3. Semalam Dengan Pria Asing

1204 Words
Tanpa basa basi, Albizar melepas jas abu-abunya kemudian melemparnya asal ke sekitar dan berakhir di lantai. Jatuhnya jas Albizar membuat Kia refleks melotot, tapi jantung Kia juga refleks berhenti berdetak. “Heh, sudah main buka-bukaan. Ngeri banget kalau aku enggak mendadak kabur dari sini!” batin Kia belum apa-apa sudah lemas. Kebetulan, Kia baru akan berdiri setelah mematikan dua keran di sekitar bak rendam. Air di bak rendam memang sudah penuh, hingga Kia yang mengisinya segera mematikannya. Kia berdiri dengan sangat hati-hati lantaran dress merah yang ia pakai, terbilang minim dan hanya menutupi sebagian pahanya. “Bentar ... bentar, ... jangan asal buka-bukaan. Aku keluar dulu, urusan kita sudah kelar jadi aku sekalian pamit!” ucap Kia sembari buru-buru keluar dari sana. Ia melakukannya sambil setengah merem sementara kedua tangannya menutupi wajah. Kia tak sedikit pun melirik Albizar. Ia terlalu takut, Albizar sudah sampai melepas pakaian yang lain karena pria bertampang rupawan itu juga sudah melepas jas yang dipakai. Albizar menatap aneh Kia. Ia sudah membuka dua kancing paling atas kemeja putih yang ia pakai. “Mirip si Yaya. Paling anti lihat orang buka-bukaan,” pikirnya. Kia baru akan menutup pintu kamar mandi dirinya meninggalkan Albizar, tapi dari dalam mendadak terdengar suara riuh khas seseorang nyaris tenggelam. Suara air beradu dengan suara minta tolong. Suara permintaan tolong tersebut juga terdengar sangat tersiksa. “T—tolong aku!” “Aku mohon ... s—siapa pun tolong aku!” Seorang Albizar yang Kia yakini hanya tengah dalam pengaruh obat perangsang, memang nyaris tenggelam. Kedua tangan Albizar terulur ke atas. Jantung Kia nyaris copot menyaksikannya. Apalagi dirinya menjadi satu-satunya orang di sana. Ia raih kedua tangan kekar Albizar yang juga sampai membuatnya tertarik. Tubuh Kia nyaris masuk ke bak rendam karen tenaganya yang tak seberapa. “Semuanya baik-baik saja. Atur napasmu. Tarik napas secara perlahan, ... keluarkan pula secara perlahan. Bikin diri kamu senyaman mungkin. Kamu, ... masih bisa mendengarkan suaraku, kan?” lirih Kia yang masih deg-degan parah. Kia sungguh kacau dan tak kalah ngos-ngosan dari Albizar. Wajah tampan Albizar sudah pias. Tatapannya kosong, sementara napas maupun detak jantungnya benar-benar kacau. Alasan kedua tangannya mau dipegang erat oleh Kia juga seolah karena Albizar tak menyadarinya. “Aku mohon katakan sesuatu,” rengek Kia yang kemudian juga berkata, “Ya Allah ... niatku murni buat nolong!” Mendengar ocehan Kia yang terdengar nyaris menangis, Albizar yang terengah-engah, berangsur menengadah. Ia melakukannya hanya untuk menatap wajah Kia. Kebetulan, wajah itu tepat ada di atas wajahnya. Bertemunya tatapan kedua sejoli itu membuat dunia keduanya seolah berhenti berputar. Bagi Albizar, Kia memiliki wajah yang sangat cantik. Mata Kia kecil dan tatapannya sendu. Sementara bibirnya berbentuk hati. Hingga selain sangat cantik, Kia juga terbilang imut. Karena Albizar seolah akan menerkam wajahnya, kedua tangan Albizar nyaris meraih kedua sisi wajahnya, Kia refleks menghindar. Namun, Albizar memeluk pinggang Kia sangat erat. Dalam keadaan tetap duduk di bak rendam, Albizar melakukannya sambil gemetaran. “Ya Allah ... sepertinya jantungku sudah keropos gara-gara dari tadi dibikin kaget mulu!” batin Kia buru-buru mencoba melepaskan diri dari dekapan pria asing yang ia tolong. Pria asing yang mengaku bernama Albizar dan kini sampai membenamkan wajah di perut Kia. Kia merasa geli, tidak nyaman, dan memang tidak terbiasa dengan apa yang Albizar lakukan. “I—ini, ... t-tolong dikondisikan!” ucap Kia masih berusaha melepaskan diri. “Aku phobia air dalam jumlah banyak yang bisa menenggelamkan tubuhku. Tolong aku. Temani aku malam ini saja!” lirih Albizar sungguh-sungguh. Ia menengadah menatap dengan tatapan yang ia yakini membuatnya terlihat sangat memelas. Apalagi sampai detik ini, napasnya masih terengah-engah. Seperti yang Albizar yakini, tampang melasnya juga membuat hati Kia tersentuh. “Oke ... tapi jangan menyentuhku berlebihan karena aku bukan wanita yang seperti kamu pikirkan!” sanggup Kia. “Toh andai aku pulang atau setidaknya ketemu di jalan, pasti aku langsung dihaja*r. Secara, yang enggak tahu apa-apa saja, mereka enggak segan mengha*jarku. Apalagi yang sekarang dan sepertinya aku sudah bikin masalah besar?” pikir Kia yang kemudian sengaja membuang air di dalam bak. Detik itu juga, Albizar yang terus memeluk pinggang Kia sangat erat, mengawasi surutnya bak rendam dirinya berada. Karena Albizar mengaku phobia air dalam jumlah banyak yang bisa membuat pria itu tenggelam. Kia berinisiatif mengguyur tubuh Albizar menggunakan air dingin. Kia sengaja melakukannya agar keadaan Albizar segera kembali normal. Meski karena ulahnya juga, tubuh bawah Kia jadi ikut kuyup. Jadi, bukan hanya Albizar yang menggigil. Karena Kia juga dan Kia sungguh kedinginan. “Aku merasa sudah jauh lebih baik,” batin Albizar. “Aku rasa, ini sudah terlalu lama. Aku bahkan sudah terkantuk-kantuk,” batin Kia yang segera menaruh shower di tangan kanannya ke tempatnya. Selain itu, ia juga meminta Albizar untuk ganti pakaian. “Pakai handuk saja. Hati-hati dan lakukan semuanya sendiri. Aku akan langsung pergi karena besok, aku harus kerja,” ucap Kia sambil membantu Albizar berdiri. Albizar masih sempoyongan, tapi Kia yakin keadaan tersebut juga merupakan efek Albizar terlalu lama berlutut di hadapannya. “Kamu kerja di mana? Boleh aku meminta alamatmu?” ucap Albizar sambil mengecek arloji anti air yang menghiasi pergelangan tangan kirinya. Sudah pukul setengah empat pagi, berarti sudah sangat lama wanita cantik yang mengaku bernama Kia, menemaninya. Masalahnya, Kia terus menolak dirinya mengenalnya lebih jauh. Bahkan Kia memintanya untuk melupakan apa yang terjadi. “Anggap saja kita tidak pernah bertemu apalagi kenal!” panik Kia ketika Albizar menahan pergelangan tangan kirinya. Namun keputusannya mengipratkan tahanan tangan Albizar sekuat tenaga, membuat tahanan pria itu lepas. “Aku minta handuknya ... dua!” ucap Kia yang lebih dulu melilit pinggangnya menggunakan handuk putih. Ia memilih menutupi bagian sana hingga bawah. Karena keadaannya memang memprihatinkan, tapi akan menjadi rezeki nomplok bagi mata lelaki yang memandang. “Keringkan tubuhmu,” singkat Al sambil menatap dingin penampilan Kia dari ujung kaki hingga ujung kepala. “Tolong batasi tatapanmu!” pinta Kia merasa tidak nyaman dan memang risih. Albizar tak menghiraukan teguran Kia. Ia melangkah keluar dari bak dan itu benar-benat keren bahkan di mata Kia yang hanya melihatnya melalui lirikan. “Tinggi, tegap, tampan, tidak genit, ... keren banget! Namun sepertinya dia bukan orang biasa yang lebih dari kaya!” batin Kia jadi deg-degan parah. Ia sampai menahan napas demi meredamnya. Agar dirinya baik-baik saja. Ternyata alasan Albizar menahan Kia karena dirinya sengaja memesankan pakaian untuk Kia juga. Albizar yang baru berganti pakaian setelah orang utusannya datang membawakan pakaian ganti untuknya, memberikan sejumlah uang kepada Kia. Namun, Kia menolaknya. Kia hanya menerima pakaian yang Albizar siapkan. Karena Kia juga menolak diantar oleh sopir Albizar. “Cara mainnya bukan gitu. Yang boleh menolak hanya aku. Orang lain apalagi dia yang aku mau, tidak boleh menolakku!” batin Albizar sambil menatap dingin kepergian Kia. Kia menenteng kantong berisi pakaian bekasnya yang basah parah. “Ikuti dia. Beri informasi apa pun yang aku minta,” ucap Albizar mengutus sang sopir yang masih berdiri di sebelahnya. Ia yang sudah memakai celana bahan warna abu-abu dipadukan dengan hem lengan pendek berwarna senada, sungguh dibuat penasaran kepada Kia dan segudang pesonanya. “Dia bahkan tahu ukuranku. Pakaian ini sanga pas di tubuhku. Sepertinya, ini menjadi pakaian paling nyaman yang pernah aku pakai. Serba panjang, tapi enggak norak!” batin Kia, tak tahu jika dirinya sudah diintai oleh sopir Albizar.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD