Masuk Perangkap

1205 Kata
Renata sudah selesai menjalani operasi kuret alias pengangkatan janin yang sudah mengalami keguguran. Saat ini sudah dipindahkan ke ruang rawat inap dan masih dalam keadaan tak sadarkan diri karena masih dalam pengaruh bius. Renata dijaga oleh beberapa orang pengawal pribadi Arjun, karena takut ada yang berusaha mencelakai Renata lagi. Arjun sedang berada di sebuah mall dan memang sudah merencanakan semua itu sejak awal. Dia tahu siang ini Deby pergi ke mall bersama teman-temannya dan itu adalah kesempatan Arjun untuk membuat pertemuan tak terduga dengan adik musuhnya itu. “Boss, apa ini nggak akan membuat mba Reta marah nantinya?” tanya Arman yang merasa ragu dengan keputusan Arjun saat ini. “Jangan sampai Reta tau sampai aku benar-benar bisa membalas perbuatan mereka selama ini pada adik semata wayangku!” jawab Arjun dengan rahang yang mengeras menahan emosinya. “Oke, Boss. Aku akan tutup mulut dari mba Reta.” “Bagus. Kamu lakukan apa yang seharusnya kamu lakukan.” “Siap, Boss. Sepertinya ... itu target yang sedang Boss tunggu,” ucap Arman menunjuk pada tiga orang gadis yang sedang jalan dengan tawa lepas. “Menjauhlah dan biarkan aku melakukan bagianku!” titah Arjun. Arman tidak bisa membantah perintah Arjun dan langsung bergerak untuk menjauh dari sang majikan. Arman tidak benar-benar pergi menjauh, tentu saja dia mengawasi Arjun dari kejauhan dan menjaga kemanan pria itu dengan sangat detail. “Ops ... sorry!” ucap Arjun saat dia menabrak tubuh seorang gadis dan menumpahkan minuman di tangan gadi itu. “Duh! Gimana sih, Mas? Kalau jalan pakai mata, dong! Jadi tumpah tuh minuman aku. Mana baru minum sedikit lagi, rugi deh jadinya,” gerutu gadis yang tak lain adalah Deby itu. “Maaf, Mba. Aku benar-benar nggak sengaja. Aku memang nggak jalan pakai mata tadi. Soalnya ... mata aku lagi fokus liatin cewek secantik Mba ini jalan dengan tawa lepas,” ungkap Arjun yang ternyata sangat pandai menggombal. Dua teman Deby yang mendengar ucapan Arjun tentu saja langsung senyum-senyum dan saling berbisik. Namun, mereka jelas tahu bahwa yang dimaksud oleh Arjun adalah Deby. Hal itu sudah terjawab dari lirikan mata Arjun saat mengatakan hal tadi kepada Deby. “Nggak bisa gitu juga, dong Mas. Kamu udah nabrak temen kami dan bikin minumannya tumpah. Nggak bisa diselesaikan dengan kata maaf dan rayuan doang.” Salah seorang teman Deby yang bernama Citra berkata. “Benar tuh, Mas. Minimal diganti itu minumannya,” timpal seorang temannya lagi yang bernama Lili. “Oh, masalah itu ....” “Kenapa? Nggak sanggup ganti? Makanya dari tadi sok ngegombal nggak jelas,” potong Deby yang merasa tidak yakin dengan penampilan Arjun saat ini. Hal itu wajar saja karena saat ini Arjun berpakaian seperti anak muda biasa. Tidak mengundang simpatik orang-orang untuk berpikir bahwa dia adalah orang kaya. Jadi, secara sepintas tentu saja Deby juga meremehkan Arjun dan merendahkan dirinya seperti tadi. “Aku bisa kok ganti minumannya. Ayo, kita beli lagi. Aku juga akan traktir kalian semua makan sepuasnya dan belanja juga di mall ini,” terang Arjun yang langsung membungkam mulut Deby. Dua teman Deby terlihat syok dengan ajakan Arjun itu dan tak sadar sudah menganga tak percaya. Namun, Deby tidak semudah itu percaya pada ucapan Arjun dan dia terlihat sangat wanti-wanti. “Nggak mau! Kamu pasti ada maksud jahat kan? Nggak mungkin tiba-tiba mau traktir orang asing makan dan belanja sepuasnya. Sedermawan itukah kamu ke orang asing?” tanya Deby dengan sinis. “Bagiku kamu bukan orang asing. Kamu adalah seseorang yang sebelumnya udah ada di dalam pikiran aku, Deby.” “Loh, kok bisa tau nama aku juga? Jangan-jangan, kamu sengaja tadi nabrak aku?” “Nggak kok. Kalau soal yang tadi, memang murni nggak sengaja. Tapi, kalau soal mengenal kamu, memang aku udah lama tau semua tentang kamu. Aku mengagumi kamu, Deby!” Mendengar ungkapan perasaan Arjun saat ini, mana mungkin Deby percaya begitu saja. Namun, bisikan dari temannya membuat Deby mempunyai maksud lain kepada Arjun. “Udah, By. Gas aja dulu deh, mumpung ditraktir. Siapa tau dia orang yang tajir, mayan buat dimanfaatkan,” bisik Lili di telinga Deby dengan suara yang sangat halus. “Benar, By. Kita tes aja dia untuk saat ini. Kalau ternyata dia kere, kamu tinggalin aja. Kalau nggak, kan lumayan buat gebetan. Kapan lagi punya gebetan tajir.” Deby tidak bisa menolak bisikan dari dua temannya itu dan dalam hitungan detik langsung mengubah wajah ketus tadi menjadi senyuman yang ramah. Dia berusaha terlihat ramah pada Arjun agar pria itu tertarik kepadanya seperti yang dia dengar tadi. “Oke deh kalau gitu. Nggak perlu neke-neko juga, Mas. Traktir minuman dan makanan aja cukup kok. Lagian kan, kamu cumaa numpahin minuman aku,” ucap Deby sok jual mahal. “Aku nggak keberatan kok kalau kalian memang sekalian mau belanja. Tentu aja, khususnya kamu.” “Oh iya, kita belum kenalan resmi. Walaupun kamu tau nama aku, tapi aku kan belum tau nama kamu.” Deby mengulurkan tangannya kepada Arjun dengan senyum yang genit. Arjun tersenyum dengan penuh kepuasan bahwa target incarannya sudah berhasil masuk dalam perangkap. Dia menjawab uluran tangan Deby itu dengan senyum yang teramat manis dan melamakan genggaman tangan pada gadis itu. Hal itu tentu saja membuat Deby yang masih masa-masa kelabilan soal cinta, menjadi sangat gugup dan juga salah tingkah. Dua temannya pun ikut merasakan bahwa Deby mulai salah tingkah dengan perlakuan Arjun. Namun, bagi dua orang temannya itu tentu saja yang paling penting adalah keuntungan. Kapan lagi mereka akan ditraktir makan dan juga belanja seperti yang tadi Arjun janjikan. Dalam waktu singkat, empat orang itu sudah duduk di salah satu restoran di pusat perbelanjaan ternama itu. Mereka memesan makanan dan minuman secara brutal karena memang tidak pernah bisa merasakan makan dan minum sepuasnya tanpa harus merogoh kocek untuk membayarnya. Apalagi, makanan dan minuman yang mereka pesan mempunyai harga yang cukup tinggi. “Udah? Segitu aja yang kamu pesan? Apa nggak mau yang lainnya lagi?” tanya Arjun dengan nada lembut dan sangat ramah. “Mmm ... nggak usah, Mas. Ini aja udah lebih dari cukup dan nggak tau apa ini semua bisa abis atau nggak sama kami,” jawab Deby malu-malu. “Kalau nggak abis, boleh bungkus nggak, Mas?” tanya Lili dengan somplaknya. “Jangan! Kalau mau bungkus, pesan makanan yang baru aja nanti!” jawab Arjun dengan bijak dan semakin membuat tiga gadis itu tercengang. “Asalkan Deby senang dan nggak marah lagi tentang hal tadi, semuanya bisa aku berikan dan lakukan.” “Apa kamu nggak terlalu berlebihan, Mas?” “Nggak banget kok, Honey. Aku justru senang membuat kamu senang.” “Ho-Honey?” tanya Deby tak percaya dan wajahnya berseri karena malu dipanggil dengan sebutan seperti itu oleh seorang pria kaya di depannya. “Yes! Kesempatan dan nasib baik itu memang nggak bisa nolak datangnya ke aku. Aku ini pasti bisa dapetin cowok kaya yang bisa kasih aku segalanya. Akhirnya ... ada yang naksir dan deketin aku duluan. Dia bahkan rela kasih apapun demi aku. Oh my God! Aku nggak akan sia-siakan kesempatan emas ini,” batin Deby berkata dengan perasaan senang yang sulit diungkapkan. “Akhirnya ... kamu masuk dalam jebakan aku juga. Aku akan membalas semua yang kalian lakukan pada adikku lebih dari yang dia rasakan!” Arjun juga berkata dalam hatinya dengan penuh tekad.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN