MDILY 10

2054 Kata
Erica masih fokus ke handphonenya seolah ada yang menarik di benda pipihnya tersebut, tak jarang ia senyam-senyum sendiri yang membuat Rianti hanya mengernyitkan dahi bertanya-tanya. "Kenapa lu? Dapet jackpot lagi?" tanya Rianti. Wanita tersebut hanya menjawab, "Lagi lihat-lihatin comment'an di i********: ini." Rianti yang mendengar hanya ber Oh ria saja, sesekali Rianti menoleh ke arah segerombolan pria yang sedari tadi melihat ke arah mereka berdua. "Fans lu lagi tuh," ujar Rianti yang membuat Erica menghentikan aktifitasnya dan melihat ke arah sahabatnya lalu menoleh ke arah segerombolan pria yang kini tersenyum ke arah dirinya. Erica hanya tersenyun tipis tanpa berkata. "Oh iya, udah enggak ada jadwal lagi kan kita?" tanya Erica. Rianti membalas, "Udah enggak Ri. Kenapa?" "Mau langsung balik gue, udah janji sama nyokap buat langsung balik," ujar Erica. "Tumben banget," cetus Rianti lalu tertawa pelan melihat ke arah sahabatnya. "Nanti gue anter lu dulu," ucap Erica. Rianti menoleh dan berkata, "Enggak usah. Gue mau ke mall. Ada janji juga." Erica lantas menatap ke arah sahabatnya dengan tatapan penasaran. Wanita dengan rambut sebahu tersebut jelas langsung mengerutkan keningnya melihat raut wakah Erica yang penuh tanda tanya. "Kenapa si Ri?" tanya Rianti. Erica berkata, "Lu mau janjian sama siapa? Enggak biasanya nih lu ke mall sendiri?" Rianti yang mendengar pertanyaan tersebut langsung terdiam, dan raut wajahnya kini salah tingkah. "Eng–gak, enggak janjian kok," jawab Rianti dengan terbata-bata yang membuat Erica menatap semakin curiga. "Awas ya kalau enggak cerita-cerita," cetus Erica sambil menunjuk sahabatnya. "Iya, iya Ri." Erica lalu berdiri dan mengambil tasnya. "Kalau gitu gue duluan ya, kabar-kabarin kalau ada berita baik," ucap Erica sambil menaikkan kedua alisnya. Rianti lalu menghormat ke arah sahabatnya lalu berkata, "Siap komandan Erica!" Jelas wanita tersebut di buat tertawa karena perilaku Rianti. Erica kini berjalan keluar dari kantin dengan kaca mata yang bertengger di hidungnya, Rianti yang melihat dari tempat duduknya hanya mengulumkan senyumnya sambil menggelengkan kepalanya. "Susah emang kalau punya teman seleb mah," gumam Rianti. Deruman mobil milik Erica keluar dari parkiran kampus, banyak yang melihat karena mereka tahu siapa sosok di balik mobil mewah tersebut. "Kita setel lagu," gumam Erica lalu ia menyetel lagu untuk menemani perjalanan ia pulang. Kini ia telah sampai di rumahnya, ia memarkirkan mobilnya di halaman rumah. Tanpa pikir panjang ia langsung melangkah ke arah ruang tamu yang sudah ada kedua orang tuanya yang sedang duduk santai, ia tersenyun sekilas sebelum kembali melangkah untuk menghadap di deoan kedua orang tuanya "Bu, Pah." Kedua orang tuanya jelas sedikit terkejut dan menoleh ke arah sumber suara. Retti berkata, "Eh kamu udah balik kak?" ketika melihat sang anak kini ada di hadapannya. Erica hanya tersenyum menanggapi pertanyaan sang ibu dan berkata, "Ibu sama Papah mau ngomong apa?" "Duduk dulu nak," ujar Retti. Wanita tersebut lalu terdiam dan mengikuti perkataan sang ibu, sesekali ia melirik ke arah sang papah. Kedua orang tuanya saling menatap satu sama lain yang membuat Erica mengernyitka dahi dengan bingung. "Bu." "Ib dan Papah memutuskan untuk membatalkan perjodohan ini," ujar Retti. Wanita tersebut jelas terkejut karena perkataan sang ibu, ia menatap ke arah sang papah yang kini terdiam bahkan mungkin tidak sanggup untuk melihat ke arah dirinya. Erica bertanya, "Kenapa Pah?" Gerry yang mendengar pertanyaan sang anak menatapnya sekilas dan tersenyum getir. Kini Erica menatap ke arah sang Ibu. "Ibu sama Papah enggak mau membuat kamu menderita karena perjodohan ini, walau sebenernya Ibu Papah berharap atas perjodohan ini," ungkap Retti, Erica masih menatap lekat sang papah yang tak sepatah kata pun keluar dari bibirnya. Erica tersenyum pilu, seolah mengetahui bahwa orang tuanya benar-benar menyayanginya hingga melakukan apapun untuk kebahagiaan dirinya. Bukankah kurang ajar dirinya tersebut, ia sudah terlalu meminta kebahagian atas nama dirinya, namun tidak pernah tahu apa kebahagiaan dari orang tuanya. Ia menghela nafasnya dan menatap tulus ke arah kedua orang tuanya. "Aku bakal menerima perjodohan ini." Tatapan kedua orang tuanya begitu terkejut ketika mendengar pernyataan dari sang anak, kedua orang tuanya saling menatap satu sama lain dan beberapa kali menatap ke arah Erica. Erica bertanya, "Kenapa?" Ketika melihat kedua orang tuanya seolah tidak menggubris perkataannyan "Kamu enggak salah ngomongkan Kak?" tanya Retti, Erica hanya menggeleng untuk menjawabnya yang bertanda kalo ia tak salah mengucap. "Alasannya?" tanya Geryy, Erica tersenyum simpul akhirnya sang Papah mengeluarkan kalimat di bibirnya. Erica menjawan, "Ya menuruti kemauan Ibu sama Papah, di pikir-pikir enggak ada salahnya setia pada satu cowok dan itu suami Erica." Kedua orang tuanya tersenyum bahagia mata yang membinar menandakan bahwa mereka sangat bahagia. Perkataan Erica soal setia itu hanya bualan, entah apa yang akan ia lakukan terhadap laki-laki yang akan menjadi suaminya nanti. "Benar Kak?" tanya Geryy. Erica mengangguk dan berkata, "Benar Pah. Apa mau Erica berubah pikiran?" Sambil menaikkan kedua alisnya. Gerry jelas melotot dan berkata, "Jangan!" Erica jelas tersenyum simpul mendengarnya. "Jadi kapan Erica ketemu sama calon suami Erica?" tanya Erica. Geryy membalas, "Kapan kamu siapnya aja Kak." "Okeh malam ini." Erica lalu berdiri dan melamgkah ke kamarnya meninggalkan kedua orang tuanya yang masih terdiam saling menatap satu sama lain. Retti bertanya, "Pah? Ibu enggak salah dengarkan?" Gerry lalu menggelengkan kepalanya pelan. "Enggak Bu." Mereka berdua kini saling menatap satu sama lain, senyum bahagia tidak terhindar lagi di raut muka mereka berdua. "Papah mau ngabarin dia dulu," ucap Gerry lalu mengambil handphone-nya dan mencari nomor yang akan ia kirim pesan. Sedangkan di sisi lain Erica kini merebahkan dirinya setelah melempar tote bagnya. "Emang paling enak rebahan," gumam Erica. "Enggak nyangka gue udah mau jadi istri orang nantinya," ujar Erica. Baru saja ia ingin memejamkan matanya notifikasi pesan membuatnya kembali membelakkan matanya. "Siapa si anjinc." Ia mengambil handphone-nya dengan meraba, dengan mata yang berat ia melihat siapa yang mengirim pesannya. Beberapa detik kemudian ia melotot kaget dan terduduk di kasurnya. "Noval ngabarin gue." Tanpa pikir panjang ia langsung membuka pesan tersebut. Noval : Maaf ya aku sibuk belakangan ini, aku sayang kamu. Erica tanpa sadar tersenyum tipis melihatnya. "Gimana gue mau putusin kalau di antara pacar-pacar gue, dia yang paling baik, bahkan treck rekornya enggak ada yang buruk lah," kata Erica. Ia menghembuskan nafasnya secara perlahan, ia menaruh kembali handphone-nya tanpa membalas pesan dari Noval tersebut. "Gimana gue bilangnya, kenapa gue segampang itu bilang mau di jodohin ya. Arrgghhh." Erica menggulingkan kekanan kekiri karena pikirannya kini seolah tercabang dan ragu. Dering telepon membuat Erica mengerutkan kening, ia lalu kembali mengambil handphone-nya dan melihat siapa yang meneleponnya. "Rianti? Tumben banget," cetus Erica, tanpa pikir panjang ia langsung mengangkatnya. "Ri, lu dimana?" "Gue di rumah Nti, baru sampai. Kenapa? Suara lu kenapa?" "Ri." Erica terduduk ketika mendengar tangisan dari sahabatnya. "Nti lu kenapa? Bilang sama gue!" "Tolongin gue Ri." Tangisan Rianti semakin pecah yang membuat Erica kini khawatir. "Lu dimana? Kirim sharelock sekarang!" Erica lalu mematikan teleponnya, ia mengambil kunci mobil dan melangkah terburu-buru menuruni tangga. Kedua orang tuanya yang berada di ruang keluarga jelas menoleh ketika suara langkah kaki menuruni tangga. Gerry bertanya, "Kak kamu mau kemana?" "Mau nyamoerin Anti Pah." Geryy menoleh ke arah istrinya yang kini memghendikkan bahunya. Erica kini sedikit berlari dan buru-buru memasuki mobilnya. Wanita tersebut melaju mobil dengan kecepatan sedikut kencang, ia sesekali melihat ke arah handphonenya untuk melihat maps. Erica benar-benar khawatir ketika tadi mendengar tangisan sahabatnya. Erica jelas mengerutkan kening ketika telah sampai di lokasi yang di kirim Rianti, ia melihat ke arah sekeliling. "Tapi benar ini," gumam Erica tanpa pikir panjang ia turun dari mobilnya dan mencari sahabatnya dengan berjalan kaki. "Nti angkat!" kata Erica ketika ia berusaha terus menelepon sahabatnya namun tidak juga di angkat, ia terus menelepon dengan kaki yang terus melangkah, dengan mata yang terus mengawas kesekitar. "Anti!" seru Erica ketika melihat sahabatnya tak sadarkan diri, ia berfokus juga ke arah laki-laki yang berada di dekat sahabatnya. Erica berteriak, "JANGAN SENTUH SAHABAT GUE!" Laki-laki tersebut menoleh ke arah sumber suara yang begitu nyalang. Wanita tersebut lalu menghampiri Rianti yang tak sadarkan diri. Wanita tersebut menatap nyalang ke arah laki-laki tersebut dan menarik bajunya agar mendekat ke arahnya, tanpa segan-segan ia memukul wajah laki-laki tersebut. "Jangan kurang ajar lu jadi cowok! Lu apain sahabat gue?!" "Gue engga–" Bugh! Pukulan keras mendarat di pipi laki-laki tersebut hingga sudut bibirnya mungkin sudah mengeluarkan darah, Erica mendorong laki-laki tersebut dengan kasar hingga tersungkur. Ia kini berfokus untuk membopong sahabatnya. "DIAM! ATAU GUE BUAT LU MAKIN TERLUKA!" seru Erica ketika melihat laki-laki tersebut ingin membantu membawa Rianti. Kini Erica berjalan dengan susah payah karena membopong Rianti. "Nti sabar, gue bakal bawa lu ke rumah sakit," kata Erica. Untung saja mobil Erica tidak terlalu jauh untuk di hampiri. Erica meletakkan Rianti di bangku sampingnya, setelahnya ia masuk ke dalam mobil dan melajukan mobil dengan kecepatan penuh. Sedangkan di sisi lain laki-laki tersebut berjalan dan tersenyum tipis. "Wanita itu lagi." Sesekali ia memegang wajahnya yang habis di pukul dua kali oleh wanita tersebut. Erica kini sudah berada di rumah sakit, ia langsung memanggil suster untuk membantu membawa sahabatnya. "Dok tolong periksa teman saya," ujar Erica ketika sang dokter menghampiri. "Baik, saya akan periksa dulu." Erica kini duduk di ruang tunggu kamar rawat sahabatnya. Ia mengangkat kedua tangannya dan mengusap ke arah wajahnya. Erica menyenderkan tubuhnya di kursi ruang tunggu dengan raut wajah yang cemas, sesekali ia berdiri dan mondar-mandir di depan ruang rawat sahabatnya, tak lama kemudian dokter dan suster keluar. "Dok gimana?" tanya Erica. "Dia hanya shock saja." Erica bernafas lega tidak ada kejadian yang buruk terhadap sahabatnya. "Boleh saya masuk kan?" tanya Erica. Sang dokter menyahut, "Silahkan." Erica lalu masuk ke dalam ruang rawat sahabatnya. Ia berjalan mendekati sahabatnya yang kini sudah tersadar dari pingsannya. "Gimana?" tanya Erica. Rianti tersenyum tipis. "Ri makasih ya." "Besok-besok jangan betingkah lagi ya, jangan bikin gue spot jantung," ujar Erica ketika duduk di samping sahabatnya. "Maaf Ri." Erica menyahut, "Gue udah hajar cowok yang buat lu nangis dan sampai buat lu telepon gue." Rianti jelas mengerutkan kening. "Cowok?" "Iya cowok, eh kalau di pikir-pikir itu cowok kaya yang waktu di resto dan lampu merah," kata Erica. Rianti lalu melotot ke arah sahabatnya. "Jangan bilang– dia yang lu pukul?" "Ya iyalah emang adanya dia doang, terus lu berharap gue mukul apa? Tiang listrik?" ujar Erica sambil memutar bola matanya dengan jengah. "Erica!" seru Rianti sedikit lantang yang membuat Erica menutup telinganya karena bising. Wanita tersebut menyela, "Kenapa si Nti? Sakit aja masih teriak-teriak gitu." "Lu tahu enggak? Lu tuh salah sasaran, tuh cowok yang malah nolong gue," ungkap Rianti. Erica yang mendengar jelas langsung menoleh ke arah sahabatnya dengan melongo. "Serius lu?!" Rianti mengangguk. Erica tertunduk dan berkata, "Mana gue udah pukul dua kali lagi." Rianti yang mendengar melotot tidak percaya, ia menepuk jidatnya ketiak mengetahui kelakuan sahabatnya. "Makanya jangan asal mukul." "Ya lagi lu pingsan, jadi enggak bisa gue tanyain," jawan Erica dengan polos. "Istigfar gue punya sahabat kaya lu," cetus Rianti. Erica berkata, "Terus gimana dong? Gimana kalau dia nuntut gue?" Rianti menghendikkan bahunya dan berkata, "Resiko lu." "Ya lagi tuh laki tadi mau gendong lu, gue kira dia yang buat lu nangis dan pingsan kaya gitu," cetus Erica. "Minta maaf sana lu," jelas Rianti. Erica menyela, "Lu habis pingsan lupa ingatan ya?" Rianti yang mendengar tersebut hanya mengerutkan keningnya bingung. "Gimana gue mau minta maaf, gue apa enggak tahu dia siapa, rumahnya dimana, siapa emak bapaknya," ujar Erica panjang lebar. Rianti yang mendengar terdiam, namun srtelahnya ia mengangguk-angguk seolah mengerti. Rianti berkata, "Iya juga si." "Nanti malam biar Dio Yang nemanin lu," ucap Erica. Rianti jelas melotot tidak percaya ke arah sahabatnya. Rianti menyela, "Kok Dio? Lu mau kemana emang?!" "Gue mau ketemu sama calon laki gue, lah emang kenapa kalau Dio? Dia baik kok, lu nya aja tuh sembarangan ketemu sama cowok lain, kan gue bilamg respon aja si Dio," jelas Erica. Rianti yang mendengarnya hanya berdehem-dehem saja, seolah malas menanggapi ocehan sahabatnya. Rianti menyela, "Eh lu bilang apa? Lu mau ketemu calon suami lu?" Erica berdehem lalu mengangguk seolah mengiyakan pertanyaan dari semua sahabatnya. "Lu serius akhirnya nerima perjodohan itu?" "Iya mau gimana lagi, anggap aja gue bahagiain orang tua gue," jawab Erica. Rianti kini menekuk wajahnya yang membuat Erica menoleh dan menatap dengan raut wajah bingung. "Lu kenapa? Ada yang sakit?" Rianti hanya menggelengkan kepalanya pelan. "Gue sedih aja nanti enggak bisa hangout lagi bareng lu," ujar Rianti. Erica lalu memutar bola matanya dengan malas lalu berkata, "Astaga gue kira kenapa. Tenang aja kali, gue enggak bakal di atur sama suami gue nanti." Rianti yang mendengar lalu menyeringai ke adah sahabatnya
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN