MDILY 11

2578 Kata
Malam hari datang dengan begitu cepat seolah baru saja ia merebahkan dirinya, kini ia telah selesai dengan rutinitas mandinya. Wanita tersebut berada di depan lemari bewarna putihnya, mengecek untuk pakaian apa yang pantas untuk bertemu calon suaminya, oh tentu bukan karena ia ikhlas namun ia harus menjaga image kalau ia bukan wanita sembarangan. "Kayanya ini okeh, jarang pakai juga gue," gumam Erica ketika melihat dress berwarna hijau mint. Ketukan pintu membuat ia menoleh ke arah pintunya dan berkata, "Siapa?" "Ini Ibu sayang." "Sebentar Bu." Erica langsung buru-buru memakai dress-nya dan melangkah untuk membukakan pintu untuk sang ibu. Retti jelas menatap berdecak kagum ketika pintu terbuka menampilkan sosok anaknya yang cantik tersebut. "Bu?" Erica mengernyitkan dahi bertanya-tanya dan menatap bingung ke arah sang ibu. "Eh iya sayang," ujar Retti sambil tersenyum yang semakin membuat Erica hanya mengerutkan kening. Erica berkata, "Ibu kenapa si?" "Enggak papa Kak, kamu cantik banget, maasya Allah," ungkap Retti, Erica jelas hanya tersenyum menanggapi perkataan sang ibu yang memujinya. Erica berkata, "Siapa dulu dong, kan anaknya Ibu Retti." Sambil menaikkan kedua alisnya, Retti lalu memeluk dengan erat sang anak dengan tulus. "Enggak nyangka sebentar lagi kamu akan menjadi istri orang Kak," ungkap Retti dengan nada sedikit sendu. "Ibu jangan ngomong gitu dong, kalaupun nanti Erica nikah kan ibu enggak akan terganti," ungkap Erica yang kini memeluk sang ibu. Retti berkata, "Kalau nanti sudah nikah kamu harus nurut sama suami kamu ya nak." Sambil mengelus lembut rambut sang anak, sedangkan Erica hanya mengangguk dengan senyuman. "Ya udah Ibu mau nemenin Papah kamu dulu, kamu rapih-rapih biar calon suami kamu terpesona," kata Retti, Erica kini menghormat ke arah sang ibu yang membuat Retti tertawa pelan melihatnya. Retti kini melangkah ke arah pintu, belum sempat ia keluar langkahnya terhenti dan menoleh ke arah anaknya. "Kak, terimakasih ya," ungkap Retti. Erica yang sedang berada di depan meja riasnya lalu menoleh ke arah sumber suara dan membalas, "Bu, enggak perlu terima kasih. Dulu kalian yang berusaha untuk bahagiain Erica, sekarang giliran aku yang bahagiain kalian." Retti yang mendengar jelas menatap sendu, air matanya hampir saja lolos begitu saja kini ia tersenyum tulus dan melanjutkan langkahnya keluar. Wanita tersebut kini menacapkan sedikit make up di wajahnya, sebenarnya tanpa polesan wajah Erica juga selalu enak di pandang. "Okeh, sekarang udah selesai, kita cuss," ujar Erica sambil memakai jam di tangannya, tidak lupa ia mengambil tasnya. Setelah itu ia melangkah keluar dari kamarnya dan menuruni tangga. Kedua orang tuanya yang menyadari bahwa langkah kaki sang anak menuruni tangga langsung menoleh sambil tersenyum satu sama lain. "Mau Papah antar Kak?" tanya Gerry. "Enggak usah Pah, aku mau naik mobil aja sendiri," balas Erica dengan senyuman. Retti hanya tersenyum tipis mendengarnya, begitu juga dengan Gerry yang kini menatap sang istri. "Ya udah Pah, Bu kalau gitu Erica pamit ya," ucap Erica sambil mencium punggung tangan kedua orang tuanya secara bergantian. Wanita tersebut kini melajukan mobilnya menjauh dari halaman rumahnya, ia menyetel lagu untuk menemani perjalanan menuju tempat tujuannya. "Gue heran cowok mana si yang sekarang mau aja di jodohin," cetus Erica sambil tersenyum miring. Sedangkan di sisi lain sosok laki-laki dengan pakaian kemeja hitam polos, celana levis duduk di tempat yang telah di pesan oleh kedua orang tuanya, ia menatap jam tangannya sesekali. Raut wajah yang jelas masih terlihat luka lebam tidak mengurangi wibawanya. "Mau pesan sekarang Tuan?" tanya seorang pelayan, Dirga hanya menatap sekilas lalu membaca buku menu. Dirga kembali menutup buku menu tersebut dan berkata, "Tunggu orang dulu, nanti saya panggil." Pelayan tersebut tersebut dan menunduk hormat lalu beranjak pergi dari hadapan laki-laki tersebut. Erica kini telah sampai di cafe' ia langsung memarkirkan mobilnya, ia menatap ke arah cafe' tersebut ketika keluar dari mobil. "Seleranya boleh juga," cetus Erica. Baru saja ia ingin melangkah masuk ke dalam cafe' tersebut notifikasi pesan berbunyi yang membuat ia menghentikan langkah kakinya dan mengecek notifikasi tersebut. "Papah?" Tanpa pikir panjang ia membuka pesan tersebut. "Meja nomor 24?" Erica mengerutkan keningnya, setelahnya ia mengangguk mengerti. Wanita tersebut kembali melangkah memasuki cafe' tersebut, tentu aura yang di keluarkan wanita tersebut tidak luput dari pandangan semua penghuni cafe'. Mereka semua berdecak kagum akan kecantikan dari Erica. "Mana si meja 24?" tanya Erica sambil celingak celinguk melihat meja yang telah di pesankan oleh sang papah. "Mbak meja 24 di mana ya?" tanya Erica kepada seorang pelayan. Pelayan tersebut menatap Erica dengan seutas senyum dan berkata, "Di pojok sana Kak." Wanita tersebut menatap ke arah telunjuk pelayan tersebut. "Oke. Makasih ya," ucap Erica lalu ia melangkah kembali untuk mencari meja nomor 24 yang telah di kasih arah oleh pelayan tersebut. Wanita tersebut mengernyitkan dahi ketika sudah ada sosok laki-laki yang berada di meja tersebut. "Jangan-jangan ini orangnya," gumam Erica ia lalu menghendikkan bahunya dan kembali mendekat ke meja tersebut. "Sorry lama." Erica langsung duduk di hadapan laki-laki yang sibuk dengan handphonenya. Mereka mendongak secara bersamaan, mata mereka bertemy, kini mereka saling melihat wajah. "LU!!!" seru Erica ketika mengetahui siapa yang ada di hadapannya. "Jangan bilang kalau lu yang di jodohin sama gue?" tanya Erica. Laki-laki tersebut tidak menggubris walau sebenarnya ia terkejut ketika mengetahui ternyata wanita yang sudah tiga kali ia temui dengan cara tidak sengaja dan mungkin tidak mengenakan. Laki-laki tersebut mengangkat satu tangannya seolah memanggil pelayan, Erica yang berada di depannya hanya mendengus kesal saja sambil memutar bola matanya dengan jengah. "Berasa ngomong sama tembok gue," cetus Erica. "Mau pesan apa kamu?" Erica hanya mengerutkan kening menatap ke arah laki-laki yang belum ia tahu namanya tersebut. Laki-laki tersebut hanya menaikkan kedua alisnya ketika wanita yang ada di hadapannya hanya terdiam dengan kening yang mengerut. "Mau pesan apa? Kok malah diam?" Erica yang mendengar langsung tersadar dan mengambil buku menu. "Nasi goreng seafood, es lemon tea," ujar Erica lalu kembali menutup buku menunya dan meletakkan di atas meja, laki-laki tersebut jelas tersenyum tipis mendengarnya. "Samain aja mbak." Laki-laki tersebut lalu mengembalikan buku menu kepada pelayan. Pelayan tersebut mengangguk dan mengulang kembali pesanan mereka berdua. "Kalau gitu di tunggu ya pesanannya Kak," ujar Pelayan tersebut. Laki-laki tersebut hanya mengangguk pelan lalu tersenyum. "To the point aja nih, kenapa si lu mau di jodohin?" tanya Erica. "Tujuan kita jelas sama bukan?" tanya Laki-laki tersebut, Erica jelas di buat terdiam, apa mungkin yang di maksud adalah membahagiakan kedua orang tua. Erica mengangguk dan berkata, "Kenalin gue Erica umur gue  23 otw 24." "Dirga, umur 27." Erica jelas menatap lekat ke arah laki-laki yang baru saja memperkenalkan dirinya. Erica menyela, "Umur lu 27?" Dirga hanya mengangguk untuk menjawabnya. "Oke gue panggil lu Om aja," cetus Erica. Dirga jelas menatap tidak percaya. "Umur kita tida beda jauh, kenapa kamu memanggil saya Om?" tanya Dirga. "Terserah gue lah, terus lu berharapnya apa? Di panggil sayang? Dih baru juga kenal," balas Erica dengan sedikit ketus. Dirga tidak marah sama sekali ia malah tersenyum tipis memperhatikan wanita yang duduk di depannya. Dirga bertanya, "Kamu kenapa mau menerima perjodohan ini?" Erica kini menatap ke arah laki-laki tersebut lalu mendengus pasrah. "Cuman ini yang bisa gue lakuin buat bahagiain orang tua gue," jawab Erica. "Kalau terpaksa kamu bisa batalin sebelum terlanjur," balas Dirga. Wanita tersebut terdiam lalu berkata, "Gue emang terpaksa tapi gue juga enggak bisa batalin gitu aja." "Apa kamu enggak tahu dua minggu lagi kita akan menikah?" tanya Dirga, Erica yang mendengar langsung melotot tak percaya. Erica menyela, "Hah?! Dua minggu? Serius lu Om?" Dirga yang mendengar dirinya di panggil 'Om' hanya mendengus pasrah saja, mau membantah juga percuma karena wanita yang ada di hadapannta pasti keras kepala. "Makanya saya bilang kalau emang kamu enggak bisa dan enggak mau ya batalin aja, saya tidak ingin pernikahan ini rusak begitu saja nantinya," jelas Dirga. Erica sempat terdiam mendengar perkataan dari laki-laki yang menurutnya lumayan enak di pandang dan tidak bosan di lihat. Erica membalas, "Ya menurut Om, gue enggak bisa serius gitu?" Dengan mata yang sedikit mendelik, Dirga jelas gemas dengan wanita tersebut. "Kamu enggak nanya soal gaji, atau apa gitu?" tanya Dirga. "Enggak, buat apa nanyain gitu, toh lu yang dikirim sama Papah gue jadi lu mau kaya gimana ya gue harus terima kan," jelas Erica. Laki-laki tersebut yang mendengar hanya tersenyum dan mengangguk pelan. Tak lama kemudian pesanan mereka telah datang. "Sudah lengkap ya kak pesanannya," ujar pelayan tersebut. "Iya, terima kasih." Pelayan tersebut lalu mengangguk dan tersenyum lalu berlalu pergi dari hadapan mereka berdua. Erica jelas membinar ketika makanan telah datang Dirga yang melihat sekilah begitu gemas kepada wanita di depannya. "Makan," ucap Dirga. Mereka berdua lalu menikmati makanan dengan khusyuk seolah hanya suara sendok yang beradu dengan piring. Erica menatap sekilas ke arah Dirga yang wajahnya penuh keringat. "Kenapa? Kepedasan ya?" tanya Erica. Dirga hanya mengangguk namun masih terus menyuap nasi goreng ke dalam mulutnya. "Minum, jangan di terusin makannya," ujar Erica. Laki-laki tersebut yang mendengar hanya terdiam sejenak dan berkata, "Kamu enggak kepedasan?" Erica hanya menggelengkan kepala yang membuat Dirga hanya menatap heran. "Lagi Om, ini mah enggak pedas banget tahu, cemen banget si," cetus Erica dengan seutas senyum. Dirga lalu tertawa pelan ketika di ledek oleh wanita di hadapannya, Erica melihat ketika laki-laki tersebut tertawa. "Boleh saya buat kesepakatan?" tanya Dirga. "Boleh, asal enggak ngerugiin gue," ucap Erica. Dirga berkata, "Kalau nanti nikah di hadapan keluarga kita berdua, bisa kamu manggil aku dengan sebutan 'Mas' dan ngomong pakai 'aku kamu'." "Okeh setuju, ada lagi?" tanya Erica. "Itu saja, saya tidak ingin membebani lagi," cetus Dirga. Erica berkata, "Kalau gitu gue juga mau buat kesepakatan." "Apa kesepakatan yang kamu mau?" tanya Dirga. Erica terdiam sejenak lalu menatap sekilas ke arah laki-laki yang kini seolah melihatnya. "Nanti aja, belum gue pikirin," balas Erica. "Baiklah, kasih tahu kalau sudah." Erica mengangguk dengan pelan, ia kini telah selesai dengan makannya. Wanita tersebut menyenderkan ke bangku seolah ia kekenyangan, namun sedetik kemudian ia mengambil handphone Dirga yang tergeletak begitu saja si meja. "Hei, kamu mau ngapain handphone saya," ucap Dirga. Wanita tersebut seolah tidka menggubris ia sibuk mengetik di handphone Dirga yang membuat laki-laki tersebut jelas menatap heran. "Gue udah save nomor gue, dan gue juga bakal save nomor lu, jangan senang dulu ini cuman buat formalitas aja," jelas Erica. Dirga mengambil handphonenya yang kembali di letakkan di meja, ia tersenyum tipis ketika mengetahui Erica menyimpan nomornya dengan nama 'Erica Cantik'. "Kalau gue telepon dan butuh bisa kan Om langsung datang?" tanya Erica sambil menaikkan kedua alisnya. "Tergantung saya sibuk atau tidak." Erica hanya bermenye-menye mendengarnya yang membuat Dirga tertawa pelan menanggapi tingkah lucu wanita tersebut. Dirga bertanya, "Terus ada yang mau kamu jelasin soal kejadian tadi sore?" Erica jelas terdiam atas pertanyaan tersebut, ia melihat seksama wajah laki-laki tersebut dan melihat lebam di sudut bibirnya. Dirga hanya tersenyum saja ketika melihat wajah Erica kini menunduk seolah merasa bersalah. "Gue minta maaf Om, gue salah sangka. Lagi lu sendiri enggak bilang," cetus Erica. Dirga menyela, "Saya enggak bilang? Ya gimana mau bilang kan sudsh di pukul lebih dulu." Erica menatap dengan rasa tidak enak dan rasa bersalahnya. "Iya iya maaf, gue juga baru tahu soal salah paham itu pas teman gue sadar," ujar Erica sambil memanyunkan sedikit bibirnya. Laki-laki tersebut yang melihat jelas tersenyum tipis sambil menggelengkan kepalanya pelan. "Kenapa gemas banget si wanita ini," batin Dirga. "Ya sudah, saya sudah memaafkan. Anggap saja itu hadiah perkenalan kamu," kata Dirga. Erica menatap tak percaya dan bergumam, "Yah kok enggak di batalin si perjodohannya malah di maafin." Dirga jelas masih mendengar tipis-tipis gumaman wanita tersebut. "Jangan berharap ya kamu, kamu yang tadi sudah saya kasih kesempatan untuk menolak namun kamu enggan melakukan," ujar Dirga. Wanita tersebut yang tadinya menunduk langsung mendongak ke laki-laki tersebut. Erica mencetus, "Ish Om cenayang ya! Dengar aja lagi." "Saya punya kuping, dan masih normal dua-duanya," balas Dirga yang membuat Erica memutar bola matanya dengan jengah. "Bdw kita harus kenal satu sama lain, walau buat gue ini pernikahan terpaksa lu juga harus tahu gue gimana kan Om," ujar Erica. Dirga berkata, "Lalu?" "Kita dua minggu lagi nikah, anggap aja semingu sebelum nikah kita pdkt ya sekalian nyari keburukan Om si, jadi sewaktu-waktu sebelum menikah bisa menolak dengan alasan yang jelas," ucap Erica to the point. Laki-laki tersebut mengulurkan tangannya yang membuat Erica mengerutkan kening, namun sedetik kemudian ia mengerti dan membalas jabatan tangan dari Dirga. "Okeh sepakat," kata Dirga. "Senang bekerja sama dengan anda Om," balas Erica sambil tersenyum tipis. "Lu enggak tahu aja apa yang gue rencanain," batin Erica sambil tersenyum penuh arti. Mereka berdua kini sudah berada di luar cafe' tentunya setelah Dirga membayar semua tagihan pesanan mereka berdua. "Okeh Om semoga kita bisa kerja sama dengan baik untuk bahagiain orang tua kita masing-masing," ucap Erica. Dirga hanya mengangguk dan tersenyum tipis. "Gue duluan ya Om," ujar Erica lalu melangkah menuju mobilnya, sedangkan Dirga masih setia di depan cafe` sambil memperhatikan langkah Erica yang kini sudah masuk ke dalam mobilnya. "Saya berharap itu bukan hanya kerjasama untuk orang tua kita," gumam Dirga. Tak lama kemudian ia melangkah menuju mobilnya. Dirga melajukan mobilnya meninggalkan parkiran cafe` tersebut tentunya dengan senyuman di wajahnya ketika mengingat tingkah lucu wanita yang tadi ia temui tersebut. Dering telepon membuat ia melirik sekilas ke arah handphonenya, ia langsung menyambungkan telepon ke airpods miliknya. "Halo." "Halo nak, bagaimana pertemuan kamu dengan calon istri kamu? Cantikkan?" Dirga jelas menggelengkan kepalanya ketika mendengar bawelnya sang mamah. "Mah ya Allah, tanyanya satu-satu atuh." "Hehe maaf, mamah terlalu bersemangat mendengar kelanjutannya gimana." "Dia unik Mah, kita udah sepakat untuk dekat dulu sebelum menikah." "Wah serius, alhamdulillah. Mamah bersyukur banget." "Ya sudah Mah, aku lagi di jalan mau pulang." "Kamu pulang kerumah sini kan?" "Enggak Mah, aku langsung pulang ke rumah aku." "Ya sudah hati-hati." Dirga lalu mematikan teleponnay setelah menjawab perkataan sang mamah, ia lalu melepas airpodsnya dan kembali fokus ke jalanan. Sedangkan di sisi lain, Erica kini telah sampai di halaman rumahnya yang ternyata sudah ada kedua orang tuanya menunggu di depan. "Bu, Pah, kok di luar nunggu siapa?" tanya Erica ketika melangkah kehadapan orang tuanya. "Nunggu kamu lah," balas Retti ia langsung merangkul sang anak dan melangkah masuk kedalam rumah. Erica jelas mengernyitkan dahi bertanya-tanya. "Loh kenapa nungguin Erica?" "Gimana tadi pertemuannya?"  tanya Gerry, Erica yang mendengar jelas menghela nafasnya lalu tersenyum mendengarnya. "Ya Allah aku kira kenapa, ternyata Ibu sama Papah kepo ya," ujar Erica sambil menaikkan kedua alisnya yang membuat kedua orang tuanya jelas tersipu malu. Retti hanya tersenyum tipis. "Enggak gimana-gimana kok," balas Erica. "Terus kamu masih mau lanjutkan soal perjodohan ini?" tanya Gerry. Erica berkata, "Kita berdua mau kenal dulu selama seminggu." Wanita tersebut lalu melangkah menaiki anak tangga meninggalkan kedua orang tuanya yang masih terdiam menatap satu sama lain. "Berarti enggak ada kemungkinan Erica melanjutkan perjodohan ini Pah," ungkap Retti. Gerry tersenyum tipis dan membalas, "Syukurlah Bu, semoga ini yang terbaik untuk mengubah Erica." Retti lalu merangkul lengan sang suami dan menyender di bahunya. Erica kini sudah berada di kamarnya, sebelum merebahkan dirinya ia mencuci muka untuk membersihkan kotoran yang ada di wajahnya, setelah itu ia juga membersihkan make upnya dengan toner. "Ya enggak ada salahnya kita nyari tantangan, Om itu juga enggak malu-maluin," gumam Erica lalu tersenyum tipis. Setelah selesai dengan rutinitas membersihkan mukanya dan tentu berganti baju untuk tidur, Erica merebahkan tubuhnya dan memejamkan matanya seolah hari ini benar-benar lelah untuk dirinya. Di sisi lain, Dirga telah sampai di rumah miliknya dan di sambut dengan bodyguard sana. Ia melangkah masuk ke dalam rumah, dan menuju kamarnya . "Mana besok meeting." Dirga merentangkan tangannya seolah pegal melanda dirinya. Kini ia memasuki kamarnya, ia melepas baju kemeja polosnya dan kini ia hanya memakai baju polos berwarna putih. Dirga merebahkan dirinya, dan lama kelamaan matanya mulai terpejam dengan sendirinya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN