Ketahuan

2011 Kata
“Bi, saya mau ke sebelah dulu ya,” ujar Jonathan. “Nggak makan dulu Den?’ tanya Surti. “Nanti aja Bi, masih kenyang.” Jonathan melanjutkan langkahnya menuju ke halaman samping menuju ke rumah Amel. Akhir pekan kali ini terasa sangat membosankan untuk Jonathan karena Reza sedang menemani ibunya ke rumah saudara hingga tidak dapat datang ke rumahnya. Buku-buku komik yang terakhir dibeli juga sudah habis dibaca. Karena itu dia berniat mengajak Amel keluar untuk menemaninya membeli komik. “Mel, nanti sore ada acara nggak?” tanya Jonathan. “Nggak, kenapa?” “Nggak pergi sama Rio? Kan malam minggu?” “Nggak, dia ada kerja kelompok. Mau apaan sih?!” tanya Amel gemas. “Temenin aku nyari komik ya,” pinta Jonathan. “Ada traktirannya nggak?” tanya Amel penuh harap. “Hm.” “Kalo gitu, gue mau,” sahut Amel cepat. “Mau jalan jam berapa?” “Jam lima juga boleh,” sahut Jonathan setelah berpikir sesaat. “Sekalian nonton yuk,” ujar Amel. “Nonton apa?” “Ya nonton bioskop lah, masa layar tancep. Mau?” “Hm,” sahut Jonathan. “Oke. Kalo gitu gue masih sempet tidur siang dulu.” Amel berdiri dan berjalan meninggalkan Jonathan yang masih duduk santai di sofa. “Kamu mau ke mana?’ tanya Jonathan. “Tidur lah, kan mau pergi sama elo.” Jonathan terkekeh mendengar jawaban Amel. Sahabatnya ini memang cepat mengantuk di manapun tempatnya. “Dasar bayi!” ujar Jonathan. “Biarin,” sahut Amel. Begitu Amel naik ke atas, Jonathan memutuskan pulang untuk beristirahat di rumah sambil menunggu waktu untuk pergi. Jam setengah lima, Jonathan kembali ke rumah Amel dalam keadaan sudah rapi. Tiba di ruang keluarga, dia melihat Amel sedang duduk sambil menonton. “Udah siap?” tanya Jonathan. “Udah dong, masa nggak bisa liat gue udah cantik gini sih,” gerutu Amel. Jonathan memandangi penampilan Amel. Mengenakan atasan berbahan rajut warna hijau tosca dipadu rok rimpil di atas lutut berwarna putih, sangat serasi dengan warna kulitnya. “Kalo gitu, ayo jalan sekarang,” ujar Jonathan sambil mengulurkan tangan pada Amel. Amel langsung menyambut uluran tangan Jonathan. Mereka berjalan bersisian sampai ke teras. “Tapi hujan Jo,” ujar AMel saat mereka tiba di teras. “Kan kita naik mobil. Kamu tunggu di sini sebentar.” Jonathan berlari kecil menuju mobil yang diparkir tidak jauh dari teras.  “Ayo naik,” ujar Jonathan dari dalam mobil sambil membukakan pintu samping untuk Amel. Sepanjang perjalanan mereka ditemani hujan deras dan lalu lintas yang cukup padat. Setiba di mall, Jonathan dan Amel menuju ke toko buku yang terletak di lantai satu. Dengan setia Amel menemani Jonathan yang sibuk memilih beberapa komik sambil melihat-lihat sekilas buku yang dipajang di rak. Selesai memilih komik yang diinginkan, Jonathan berjalan ke kasir ditemani oleh Amel. Setelah membayar, Jonathan dan Amel keluar dari toko buku. “Kita mau langsung nonton apa makan dulu?” tanya Jonathan. “Beli tiket aja dulu, terus makan.” “Oke,” ujar Jonathan. Jonathan menggandeng tangan Amel menuju ke lantai atas tempat bioskop berada.  “Mel, kamu mau nonton apa?” tanya Jonathan saat mereka tiba di bioskop. “Bebas sih, semua juga suka.” “Oke, kamu tunggu sini, biar aku beli tiket dulu,” sahut Jonathan. “Gue ikut aja, males banget nunggu sendirian di sini,” sahut Amel. Setelah mengantri dan membeli tiket, Amel menarik tangan Jonathan menuju bagian penjualan makanan dan minuman. Saat sedang membeli popcorn, tanpa sengaja Amel melihat Rio sedang masuk ke dalam bioskop bersama beberapa orang temannya. Melihat hal itu, Amel langsung emosi dan berjalan meninggalkan Jonathan untuk menghampiri Rio yang sedang asik tertawa bersama teman-temannya. “Kamu mau ke mana Mel?” tanya Jonathan saat Amel beranjak dari sisinya. “Tunggu bentar.” Amel berjalan menghampiri Rio. Jonathan yang melihat hal itu langsung keluar dari antrian dan mengejar sahabatnya. “Katanya mau kerja kelompok?!” tanya Amel begitu tiba di belakang Rio. Rio langsung membalikkan badan saat mendengar suara Amel yang terdengar ketus. “Amel? Ngapain di sini?” tanya Rio terkejut dengan kehadiran Amel. Dia sama sekali tidak menduga jika akan bertemu dengan kekasihnya di sini. Tadi dia memang beralasan ada tugas kelompok karena ingin menghabiskan malam minggu bersama teman-temannya. “Emangnya cuma elo doang yang bisa pergi?!’ sindir Amel sambil menahan amarah. “Kamu ke sini sama siapa?” tanya Rio berusaha bersikap tenang. Sementara itu, tema-teman Rio langsung terdiam, dan beberapa pengunjung juga langsung memperhatikan mereka. Jonathan yang melihat eadaan tida baik, langsung mencekal tangan Amel dan menarik gadis itu untuk keluar dari sana. “Ngapain elo narik gue?!” seru Amel sambil menyentakkan tangannya dari cekalan Jonathan ketia sudah berada di luar bioskop. “Jangan marah di depan umum Mel, malu. Tahan emosi kamu,” ujar Jonathan lembut. “Urusan sama elo?!” “Iya, itu jadi urusan aku,” sahut Jonathan. “Kenapa emangnya?!” “Karena kamu sahabat aku, dan aku nggak mau liat kamu permalukan diri cuma karena orang kayak Rio!” sahut Jonathan datar. “Tapi dia udah bohong sama gue Jo, udah gitu dia pake gandeng cewek lain segala! Pacar mana yang nggak emosi kalo ngeliat yang kayak gitu!” ujar Amel sambil mengentakkan kakinya. “Iya, aku paham, tapi nggak usah bikin malu diri sendiri Mel. Kamu itu jauh lebih berharga dari orang kayak gitu.” “AMEL!” seru Rio dari kejauhan. “Gue mau pulang aja Jo,” ujar Amel sambil berjalan menjauhi Rio. Jonathan bergegas menyusul Amel, merangkul bahunya dan berjalan meninggalkan Rio yang masih terus mengejar. “Mel! Tunggu!” ujar Rio sambil menahan tangan kiri Amel. “LEPAS!” ujar Amel sambil menyentakkan tangannya dari genggaman Rio. “Mel, dengerin penjelasan aku dulu,” pinta yang sudah berdiri di hadapan kekasihnya. “Jo, bawa gue pergi,” ujar Amel pelan. Begitu mendengar permintaan Amel, Jonathan langsung bertindak. Tanpa mempedulikan Rio, dia menggandeng tangan AMel dan membawa gadis itu pergi. “Lepasin cewek gue!” ujar Rio dingin pada Jonathan. Jonathan menghentian langkahnya. Perlahan dia melepaskan genggaman tangan, dan berbalik menghadap Rio. “Cewek lo?!” tanya Jonathan datar. “Emang siapa yang elo maksud?!” “Dia cewek gue,” ujar Rio sambil menunjuk pada Amel. “Denger ya, ini di tempat umum. Kalo emang Amel itu cewek lo, tentunya elo nggak mau bikin dia malu karena jadi tontonan orang banyak?! sahut Jonathan datar. “Kalo emang elo masih punya perasaan, biarin Amel pergi.” Setelah mengatakan hal itu, Jonathan berbalik dan meneruskan langkahnya bersama Amel. Jonathan membawa Amel sampai ke mobil tanpa berkata sepatah kata pun. Hatinya sangat marah melihat gadis yang sangat disayangi harus terluka karena perbuatan Rio. Jika tidak ada Amel, Jonathan tidak tahu apa yang akan dia lakukan pada pemuda itu.  “Kamu mau langsung pulang?” tanya Jonathan saat mobil yang dibawanya mulai meninggalkan mall. “Nggak! Nggak mungkin pulang dengan suasana hati kacau kayak gini,” sahut Amel yang sedang berusaha menahan air matanya yang mengancam jatuh. “Kamu mau ke mana?” tanya Jonathan lembut. “Nggak tau Jo,” sahut Amel dengan bibir bergetar. Jonathan yang melihat Amel sedang berusaha menahan tangis mengulurkan tangan kirinya dan menggenggam tangan kanan sahabtnya. “Ngapain kamu nangis? Orang kayak Rio nggak pantes buat kamu tangisin. Air mata kamu sangat berharga Mel.” Amel seperti tersadar saat mendengar perkataan Jonathan. Dia menarik napas panjang dan berusaha mengusir rasa kecewa di hatinya. “Gue mesti gimana Jo?” tanya Amel. “Gimana apanya?” “Gue mesti gimana ke Rio?!” “Jangan tanya sama aku Mel, karena jawaban aku pasti nggak seperti yang kamu mau. Kan kamu tau gimana aku ke Rio,” sahut Jonathan tegas, akan tetapi tetap lembut. Di satu sisi Jonathan sangat mengharapkan Amel memutuskan hubungannya dengan Rio, tapi di sisi lain dia tidak ingin gadis itu mengambil keputusan dalam keadaan emosi yang mungkin akan disesali nantinya. “Sekarang yang kamu liat dia memang pergi sama temen-temennya, tapi kita nggak tau besok-besok akan seperti apa. Kalo udah bisa berbohong satu kali, maka untuk yang kedua dan selanjutnya akan sangat mudah untuk dilakukan.” Jonathan kembali mengungkapkan pemikirannya. “Jadi maksud lo, gue putus aja sama Rio?!” “Keputusan di tangan kamu Mel. Selama ini yang aku tau kamu paling benci sama orang yang berkata nggak jujur.” “Ah, gue jadi makin pusing,” keluh Amel. “Pikirin baik-baik. Sekarang kamu tenangin diri dulu. Kalo pikiran kamu udah jernih, baru ambil keputusan yang tepat.” Jonathan memberikan sarannya untuk Amel. “Gara-gara Rio, kita batal nonton!” gerutu Amel. “Kan besok masih bisa,” sahut Jonathan tenang. “Gimana kalo makan? Kamu pasti udah laper.” “Boleh juga. Gue mau makan yang banyak, biar ngantuk, terus tidur.” “Oke, tapi ngomong-ngomong, angkat dulu telepon kamu, berisik dari tadi bunyi terus.” “Biarin, paling dari Rio. Gue lagi males denger suara dan pembelaan dia,” sahut Amel datar. Diam-diam Jonathan tersenyum mendengar jawaban Amel. Andai seperti ini terus, tidak tertutup kemungkinan Amel akan mengakhiri hubungannya dengan pemuda itu. Bukan dia bahagia jika Amel sampai putus dengan Rio, tapi memang tanpa Amel tahu, kekasihnya itu telah banyak berbohong. Jonathan sudah mengetahui tentang Rio beberapa waktu yang lalu. Namun, dia masih diam dan menunggu saat yang tepat untuk mengungkapkannya pada Amel sambil mengumpulkan beberapa bukti lagi yang tidak dapat dibantah oleh Rio.  “Kamu mau makan apa Mel?” tanya Jonathan mengalihkan suasana. “Nongkrong di Krink’s aja yuk,” pinta Amel. “Boleh.” “Tumben mau, biasanya susah banget diajak ke sana,” ledek Amel. “Buat kamu apa sih yang nggak,” sahut Jonathan tenang. Amel terdiam mendengar perkataan Jonathan yang diucapkan dengan nada biasa. Sejak beberapa waktu yang lalu, Amel jadi sering membandingkan Rio dengan Jonathan.  Rio memang kekasih yang baik, akan tetapi terkadang sorot mata Rio membuat dirinya merasa tidak nyaman dan terkadang membuatnya merinding. Berbeda dengan Jonathan yang tatapan matanya selalu teduh, walaupun terkadang juga terlihat dingin, apalagi terhadap orang yang tidak disukai. Tanpa banyak kata, Jonathan mengarahkan mobil menuju tempat yang disebutkan Amel, walaupun lokasinya cukup jauh. Setiba di sana dan setelah memarkir mobil, Amel turun terlebih dahulu dan menghampiri pintu sebelah kanan, menunggu Jonathan turun. “Rame Jo,” ujar Amel. “Ya wajar Mel, kan malam minggu,” sahut Jonathan sambil menggandeng tangan sahabatnya. Mereka berjalan bersisian menuju pintu masuk dan langsung disambut oleh pelayan pria yang membawa mereka ke meja yang masih kosong, dan kebetulan letaknya cukup dekat dengan panggung. “Mau pesen apa?’ tanya Jonathan setelah mereka duduk. Amel melihat-lihat buku menu bersama Jonathan. Setelah menentuan pilihan, pelayan pun pergi meninggalkan mereka. “Kenapa sih kamu seneng banget ke sini?” tanya Jonathan sambil menunggu pesanan mereka datang. “Ngga tau juga, cuma seneng aja karena di sini ada live music nya. Jadi gimana gitu suasananya,” sahut Amel apa adanya. “Bukan karena suasananya yang romantis? Jadi enak buat pacaran?” goda Jonathan. “Aish! Pikirannya!” gerutu Amel. “Emangnya elo sama gue pacaran? Kan nggak.” Jonathan terkekeh mendengar gerutuan sahabatnya. Dia senang karena terlihat Amel sudah mulai bisa tenang kembali. “Mending dengerin kamu ngedumel Mel, daripada liat kamu nangis,” ujar Jonathan. “Emang kenapa?” “Kamu kalo nangis jadi jelek,” ledek Jonathan. Amel mendelik mendengar jawaban spontan Jonathan yang diucapkan sambil terkekeh. Saat Amel ingin melontarkan balasan, pelayan datang membawakan pesanan mereka, dan Amel pun urung membalas. “Makan dulu Mel,” ujar Jonathan sambil meringis. “Awas lo ya!” ancam Amel. Mereka menikmati makan malam sambil mendengarkan grup band yang mengisi acara di sana. “Lo tau ngga, gue belum pernah ke sini sama Rio,” ujar Amel setelah mereka selesai makan. “Kenapa?” “Nggak mau aja,” sahut Amel. “Tempat ini cuma mau gue datengin sama elo.” “Karena?” “Buat gue tempat ini spesial Jo, dan gue cuma mau ke sini sama orang yang spesial juga.” Jawaban yang keluar dari mulut Amel sukses membuat Jonathan terdiam dan tidak tahu harus berkata apa.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN