Erica datang ke kampus namun kini ia tidak mengendarai mobil, semua jelas memgerutkan kening ketika Erica datang ke kampus di antar oleh supir, jangan semua orang kamous kedua orang tuanya pun turut bingung. Entah apa yang sedang ia rencanakan.
"Ri, tumben lu enggak bawa mobil," cetus Rianti.
Wanita tersebut hanya melangkah seolah tidak menggubris perkataan sahabatnya yang membuat Rianti jelas mengerutkan kening dan lalu menatap nyalang. "Erica! Di tanyain malah nyelonong aja," cetus Rianti yang kini sudah menyusul sang sahabat.
"Ri!" Erica yang di panggil lalu menoleh sambil tersenyum penuh arti yang membuat Rianti hanya menatap heran.
"Lu di tanyain malah enggak jawab?!" ketus Rianti berceloteh.
Erica menjawab, "Ya abis pertanyaan lu enggak penting si. Emang kenapa heboh banget si kalau gue enggak bawa mobil."
Rianti memutar bola matanya dengan malas dan berkata, "Ya karena enggak biasanya lu di anter sama supir maemunah!" Ia menoyor dengan seenaknya sahabatnya tersebut.
"Gue lagi males aja bawa mobil," balas Erica.
"Tumben amad," ujar Rianti.
Eric menoleh ke arah sahabatnya dan menatap darinatas sampai bawah yang membuat Rianti jelas mengerutkan kening. "Kenapa si lihatin gue gitu amad?" tanya Rianti bingung.
"Lu yakin udah enggak papa, baru keluar kemarin udah masuk kampus aja," ujar Erica.
"Gue cuman shock Ri, bukan stroek!" seru Rianti yang membuat Eric tertawa pelan.
Erica menyela, "Tapi sama aja harusnya lu istirahat." Rianti jelas langsung merangkul lengan sahabatnya yang membuat wanita tersebut kini menatap jengah ke Rianti.
"Udah yuk masuk kelas."
Kini mereka berdua sudah berada di dalam kelas mengikuti mata kuliah, Erica jelas sedikit mengantuk dan bosan ketika sang dosen hanya berdongeng saja. "Satu jam doang kan pelajaran ini?" bisik Erica bertanya.
Rianti hanya mengangguk tanpa membuka suaranya, Erica mencuri waktu untuk memainkan handphone-nya sesekali ia menscroll sosial medianya. Tanpa sengaja matanya kini tertuju dengan sosial media yang beratas namanya Dirga tersebut. "Gaul juga nih Om." Rianti yang mendengar gumaman dan senyuman sekilas sahabatnya jelas mengerutkan kening.
"Lah bocah senyam-senyum sendiri," gumam Rianti, kini ia seolah penasaran dengan apa yang di lihat oleh sahabatnya.
Rianti berkata, "Ganteng juga tuh cowok." Erica yang mendengar langsung menoleh ke arah sumber suara, Rianti masih berfokus ke foto yang berada di handphonenya.
"Baik kita lanjutkan minggu depan," ujar Dosen tersebut, beliau lalu keluar dari kelas.
"Minta dong instagramnya, kali aja bisa gue deketin," cetus Rianti. Erica jelas melihat tajam dan mematikan handphone-nya.
Erica menyela, "Dih centil banget lu."
"Tapi kok cowok yang tadi lu lihat kaya pernah tahu dah," ujar Rianti sambil memikirkan. Erica yang mendengar hanya menggelengkan kepala lalu tersenyum simpul, kini ia mengambil tasnya dan berlalu pergi.
Rianti jelas menatap melongo, namun setelahnya ia juga mengambil tasnya dan berkata, "Tungguin anjinc! Kebisaan banget!" Ia lalu berlari menyusul sahabatnya, sedangkan Erica yang mendengar hanya tersenyum simpul saja.
"Kan masih ada mata kuliah, mau kemana?" tanya Rianti yang kini sudah berada di samping Erica, sedangkan wanita tersebut menatap ke arah Rianti.
Erica menyela, "Terus lu sendiri mau kemana?" Rianti menoleh ke arah atasnya dan kini menyengir kuda saja, tanpa pikir panjang ia langsung merangkul lengan sahabatnya.
"Mau ikut lu lah," jawab Rianti sambil menaikkan kedua alisnya.
Wanita tersebut kini melanjutkan langkahnya, Rianti hanya mengikuti saja. "Kantin?" tanya Rianti.
Erica menjawab, "Iya. Laper gue." Rianti hanya menggelengkan kepalanya pelan, kini mereka berdua memasuki area kantin yang cukup ramai dengan mahasiswa lainnya, semua seolah terdiam dan menatap ke arah Erica terutama kaum adam.
"Erica nanti pulang bareng yuk."
"Ri kok gue belum di follow back si?"
"Makin hari makin cantik aja si Ri."
"Ri cek line gue dong."
"Erica nanti langsung pulang atau mau main dulu?"
Itu hanya sebagian yang mereka berdua dengar, Rianti hsnya tersenyum miring seolah malas mendengarnya sedangkan Erica tidak menggubrisnta hanya senyuman yang ia tampilkan. "Fans lu makin bar-bar aja," cetus Rianti.
Erica hanya tertawa pelan menanggapinya. Langkah wanita tersebut terhenti di kedai bakso. "Mang bakso urat, pake bihun satu," ucap Erica memesan.
"Lu mau pesan enggak?" tanya Erica sambil menyenggol sang sahabat.
Rianti lalu melihat menu yang tertulis di atas kedai tersebut. "Mie ayam pangsit deh," ucap Rianti.
"Sama mie ayam pangsit mang."
"Oke siap neng."
Mereka berdua kini melangkah untuk duduk di bangku tengah yang kosong, Erica memainkan handphonenya kembali dan menscroll sosial media. Rianti menatap ke arah sahabatnya dengan kerutan kening ketika Erica senyam-senyum kembali. "Heh! Lu kenapa si? Wah jangan-jangan masih stalking cowok yang tadi ya, coba lihat."
Erica lalu berusaha mengindar ketika Rianti ingin mengambil handphonenya. "Yeh kepo lu!" seru Erica.
Rianti jelas menatap cemberut ke arah sahabatnya. "Ish pelit banget lu! Bagi-bagi kalau ada barang bagus mah," cetus Rianti.
Erica menyela, "Barang bagus apaan?! Standar kaya gini mah." Sambil melihat ke arah handphonenya, Rianti jelas mengernyitkan dahi bertanya-tanya ketika sahabatnya bilang standar namun ia melihat senyuman tipis yang terbentuk di raut wajah sahabatnya.
"Katanya standar tapi di lihatin terus," sindir Rianti yang membuat Erica jelas terdiam lalu menjadi salah tingkah.
Rianti kembali berkata, "Gue jadi curiga kalau dia bakal jadi inceran lu."
"Bukan inceran lagi, tapi–" Ucapannya terputus ketika ia menyadari bahwa lebih baik ia membuat kejutan terhadap sahabatnta, Rianti yang mengerutkan kening.
Rianti menyela, "Tapi apa anjrink, kebiasaan dah." Erica jelas tertawa mendengarnya.
"Kepo lu ah," cetus Erica. Rianti hanya mendengus kesal terhadap sahabatnya.
Tak selang berapa lama pesanan mereka telah datang dan sudah di taruh di hadapan mereka berdua. Erica dan Rianti jelas langsung melahap makanan sebelum dingin.
Dering telepon membuat Erica menoleh sekilas, ia tersedak ketika melihat siapa yang meneleponnya. Rianti jelas menatap bingung ke arah sahabatnya. "Kenapa si lu?" tanya Rianti, Erica lalu mengambil handphonenya dan menaruh jari telunjuknya di bibirnya seolah menandakan agar sahabatnya diam sejenak.
"Halo, kenapa?"
"Lagi dimana kamu?"
"Kampus lah masa di mall."
"Saya ada di sekitar kampus kamu, mau saya jemput sekalian?"
"Serius lu mau jemput?" Laki-kaki tersebut hanya berdehem saja untuk menjawab, Erica tersenyum miring yang membuat sahabat yang ada di depannya mengenryitkan dahi sambil mengangguk keats seraya bertanya.
Wanita tersebut melirik ke arah jam di tangannya. "Gue kelar jam 11."
"Oke, saya akan tunggu kebetuluan saya ada janjian di cafe' dekat kampus kamu."
Erica lalu mematikan telepon secara sepihak yang membuat Dirga mengernyitkan dahi lalu tersenyum tipis dan menggelengkan kepala pelan. "Wanita ini," gumam Dirga, kini ia melajukan kembali mobil menujur tempat tujuannya.
"Siapa si? Lu mau di jemput siapa?" tanya Rianti bertubi-tubi.
Erica yang sedang melanjutkan memakan baksonya hanya menatap sekilas sahabatnya dan berkata, "Biasa."
Rianti jelas meutar bola matanya dengan malas dan menyela, "Biasa lu tuh apaan bambank!" Erica menyengir saja mendengarnya.
"Jadwal cuman ada dua doang kan?" tanya Erica, Rianti hanya mengangguk untuk menjawab pertanyaan sahabatnya.
"Gebetan baru lu ya?" tanya Rianti.
Erica menatap sekilas dan menjawab, "Calon."
"Calon gebetan? Astaga Eri! Ingat lu itu udah mau nik–" ucapannya terputus ketika tangan Erica jelas membekap mulut Rianti.
Eric berkata, "Bacot lu kurangin bangcat!" Rianti jelas menyengir kuda saja ketika hampir saja keceplosan soal sahabatnya yang ingin menikah.
"Maaf. Ya habisnya lu ngeseliin si, bukannya benahin diri malah berulah lagi," ujar Rianti.
"Yang jemput gue calon suami bukan calon gebetan."
"Ya kan sam–" Rianti menoleh dengan kilat ke arah sahabatnya yang kini menaikkan kedua alisnya.
"WHAT?! Calon suami lu?" tanya Rianti sedikit lantang yang membuat Erica jelas menatap sinis, untung saja kantin kampus dalam keadaan gaduh jadi tidak ada yang menyadari teriakan sang sahabat.
Erica menyela, "Sekali lagi lu teriak. Gue kasih sambel mulut lu!"
"Sadis!"
Rianti kini menatap sahabatnya dengan lekat dan berkata, "Eh tapi serius ini calon suami lu? Lu udah nerima dengan lapang begitu aja?"
"Dia yang mau jemput gue kok, lagi juga kebetulan kan gue jadi bisa nebeng," balas Erica dengan santai.
Rianti menatap penuh selidik dan curiga yang membuar Erica mengerutkan kening. "Jangan mikir yang macem-macem otak lu," cetus Erica.
"Ya gue bingung aja, kemarin aja nolak sekarang sampai mau di jemput. Ahhh, lu sengaja enggak mau pakai mobil ya," ucap Rianti sambil menunjuk sahabatnya.
Erica menatap jengah dan membalas, "Plis deh. Norak banget kalau lu mikir kaya gitu. Mobil gue tuh lagi di bengkel, mau gue poles dikit." Rianti yang mendengar hanya ber Oh ria saja seolah mengerti.
"Calon lu cakep enggak?" tanya Rianti sambil menaikkan kedua alisnya.
Erica menjawab, "Ya enggak malu-maluin lah. Walau enggak seganteng lee min hoo."
"Jadi kepo." Erica hanya tersenyun tipis menanggapi perkataan sahabatnya.
"Eh tapi lu serius nih mau nerima?" tanya Rianti.
Erica terdiam sejenak, ia kini menyeruput minuman yang menyegarkan dahaga wanita tersebut. "Sebenarnya si terpaksa, cuman gue sama dia udah buat kesepakatan pengenalan dulu sebelum menikah, ya siapa tahu gue bisa nemu keburukan dia yang bisa nolak perjodohan dengan alasan yang tepat," jelas Erica.
"Kalau ternyata dia enggak ada buruknya?" tanya Rianti. Wanita tersebut kembali terdiam mendengar pertanyaan sahabatnya.
Erica membalas, "Ya enggak ada salahnya nyoba hal yang benar." Rianti yang mendengar jawaban sahabatnya jelas terdiam seketika, namun setelahnya ia tertawa yang membuat Erica mengernyitka dahi melihat sang sahabat.
"Yeh malah ketawa."
Rianti berkata, "Ya lucu aja. Haha tumben banget otak lu benar." Ia kembali tertawa yang membuat Erica memutar bola matanya dengan malas.
"Kebiasaan lu mah!" cetus Erica yang kini menatap cemberut ke arah sahabatnya.
Rianti menyela, "Iya iya maaf yaellah."
Tak terasa waktu semakin berlalu, Erica menatap jam di tangannya yang sudsh menunjukkan jam 11. Dering telepon Erica berbunyi yang membuat Rianti juga menoleh penasaran. "Calon lu?" tanya Rianti, Erica hanya mengangguk lalu mengangkat telepon tersebut.
"Halo."
"Saya sudah ada di parkiran kampus kamu."
"Ya udah tunggu, gue otw."
Erica lalu mematikan telepon tersebut, ia lalu beranjak berdiri yang membuat Rianti juga berdiri. "Lu mau ngapain?" tanya Erica.
"Kepo sama calon lu," cetus Rianti.
Di sisi lain Dirga turun dari mobil untuk menunggu wanita tersebut, jelas ia menjadi pusat perhatian walau tidak seganteng artis korea namun Dirga termasuk tampan untuk laki-laki seumurannya, terlebih kini ia memakai tampilan yang bisa di bilang keren dan stylish.
"Eh tuh cowok siapa? Keren banget."
"Kaya pernah lihat deh di tv."
"Kira-kira siapa ya yang dia tunggu."
Dirga sesekali melirik ke arah jam di tangannya, ia bersedikap sambil menyender ke mobilnya. Erica sedang berjalan ke arah parkiran jelas di sepanjang jalan ia mendengar semua orang membicarakan laki-laki yang berada di parkiran.
Rianti menatap untuk mencari dimana calon suami sahabatnya tersebut, kini matanya tertuju kepada laki-laki yang menyender ke mobilnya ia menoleh ke arah sahabatnya dan berkata, "Itu calon lu." Erica hanya berdehem malas menanggapinya.
Erica kini melangkah mendekat ke arag Dirga yang sedang sibuk memainkan handphonenya. "Maaf nunggu lama."
Laki-laki tersebut mendongak dan berkata, "Saya juga baru datang." Dirga menoleh ke arah Rianti yang kini menatapmya dari atas hingga bawah seolah terpesona.
"Ini Anti, sahabat gue." Erica yang menyadari Rianti terdiam langsung menyenggolnya.
Rianti mengulurkan tangannya dan berkata, "Rianti."
"Dirga."
"Ini mah gue setuju banget lu sama dia," bisik Rianti. Erica yang mendnegar hanya menatap malas sahabatnya.
Erica berkata, "Ya udah ayuk."
"Sahabat kamu mau bareng?" tanya Dirga.
"Iy–"
Rianti menyela, "Enggak. Gue pulang bareng yang lain aja nanti." Erica jelas menoleh ke arah sahabatnya yang kini menyengir dan mendorongnya agar masuk ke dalam mobil.
Dirga membukakan pintu mobil untuk Erica, semua penghuni kampus jelas berbisik dan mulai menggosip, mereka berpikir kali ini dari kampus mana target wanita tersebut. Laki-laki tersebut lalu melajukan mobilnya keluar dari area kampus.
"Lu udah ketemu sama orang?" tanya Erica.
Dirga menjawab, "Sudah, makanya langsung jemput kamu." Erica hanya ber Oh ria mendengarnya, kini ia kembali fokus menatap lurus ke arah jalanan.
"Mau pulang atau mau kemana dulu?" tanya Dirga, Erica yang mendengar pertanyaan tersebut lalu melihat ke arah jam di tangannya.
Erica menjawab, "Baru jam segini, kalau pulang boring banget."
"Ya sudah mau kemana?" tanya Dirga kembali.
"Lihat yang hijau-hijau kayanya seger," ucap Erica.
Laki-laki tersebut menoleh sekilas ke arah wanita yang duduk di kursi samping. "Puncak?" tanya Dirga.
"Boleh." Raut wajah Erica kini seolah tersenyum senang membuat Dirga yang melihat juga ikut tersenyum.
"Kalau gitu ijin dulu sama orang tua kamu," ujar Dirga.
Erica menoleh ke arah Dirga dan menghela nafasnya dengan pasrah. "Harus banget emang?" tanya Erica.
"Harus lah." Erica memutar namanya dengan jengah, dengan terpaksa ia menelepon sang Ibu.
"Halo Bu."
"Iya sayang, mau minta jemput?"
"Enggak Bu, aku cuman mau ijin pergi."
"Mau pergi kemana? Sama siapa?"
Erica menoleh sekilas ke arah Dirga yang fokus menyetir namun juga mendengarkan. "Ke puncak Bu, sama Dirga."
Retti yang mendengar jelas tersenyum bahagia yang membuat sang suami menoleh sekilas. "Serius nak kamu sama Dia? Yasudah kalau sama Dia enggak papa, kalian berdua hati-hati ya."
"Iya Bu." Retti lalu mematikan teleponnya setelah mendengar jawaban dari sang anak.
Gerry jelas berdiri dan melangkah ke arah istrinya. "Kenapa Bu? Erica kemana?"
"Dia lagi jalan-jalan Pah," jawab Retti.
"Anak itu!" seru Gerry.
Retti menyela, "Dia jalan-jalan sama Dirga Pah." Gerry jelas melihat ke arag sang istri dengan raut wajah tidak percaya.
"Hah? Serius Bu? Syukurlah." Gerry bernafas lega kalau ternyata ssng anak pergi dengan calon suaminya.