Hinaan Mertua
“Di mana wanita mandul itu?” tanya Mayang dengan nada marah.
“Kalau yang Mama maksud itu Renata, dia ada di kamarnya lagi tidur siang.”
“Siapa lagi kalau bukan dia? Dia yang mandul di rumah ini. Udah lima tahun nikah sama Gemilang, tapi belum juga bisa kasih cucu untuk Mama!”
“Makanya ... Mama suruh aja mas Gemilang ceraikan dia secepatnya. Lebih baik mas Gemilang sama kak Vero!”
Mayang adalah seorang wanita berumur setengah abad lebih dan dia tengah berbicara dengan putri bungsunya – Deby di ruang tamu. Mayang baru saja pulang dari arisan sosialitanya dan mendapat Deby duduk di sana sembari bermain ponsel. Dia tidak melihat menantu sulung yang biasa berkemas-kemas rumah setiap saat.
“Memang itu rencananya. Tadi di arisan Mama udah diledekin dan disindir terus sama yang lain,” gerutu Mayang lagi dengan muka masam.
“Ya udah, Ma. Nanti pas mas Gemilang pulang, langsung aja bilang.” Deby mengompori Mayang dengan senyum licik.
“Sana, kamu panggil dia ke sini! Enak banget jam segini masih tidur,” titah Mayang kepada Deby dan langsung dikerjakan oleh anak perempuannya itu.
Deby berjalan dengan angkuh ke kamar abangnya dan mengetuk dengan kasar pintu kamar itu. Deby juga memanggil nama kakak iparnya dengan teriakan lantang, tak ada sopan santun sedikit pun. Hal itu membuat penghuni kamar merasa terganggu dan langsung membukakan pintu.
“Deby, ada apa? Kok kamu teriak-teriak di depan kamar aku?” tanya Renata dengan wajah pucat kepada adik iparnya itu.
“Makanya! Kalau sekali dipanggil itu langsung nyaut dan pintu dibuka!” hardik Deby dengan nada kasar dan wajah yang tampak berang.
“Aku lagi tidur, kepala aku pusing dari tadi. Kamu kan tau itu tadi,” jelas Renata dengan nada sangat lembut tanpa ada niat untuk mencari keributan dengan Deby.
“Halah! Drama doang kamu, Kak. Mentang-mentang hari ini bang Gem mau pulang, sok-sok sakit begitu. Mama manggil tuh di ruang tengah! Buruan ke sana, karena Mama nggak mau nunggu lama!”
“Tapi ... aku masih pusing banget dan nggak kuat jalan ke bawah.”
“Jangan banyak alasan kamu, Kak! Buruan ke bawah! Atau Mama akan marah dan susul kamu ke sini!”
Mendengar ancaman Deby, tentu saja Renata merasa tidak punya pilihan lain lagi. Dia tidak ingin jika Mayang sampai menyusul ke kamarnya. Mayang akan mengamuk dan mencaci makinya jika sudah begitu. Jadi, Renata mengalah dan berjuang keras menuruni anak tangga dengan kepala pusing.
Sementara Deby tanpa mau tahu berjalan duluan meninggalkan Renata. Dia tidak berniat membantu Renata sedikit pun dan hanya tersenyum puas melihat wanita itu terlihat begitu menderita. Dia duduk dengan menyilangkan kaki di samping Mayang.
“Mama udah pulang dari arisan? Ada apa Mama manggil aku, Ma? Maaf, Ma. Aku lagi nggak enak badan,” terang Renata langsung ketika sudah sampai di depan Mayang tanpa basa basi.
“Nggak enak badan? Kok mendadak banget? Gitu Gemilang mau pulang dari Singapore, di situ juga kamu sakit. Seperti udah disetting gitu, ya buat cari simpatik dan perhatian Gemilang!” ungkap Mayang dengan nada judes dan tampak tidak percaya pada ucapan Renata.
“Mama ... aku nggak bohong, Ma. Aku memang udah meriang dari semalam dan tadi yang udah nggak bisa ditahan lagi.”
“Berarti, untuk makan malam ini kamu belum masak, Ren?” tanya Mayang tanpa peduli pada keadaan menantunya itu.
“Mana ada dia masak, Ma! Dari Mama pergi tadi pagi, kerjaannya di kamar doang. Aku aja tadi makan siang harus pesan grab food,” sela Deby sengaja mengompori Mayang dengan ucapannya.
“Hah? Jadi, kamu nggak masak dari siang tadi?” tanya Mayang lagi kepada Renata dengan berang.
“Aku meriang, Ma. Nggak sanggup masak, maaf. Ini aja mau ke rumah sakit rasanya nggak sanggup pergi sendiri. Nungguin mas Gemilang pulang aja ntar lagi.”
“Ke rumah sakit? Kamu mau buang-buang uang anak saya? Udah kerjaannya nggak becus di rumah, enak banget minta diantarin ke rumah sakit. Kamu tuh bisanya nyusahin Gemilang terus dari dulu. Apa sih yang udah kamu kasih untuk Gemilang sejak kalian menikah? Hamil juga nggak bisa-bisa udah lima tahun jadi istri!”
Mayang meluapkan kemarahan dan kekesalannya pada Renata tanpa rem. Di rumah itu, Renata memang tidak pernah dianggap sebagai menantu dan kakak ipar oleh keduanya. Nasib Renata sangat buruk sejak menjadi istri Gemilang. Namun, Renata tidak pernah mengeluh dan memendam semuanya sendiri. Mengadu pada Gemilang pun dia tidak pernah sekali pun atas perlakuan buruk mertua dan juga adik iparnya itu.
Mayang dan Deby selalu melimpahkan semua pekerjaan rumah tangga kepada Renata seorang. Selama ini, Renata selalu menjadi babu di rumah suaminya itu. Rumah yang dibeli dari hasil tabungan Gemilang dan Renata setelah dua tahun menikah yang pastinya.
Itu semua terjadi karena sejak awal Mayang memang tidak setuju jika Gemilang menikahi Renata yang tidak jelas berasal dari keluarga mana. Hanya seorang SPG parfum yang kebetulan dikenal Gemilang pada sebuah event di salah satu mall terbesar di kota itu.
“Ma ... aku beneran sakit dan memang udah seharusnya mas Gemilang yang nanggung semua itu. Aku istrinya dan udah seharusnya memang menjadi tanggung jawab anak Mama,” ungkap Renata yang pada akhirnya ikut tersulut emosi.
“Heh! Berani kamu bicara kurang ajar sama saya sekarang? Jangan ngelunjak kamu, Renata! Kamu pikir, mentang-mentang sekarang Gemilang udah berhasil punya perusahaan parfum sendiri, kamu bisa menikmati hasilnya dengan senang! Jangan mimpi kamu, Renata!”
“Kenapa aku nggak bisa, Ma? Aku ini istri mas Gemilang dan aku selalu ada dari dia memulai semuanya sejak masih nol.”
“Makanya ... jangan kebanyakan tidur kamu, Renata! Bangun dari tidur kamu dan sadari dunia udah berubah. Kamu tuh udah nggak dibutuhkan sama Gemilang lagi. Lima tahun jadi istri, kasih satu anak pun nggak bisa!” hina Mayang tanpa henti kepada Renata dengan leluasa.
“Aku juga pengen punya anak, Ma. Tapi, kalau Allah yang belum memberikan, aku bisa apa? Toh sudah terbukti kalau rahimku subuh dan sehat,” ungkap Renata semakin berani pada Mayang.
“Jadi, kamu mau bilang kalau abangku yang mandul dan nggak subur?” tanya Geby sengaja memperkeruh keadaan yang sudah memanas.
“Aku nggak bilang begitu, Deby!” bantah Renata tegas.
“Halah! Bilang aja kamu mau menuduh abangku yang mandul dan nggak bisa buat kamu hami,” ucap Deby sekali lagi dengan sinis.
“Aku nggak pernah bilang dan berpikiran seperti itu. Kamu terlalu melebih-lebihkan!”
“Apa benar kamu menganggap aku mandul, Renata?” tanya sebuah suara yang mengejutkan tiga orang itu dan membuat mereka menoleh ke arah sumber suara.
“Mas Gemilang!” seru Renata yang kini merasa serba salah dan tak tahu harus berkata apa.