Datang ke Sekolah

2126 Kata
Sepanjang hari ini Amel hampir tidak keluar dari kamarnya, kecuali untuk makan. Dia juga tidak menjawab panggilan telepon dari Rio, bahkan tidak membuka sama sekali pesan dari kekasihnya. Hatinya masih kesal jika mengingat perbuatan Rio yang telah membohongi dirinya kemarin malam. “KAK!” panggil Brenda dari luar kamar sambil mengetuk pintu kamar. “APA?!” sahut Amel. “Aku masuk ya?” “Masuk aja!” Brenda membuka pintu kamar dan masuk menghampiri kakaknya yang sedang tiduran dengan posisi melintang sambil membaca majalah remaja. “Kak, elo lagi berantem sama Kak Rio?’ tanya Brenda yang sudah duduk di samping Amel. “Bawel banget sih?!” “Gue nanya serius lho,” sahut Brenda. “Kalo iya emang kenapa?!” “Pantesan ….” “Apaan sih?!” sentak Amel mulai kesal. “Pantesan dari tadi pagi dia telepon mulu ke rumah. Ditanya ada apa cuma bilang ada perlu dan mau ngomong sama Kakak,” sahut Brenda sambil merebahkan diri di tempat tidur. “Biarinin aja, nggak usah dijawab! Kalo perlu nggak usah diangkat sekalian!” sahut Amel ketus. “Gimana bisa nggak diangkat?! Lha kalo yang telepon nyari aku atau papa dan mama gimana?” “Biarinin aja! Toh kalo perlu kan bisa telepon ke hape kalian masing-masing!” “Ngawur ih!” seru Brenda gemas. “Lagian elo duluan sih!” “Kok jadi gue sih!” timpal Brenda kesal. “Yang punya masalah kan kalian, jangan bawa-bawa orang rumah dong!” “Udah ah, mending elo keluar! Gue males liat muka lo!” sahut Amel ketus. Brenda bangkit dari tempat tidur. Dia memandangi kakaknya sebelum akhirnya mengutarakan isi hatinya. “Kak, terserah elo mau denger apa nggak. Mending udahin aja hubungan Kakak sama dia, toh nggak pantes juga kan masih pacaran sama Kak Rio di saat elo udah tunangan sama Kak Ardian.” Usai mengatakan itu, Brenda bergegas keluar sebelum dirinya kena amukan kakaknya. Amel terdiam mendengar perkataan Brenda barusan yang seperti guyuran air es di tubuhnya. Mau tidak mau Amel kembali memikirkan keadaan dirinya yang sudah memiliki tunangan. Suka tidak suka, itulah kenyataan yang harus dia hadapi, walaupun sampai detik ini setelah tiga bulan bertunangan belum sekalipun Ardian menghubungi dirinya. Pria itu benar-benar menepati janji untuk tidak mengganggu  dirinya. “Woy! Kenapa ngelamun?!” tegur Jonathan yang baru masuk melalui pintu balkon. “Berisik!” sahut Amel ketus. “Kamu kenapa lagi?” tanya Jonathan sambil duduk di karpet. “Cape, bete, ngantuk.” “PR buat besok udah selesai?” tanya Jonathan sambil memainkan rambut Amel yang terjuntai di dekatnya. “Udah.” “Mana? Biar aku periksa.” “Ada di meja, ambil aja sendiri,” sahut Amel. Jonathan berdiri dan berjalan ke meja belajar serta memeriksa PR yang sudah dikerjakan oleh gadis itu. Selesai memeriksa PR Amel, dia membalikkan badan untuk memberitahu Amel jika ada beberapa nomor yang salah, ternyata sahabatnya sudah tertidur. Sambil menggelengkan kepala, Jonathan menarik kursi belajar, mengambil pensil dan membetulkan yang salah. Setelah itu, Jonathan berjalan menghampiri tempat tidur. Perlahan, dia naik ke atas tempat tidur, menggendong Amel dan membetulkan posisi tidur gadis itu. Setelah menyelimuti Amel, dia terduduk di karpet dan meletakan dagunya di tempat tidur, memandangi wajah cantik Amel sambil membelai lembut pipinya. “Sampai kapan aku mesti nunggu kamu sadar dan ngeliat aku Candy,” desah Jonathan pilu. *** Ketika jam pelajaran berakhir, Sheila yang sudah keluar terlebih dahulu, mendatangi kelas Amel untuk keluar bersama-sama. Ketika tiba di luar gedung sekolah, Sheila melihat Rio sedang berdiri menunggu di tempat biasa, di dekat pos jaga. “Mel, elo dijemput tuh,” ujar Sheila sambil menyikut temannya. “Biarin aja!” sahut Amel tak acuh. Amel sebenarnya juga sudah melihat Rio, akan tetapi dirinya masih enggan untuk berbicara dan memaafkan pemuda itu. “Kok? Tumben amat lo nggak seneng dijemput sama pujaan hati,” goda Sheila. “Bukan urusan elo juga kali Shel,” sahut Amel datar. Amel membalikkan badan kembali menuju ke dalam sekolah. Dia berjalan menyusuri lorong dan naik ke lantai tiga, tempat kelasnya berada.  “Jo, gue pulang sama elo ya,” ujar Amel dari depan pintu kelas. “Hm,” sahut Jonathan yang sedang berjalan keluar kelas bersama Reza. “Tumben mau pulang sama Jojo, emang pacar nggak jemput?” goda Reza. “Berisik banget deh!” gerutu Amel. “Lagi marahan ya …?” goda Reza lagi. “Za!” ujar Jonathan dengan suara rendah. Reza langsung terdiam mendengar nada suara Jonathan. Sadar akan situasi yang kurang baik, Reza langsung memilih jalan damai. “Sori deh,” ujar Reza pada Amel. “Ayo,” ujar Jonathan pada Amel sambil merangkul bahu gadis itu. “Tapi di depan ada Rio,” bisik Amel. “Emang kenapa? Takut?” tanya Jonathan santai. “Gue males ribut.” “Ada aku Mel, tenang aja.” “Yakin lo?”  “Hm. Kalo sampe dia berani bikin gara-gara, bakal banyak yang nolongin kita,” sahut Jonathan mantap. Rio yang tengah menunggu Amel, langsung berjalan menghampiri gadis itu ketika dilihatnya sosok Amel yang berjalan di samping Jonathan. Hatinya merasa sedikit panas melihat bagaimana Jonathan merangkul bahu kekasihnya. “Kita pulang?’ tanya Rio. “Pulang aja sendiri, gue mau pulang sama Jojo,” sahut Amel datar. “Kok ngomongnya kasar?” tegur Rio berusaha bersikap lembut. “Urusan gue dong,” sahut Amel acuh. Jonathan semakin mengeratkan rangkulannya karena badan Amel yang sedikit gemetar dalam pelukannya. “Ayo ke motor,” ujar Jonathan lembut. Amel berjalan mengikuti Jonathan dan berusaha tidak menatap ke arah Rio. “TUNGGU!” seru Rio. Rio berjalan mengejar Jonathan dan Amel serta menghadang mereka. “Lepasin cewek gue!” perintah Rio dengan marah sambil bertolak pinggang. “Kalo gue nggak mau?” tantang Jonathan datar. “Elo berani sama gue?!” sentak Rio. Jonathan melepaskan pelukannya di bahu Amel, dan berdiri di depan gadis itu, menghalangi pandangan Rio ke arah Amel. “Za, jagain Amel!” ujar Jonathan dingin pada sahabatnya. Reza langsung menarik Amel dan juga berdiri sedikit di depan Amel, berjaga-jaga jika situasi menjadi semakin kacau.  Anak-anak yang melihat keadaan itu, mulai berdatangan. Mereka ingin tahu ada apa, karena Jonathan bukanlah sosok anak yang gemar mencari keributan.  “Kenapa Jo?” tanya beberapa teman Jonathan. “Gapapa, santai aja,” sahut Jonathan datar tanpa melepaskan pandangannya dari Rio. “Gue ke sini bukan mau nyari ribut! Gue cuma mau ngomong sama pacar gue, jadi tolong lepasin Amel!” perintah Rio yang mulai merasa gentar berada di sekeliling teman-teman Jonathan. “Silakan aja kalo Amel nya mau!” tantang Jonathan. “Kamu mau ngomong sama dia Mel?” tanya Jonathan. “Nggak! Gue mau pulang!” sahut Amel dengan suara sedikit bergetar. “Elo denger sendiri kan omongannya Amel! Jadi mending elo pergi dari sini!” Merasa kalah banyak, Rio memutuskan untuk mencari aman dan pergi dari sana.  “Dia pacarnya Amel?” tanya salah seorang teman Jonathan. “Hm,” sahut Jonathan yang masih merasa emosi melihat tingkah Rio yang menyebalkan. “Jadi orang rese banget, berani ke sini dan nyari gara-gara!” timpal salah seorang teman Jonathan lainnya. “Udah, udah,” ujar Reza berusaha menenangkan. “Jo, kita cabut sekarang?” “Oke,” sahut Jonathan datar. “Gue balik dulu ya, terima kasih udah bantuin,” ujar Jonathan pada teman-temannya. “Sipp ....,” sahut mereka serempak. “Kalo elo butuh kita, tinggal bilang aja Jo,” ujar salah satu dari mereka. “Oke,” sahut Jonathan. “Ayo Mel,” ujarnya sambil mengulurkan tangan pada sahabatnya. Amel yang masih sedikit syok langsung meraih uluran tangan Jonathan dan menggenggamnya dengan sangat erat. Jonathan dapat merasakan betapa dinginnya tangan Amel, dan langsung menyesali diri karena sudah terpancing emosi tepat di depan mata gadis itu. Tiba di parkiran, Amel langsung mengenakan helm yang disodorkan oleh Jonathan tanpa banyak kata. “Muka kamu pucet Mel,” ujar Jonathan. “Kenapa?” “Gue takut liat elo marah,” bisik Amel. Baru kali ini dia melihat langsung ekspresi Jonathan ketika marah. Begitu datar dan dingin. Amel juga belum dapat melupakan tatapan mata sahabatnya yang begitu tajam pada Rio tadi.  “Tapi kan aku nggak marah ke kamu, kenapa mesti takut?” “Tapi muka elo nyeremin banget Jo, mata elo juga,” sahut Amel. “Kamu tenang aja Mel. Aku nggak akan pernah marah sama kamu,” ujar Jonathan lembut. “Aku akan selalu jagain kamu!” Terharu mendengar ucapan Jonathan, Amel langsung memeluk pinggang Jonathan dengan erat. “Aduh!” ujar Jonathan sambil memegang dagunya yang terkena helm. Mendengar rintihan Jonathan, Amel langsung tersadar jika dirinya sudah mengenakan helm. “Maap!” seru Amel panik. “Sakit nggak?” “Yah, dia pake nanya,” ujar Reza sambil terkekeh. “Pasti sakit lah Mel.” “Sori Jo, nggak sengaja. Gue lupa kalo udah pake helm,” ujar Amel sambil meringis melihat dagu Jonathan yang memerah. Jonathan mencubit hidung Amel. “Udah, aku gapapa.” “Bener?” tanya Amel mencoba memastikan. “Iya,” sahut Jonathan sambil naik ke motor. “Ayo naik.” Amel mengikuti perintah Jonathan. Setelah memastikan gadis itu sudah duduk dengan benar, Jonathan menyalakan mesin motor dan meninggalkan sekolah, langsung menuju ke rumah. Setiba di depan rumah Amel, Jonathan menunggu sampai Amel turun dari motor dan bersiap untuk pergi lagi. “Elo mau masuk dulu nggak?” tanya Amel. “Nggak Mel, aku mau pergi dulu sebentar,” “Ke mana?” sela Amel cepat. “Mau ke kantor om Christ sebentar,” sahut Jonathan. “Ntar malem ngerjain PR bareng kan?” “Hm,” sahut Jonathan. “Aku jalan dulu ya.” Tanpa menunggu jawaban Amel, Jonathan langsung tancap gas meninggalkan rumah gadis itu dan pergi menuju ke kantor sahabat ayahnya untuk membicarakan sesuatu. *** Rio pulang ke rumah dalam keadaan marah. Dia merasa sangat dipermalukan saat di sekolah tadi. Bukan dirinya tidak berani menghadapi Jonathan, akan tetapi dia sadar diri jika sampai teman-teman pemuda itu ikut campur, maka sudah dipastikan dirinya akan babak belur. “Kenapa muka lo cemberut kayak gitu?! Jelek banget tau!” ujar gadis yang sudah menunggu Rio sejak tadi. “BERISIK!” bentak Rio pada sang gadis. “Kenapa marahnya ke gue? Elo kenapa sih?!” “Bukan urusan elo juga kan!” sahut Rio. “Elo kenapa sih?! Dari kemarin marah-marah nggak jelas! Elo lagi ribut sama Amel?!” Rio terdiam mendengar tebakan gadis yang sedang duduk di sofa. “Gue bener kan?!” desak sang gadis. “Hm.” “Kenapa bisa berantem?!” “Gue kepergok Amel lagi jalan sama anak-anak,” ujar Rio. “KOK BISA!” seru sang gadis sambil melotot. “Mana gue tau kalo dia bakal ke Plaza.” “Emang gimana ceritanya?” Rio pun menceritakan kejadian Sabtu malam dengan panjang lebar dan diberi sedikit bumbu untuk membuat yakin gadis itu. “Kok elo bisa ceroboh kayak gitu sih?!” tegur sang gadis kesal. “Emangnya elo nggak tau ya, betapa menyiksanya seharian sama Amel?! Anak manja, banyak maunya, sok kayak Tuan Puteri! Lama-lama gue bosen dan butuh hiburan!” seru Rio mengungkapan kedongkolannya selama ini menghadapi tingkah Amel. “Kan elo yang bilang apapun yang terjadi kita harus bisa tahan sama itu anak demi hartanya! Kenapa sekarang elo jadi melempem gini sih?!” “GUE NGGAK MELEMPEM! GUE CUMA BUTUH VARIASI!” “Terus elo udah minta maaf belum?” tanya sang gadis dengan suara lebih lunak. “Udah! Dari kemarin telepon gue nggak dijawab, pesan juga nggak dibaca. Tadi gue ke sekolahnya, eh ada sahabatnya yang sok jagoan!” “Siapa? Jonathan?” “Iya, siapa lagi emangnya yang mau sahabatan sama anak manja kayak Amel!” Rio mendengkus kesal. “Elo mati kutu di depan Jonathan?” ledek sang gadis sambil menyeringai. “Kalo elo mau nyari gara-gara, mending pulang gih!” usir Rio. “Gue ke sini karena kangen sama elo. Dan sejak elo pacaran sama Amel kan kita jadi susah buat ketemu dan jalan,” ujar sang gadis sambil memeluk pinggang Rio dengan manja. “Lagian elo juga sih, kenapa nyuruh gue deketin Amel.” “Inget, kita lakuin ini demi duit,” sahut sang gadis sambil mengecup pipi Rio dengan mesra. “Sampe berapa lama lagi sih gue mesti jadian sama Amel?” keluh Rio. “Sampe dia bisa kita kuasai sepenuhnya dan menikmati kekayaan dia,” sahut sang gadis mantap. “Kalo nggak bisa juga?” tanya Rio. Dirinya sudah merasa lelah menghadapi sifat Amel yang menurutnya sangat manja dan keras kepala. Dan sampai saat ini, belum sepeser pun dia dapatkan dari Amel. Sedangkan sudah begitu banyak uang yang dia keluarkan untuk Amel, belum lagi dirinya yang harus selalu bersikap romantis, lemah lembut dan sabar. Sangat bertolak belakang dengan sifat aslinya. Dan itu semakin membuat dirinya merasa jenuh menghadapi Amel. Data
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN