menit, tapi masalah terbesarnya sekarang adalah bagaimana ia bisa menemukan Cika jika ia terus menghilang dan tidak dapat terdeteksi oleh Radiant. *** “Gue nggak yakin deh ini air bersih,” curiga Mark saat dirinya, Alan, dan Dave sudah sampai di depan sungai yang sangat besar. “Kenapa deh? Lo liat sendiri kan? Ini airnya jernih,” ucap Alan seraya tangannya yang masuk ke dalam air itu lalu mengangkat tangannya dan membiarkan air itu kembali jatuh ke dalam sungai. “Kita serahkan ke Dave aja deh gimana baiknya.” Mark berujar memutuskan semuanya di tangan Dave. Ia dan Alan menoleh ke arah Dave yang sedang duduk dan bersandar pada batu besar yang berada di pinggiran sungai itu. “Apa? Kenapa?” tanya Dave yang gelagapan saat kedua temannya itu melihat ke arahnya dengan pandangan interogasi. “Sungai ini? Apa aman?” tanya Alan menjelaskan maksud tatapan keduanya. “Oh.. sungai ini ya?” Dave mengangguk-angguk dengan bola matanya yang berpindah melihat ke arah sungai jernih dengan air yang sangat bening itu. Dave tidak memperhatikannya karena ia tidak terpikirkan untuk mencurigai air sungai seperti yang ada di hadapannya. Apa mungkin aliran air sungai memiliki hal berbahaya? Siapa coba yang akan terpikirkan hal seperti itu kecuali Mark. “Sebentar ya,” ucap Dave. Dave maju ke depan dengan menyeret bokongnya, kakinya yang mengangkang itu memudahkannya mengambil air tanpa takut terjatuh karena ketidakseimbangan dirinya. Saat Dave mengambil air itu ia merasakan sensasi dingin menjalar di kulitnya dengan kenangan masa lalu yang begitu jelas pada air itu. “Kok aneh ya?” ungkap Dave spontan saat merasakan kondisi emosional pada dirinya menjadi berubah dan mendadak sedih. Perasaan Dave sulit untuk dinyatakan sekarang. Ia merasakan kesedihan yang sangat dalam, tetapi sesaat kemudian ia merasakan ledakan kesenangan yang bukan main, tidak lama ia ingin tertawa keras karena bahagia dan selanjutnya merasa pedih pada ulu hatinya. “Gue nggak tau sekarang perasaan apa yang gue rasakan, tapi yang pasti air ini memiliki efek samping untuk menaikkan hormon dan menurunkan hormon pada tubuh makhluk hidup jika diminum. Hormon itu akan teracak dan membuat emosi yang meminumnya jadi tidak stabil,” jelas Dave. “Terus kalau kita haus kita minum apa dong?” tanya Alan jadi bingung bagaimana cara mereka bisa bertahan di dalam hutan itu tanpa minum. Dave mengernyitkan dahinya, “Bukannya Mark bisa mengembangkan kekuatan sihirnya? Gue rasa Mark bisa hasilkan air,” ungkap Dave “Apa? Air? Gue ga bisa yang bisa kekuatan elemen seluruhnya itu Olfie.” Mark membantah pernyataan Dave. “Tapi lo bisa kan netralkan air ini?” tanya Dave kembali dan itu membuat Mark menimbang-nimbang perkataan Dave. “Apa iya bisa gitu?” Mark menaikkan alisnya bertanya balik kepada Dave sedangkan Dave mengangkat bahunya dan melirik sungai yang ada tepat di depan mereka itu seakan mengatakan kepada Mark untuk mencobanya. “Baiklah, biar gue coba dulu.”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD