bc

Tetangga Baruku Ternyata Bos

book_age16+
detail_authorizedDIIZINKAN
3.5K
IKUTI
17.0K
BACA
powerful
drama
sweet
like
intro-logo
Uraian

Astri baru saja membeli rumah di sebuah cluster. Hal itu dilakukan karena sang suami sedang menyelidiki kasus penggelapan uang perusahaan di salah satu cabang PT AIU---perusahaan miliknya. Namun ternyata lokasi yang dipilih itu salah, dia dihadapkan dengan para tetangga yang julid, usil dan gak mau terkalahkan.

Berkali-kali beberapa tetangga menghina dan menyepelekannya karena melihat rumahnya tidak ada perabotan. Terlebih melihat mobil yang dipakai oleh Alfred merupakan mobil biasa. Selian itu, Alfred tidak pernah terlihat berangkat kerja dan menggunakan pakaian kantoran. Karenanya mereka berpikir jika Alfred hanyalah bule yang nyasar dan memiliki pekerjaan serabutan.

Sesa merupakan salah satu tetangga samping rumah Astri yang memiliki suami bekerja di PT AIU. Berkali-kali dia dengan pongahnya menghina Astri dan mengatakan jika suaminya itu hanyalah bule Kere. Begitupun dengan Tiwi---tetangga depan rumah Astri yang merasa paling tinggi derajatnya karena memiliki kekasih orang luar negeri juga yaitu Mr. Aaron. Dia sombong karena Mr. Aaron inilah yang memimpin PT AIU. Mereka tidak tahu jika Mr. Aaron ialah adiknya Alfred yang dipercaya untuk mengelola perusahaan cabang ini dan sudah memiliki istri.

Selama proses penyelidikan itu, mau tidak mau, Astri harus bertahan di rumah itu. Sedikit kesulitan karena ternyata dia bertetangga dengan salah satu sasaran yang dicurigai yaitu suaminya Sesa.

Akhirnya Astri mendapatkan ide brilian dengan meminta adiknya yang baru lulus kuliah datang dari Bandung dan menjadi mata-mata di perusahaan itu. Fakta demi fakta terungkap ketika sebuah project ditanganinya bersama Ramdan---suami dari Sesa. Selama ini ternyata ada permainan harga yang membuat perusahaan semakin merugi. Ada konspirasi besar yang akhirnya bisa dipecahkan dengan kehadiran Hesti. Lalu seperti apakah nasib mereka yang terlibat dalam konspirasi itu? Seperti apa nasib Tiwi, Sesa dan yang lainnya ketika semua fakta itu terkuak?

chap-preview
Pratinjau gratis
Seperti Lapang Bola
Seperti Lapang Bola “Ya Ampuun, Mbak Astri! Rumahnya kok masih kayak lapang bola saja, sih? Bersih, gak ada perabotan! Katanya orang kaya? Cuma omong doang ternyata!” cebik Mbak Sesa, tetangga baruku. Ya, aku baru pindah sekitar seminggu lalu dan memang belum sempat beli perabotan. “Kenapa sih, Mbak? Memangnya masalah buat, Mbak?” Aku menoleh padanya yang tengah bersandar pada tiang pintu. “Nih, ya, Mbak! Asal Mbak Astri tahu, semua yang tinggal di deretan ini, kami semua orang highclass! Suami kami semua bekerja di perusahaan asing! Jadi gak sembarangan orang yang bisa berbaur dengan kami! Situ kebetulan saja, karena si Selvia yang dulu punya rumah ini bangkrut usahanya! Jadinya pasti rumah ini djual murah sama dia ‘kan?” ujarnya lagi sambil membetulkan rambutnya yang berwarna pirang. Dicat pake merk apa entahlah. Soalnya ujung rambutnya tampak kering. “Ya sudah, sih! Itu urusan Mbak Sesa sama yang lain! Memangnya orang biasa seperti saya gak boleh tinggal di sini?” ucapku masih mencoba bersikap wajar. Bagaimanapun, aku pendatang baru di sini. Mencoba berbaur dengan mereka sudah sepantasnya. Namun ternyata rumah yang kubeli mendadak ini, salah lokasinya. Setiap hari kupingku pedas mendengar ocehan mereka. “Saya sarankan Mbak Astri tuh bilang sama suaminya! Suruh belanja perabotan! Katanya suaminya orang Amerika, beli perabotan saja gak mampu! Mending saya punya suami orang lokal, asli Indonesia! Ibarat kata tuh, saya itu cinta produk dalam negeri! Mbak Leli juga suaminya orang Jakarta, gak angkuh kaya sampean … mentang-mentang suaminya bule! Bule kere paling juga, ya?” ujarnya lagi dengan bibir yang maju setengah senti. “Mau orang luar, mau orang lokal semuanya sama saja, Mbak! Jangan lihat orang dari cangkang saja! Lebih baik orang luar tapi mengerti aturan dan taat hukum pastinya dari pada orang negeri sendiri tapi kerjanya korupsi!” ujarku spontan. “Elah, dikasih saran kok malah ngeyel!” cebiknya lagi. “Permisi, Mbak Astri! Bu Sesa!” Wiwin yang tadi pagi kuminta bantu beres-beres baru datang. Senyumku merekah menyambut kedatangannya. Setidaknya aku bisa beristirahat di kamar dari pada mendengar ocehan Mbak Sesa bikin sakit kepala. “Win, maaf ya merepotkan lagi! Sejak tadi malam tangan saya pegel-pegel! Kalau sehat sih, cuma beres-beres saja sih bisa!” ujarku sambil menyodorkan gagang pel pada Wiwin. “Gak apa-apa, Mbak! Saya seneng kalau bantu-bantu di rumah, Mbak! Suka dikasih tips!” ujarnya sambil menutup mulutnya dan cengengesan. “Elaaah … Win! Win! Paling juga dikasih tips lima ribu! Dasar orang susah!” ujarnya sambil melengos pergi meninggalkan aku dan Wiwin yang saling beradu tatap. “Win, emang kamu cerita-cerita pada mereka dari mana asal suami saya?” Aku menatap gadis berusia delapan belas tahun itu. Wiwin hanya nyengir kuda dan menggaruk-garuk kepala. “Maaf, Mbak! Wiwin kira gak bakal jadi bahan bullyan geng karatan!” ujarnya. “Eh, geng karatan? Maksudnya?” Aku mengernyit tidak mengerti. “Iya, kami selalu menyebut mereka berempat itu geng karatan! Soalnya kalau ngomong bisa sampe hujan! Jadi yang didekatnya bisa berkarat,” celoteh Wiwin sambil tertawa-tawa sendiri. Aku menggeleng kepala. Berbicara dengan Wiwin juga sama-sama sering ngelantur ke mana-mana. Aku baru saja memutar tubuh hendak menuju kamar untuk istirahat. Ketika daun pintuku digedor seseorang. “Eh, Mbak Astri! Lidah tidak bertulang emang, ya? Kalau ngomong seenaknya! Ngapain juga ngomongin suami saya suka korupsi? Memangnya Mbak Astri punya bukti?!” teriak Mbak Leli---tetangga rumah sebelah kiri. “Maaf Mbak Leli, maksudnya apa, ya?” Aku mengernyit sambil mengurungkan langkah yang hendak menuju kamar. “Elaaah, sok polos banget sih, Mbak! Baru saja beberapa menit lalu bicara sama Mbak Sesa kalau suami kami orang Indonesia itu tukang korupsi! Sekarang sudah pura-pura lupa! Saya doakan Mbak Astri beneran amnesia!” ujarnya dengan gaya pongahnya. “Saya gak bilang gitu, Mbak! Tanya Wiwin … dia dengar sendiri kok tadi saya bilang apa?” ucapku masih mencoba menahan amarah. “Nih, ya! Gak usah ngajak-ngajak Wiwin segala! Saya lebih percaya Mbak Sesa kemana-manalah! Dia sendiri yang bilang pada saya, kalau Mbak Astri mengatakan orang Indonesia itu tukang korupsi! Jangan mentang-mentang suaminya bule! Bule juga kalau miskin buat apa, Mbak? Pamer doang biar dibilang wah, gitu?” cebiknya lagi. “Mbak tolong jaga mulutnya, ya! Ini rumah saya! Hargai saya sebagai tuan rumah! Kalau suami saya beneran kaya terus kalian bisa apa? Bagaimana kalau suami saya membeli pabrik tempat suami kalian bekerja? Masih berani ngatain suami saya bule kere?!” pekikku dengan mata membulat.

editor-pick
Dreame-Pilihan editor

bc

TAKDIR KEDUA

read
29.6K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
218.8K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

Tentang Cinta Kita

read
202.1K
bc

Takdirku Menjadi Lelaki Kaya

read
4.1K
bc

Siap, Mas Bos!

read
19.1K
bc

My Secret Little Wife

read
115.3K

Pindai untuk mengunduh app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook