Wasiat dan Syarat (3)

1024 Kata
"Hei, kau lah yang nggak pakai otak di sini!" balas Ayana. Isa perlahan membuang napas, tidak ingin terpengaruh gaya bicara Ayana yang ajaib. "Kalau hanya untuk menjaga, dia tidak perlu menyatukan kedua tangan kita." Ayana terdiam sesaat, berpikir, lalu berkata, "Kakak ingin kita menjaga Bayu bersama-sama." "Tepat! Hanya dengan pernikahan kita bisa menjaga Bayu bersama-sama." "Siapa yang bilang?! Masih ada cara lain agar kita bisa menjaganya bersama!" "Oh ya?" Sebelah alis Isa terangkat. Para pendengar lain juga penasaran dengan cara lain yang dipikirkan Ayana. "Benar. Aku bisa menjadi baby sitter Bayu. Dengan begitu, kita bisa menjaganya bersama, kan? Kayak baby sitter yang menjaga anak selagi anak bersama orangtuanya. Aku sering, kok, melihat orang lain kayak gitu!" Ayana dengan bangganya mengatakan itu, lupa memikirkan konsekuensinya. Isa menutupi mulutnya dengan kepalan tangan, tertawa pelan dalam dua detik. Gadis ini sangat ajaib. Daripada menikah dengan Isa dan menjadi nyonya rumah, dia memilih menjadi baby sitter? Logikanya pasti mati! Sebenarnya Isa tahu, ketika Rasti memintanya dan Ayana menjaga Bayu sembari menyatukan tangan mereka, itu berarti mereka harus menjadi orangtua bagi Bayu, yang meluangkan waktu untuk bersama dengan anak itu, seperti keluarga pada umumnya. Maka satu-satunya cara hanya dengan menikahi Ayana. Tapi karena pihak lain lebih memilih menjadi baby sitter, maka Isa akan mengikuti permainannya. Kita lihat, siapa yang nanti akan dipermainkan pada akhirnya. Sekali lagi, para tetua dikejutkan dengan berbagai ekspresi di wajah Isa dalam satu hari ini, dan kesemua itu karena seorang gadis konyol bernama Irene Shane Ayana! Setelah menenangkan diri, Isa menatap Ayana. "Kamu yakin ingin menjadi baby sitter Bayu?" Sekarang Ayana yang khawatir. Dia mana bisa menjaga anak-anak! Mengurus dirinya sendiri saja harus mengandalkan Anta. Tapi, daripada menikah dengan Isa, lebih baik menjadi baby sitter. Setelah itu, dia akan menikah dengan Anta, dan meminta hak asuh Bayu ke pengadilan. Dengan begitu, keinginan terakhir Rasti agar Ayana menjaga Bayu bisa tercapai. "Tentu saja!" Ayana berseru dengan percaya diri. Isa menyeringai, sebelah alisnya terangkat, merasa tertarik. "Baik kalau begitu." Ayana bernapas lega. "Tapi saya punya syarat." Perkataan Isa bagai menuang seember air dingin ke kepala Ayana. "Apa lagi?" "Pertama, kamu harus tinggal di rumah saya." "Gila! Aku nggak sudi!" Isa mengembuskan napas, harus sabar menghadapi makhluk sejenis Ayana ini. "Ingat, Rasti ingin kita menjaga Bayu bersama-sama. Kalau kita tidak satu rumah, bagaimana itu akan menjadi 'bersama-sama'?" Isa sengaja menekan kata ‘bersama-sama’ untuk membuat Ayana semakin kesal. Entahlah, dia senang saja kalau melihat gadis rambut merah di depannya ini kesal. Ayana akhirnya mengerti istilah 'senjata makan tuan'. Dia menyesal mengatakan merawat Bayu bersama-sama. "Oke," kata Ayana, dengan banyak ketidakrelaan dalam kalimatnya. "Kedua, saya memberi batas waktu dua bulan untuk kamu menjadi baby sitter Bayu. Kalau saya tidak puas dengan kinerja kamu, saya akan memecat kamu. Kalau kamu dipecat, artinya saya akan menikahi kamu." "Omong kosong! Logika apa yang kau pakai, hah? Sini, bertarung saja denganku!" Ayana sudah mengeluarkan tinjunya sambil melenting lengan baju, seolah siap melakukan pertarungan kapan saja. Para tetua menahan diri karena kakek Isa melirik tajam mereka, memperingati untuk tidak ikut campur. Isa ingin tertawa melihat tingkah kekanakan gadis di depannya ini, tapi di permukaan, dia tetap tenang. Dia berdiri, melenting lengan bajunya pula. Isa bilang, "Kalau kamu kalah, kita menikah. Kalau kamu menang, kita abaikan syarat kedua saya. Bagaimana?" Ayana menggigit bibir bawahnya, kesal setengah mati. “Kau benar-benar akan memukul wanita?” Isa mengedikkan bahu. “Kenapa tidak? Kamu yang memintanya.” “Kau bukan pria sejati!” “Saya tidak peduli.” Ayana kehabisan kata-kata. "Kau benar-benar─" Ayana mendadak menerjang Isa, bahkan mencengkeram kerah kemeja pria itu. Isa sedikit memiringkan kepala, menyeringai, menunggu kalimat ajaib Ayana lainnya. Sayangnya, Ayana masih berpikir waras. Dia mengembuskan napas, dan melepas cengkeramannya. Para penonton syok, tapi tidak bisa berbuat apa-apa karena perintah kakek Isa adalah mutlak! Jadi, mereka hanya diam-diam mengamati, mengurangi hawa keberadaan pula. "Baik. Itu syarat kedua." Ayana duduk kembali di kursinya, menatap garang Isa. "Ada lagi?" "Tidak ada." "Kalau begitu, sekarang giliranku." Isa mengangguk. "Syarat pertama, jaga jarak denganku dalam radius dua meter." Isa mengernyit. Para pendengar lain menunggu penjelasan Ayana. Isa sedikit merengut. Apa dia sebegitu menjijikkannya di mata Ayana? Dia belum pernah mendengar keluhan tentang wajahnya, jadi itu tidak mungkin karena wajahnya, kan? Apa bau badannya? Tidak, tidak. Parfum Isa kualitas mahal. Kalaupun tidak pakai parfum, gadis-gadis selalu suka mendekatinya, bahkan setelah dia berkeringat karena olahraga. Juga, pernah ada yang bilang kalau keringat Isa saja begitu wangi. Jadi, kenapa Ayana tidak ingin dekat-dekat dengannya? "Aku membenci semua tentangmu. Lebih sedikit melihatmu akan lebih baik," kata Ayana mantap. Isa menghela napas. "Apa yang kedua?" Ayana mengepalkan tangannya, agak ragu. Dia ingin mengungkit tentang hak asuh Bayu, tentang dia yang akan mengajukan hak asuhnya ke pengadilan bersama Anta, tapi sialnya, di awal dia sudah mengatakan kalau dia dan Isa harus merawat Bayu bersama-sama, dan bodohnya dia menawarkan diri menjadi baby sitter. Sialnya yang kedua, sesaat dia lupa ada Fanya. Selama dia menjadi baby sitter, Isa masih bisa menikahi Fanya, lalu dengan alasan Fanya bisa menjadi ibu yang lebih baik daripada Ayana, hak asuh Bayu pun tidak akan pernah menjadi miliknya. Ayana ingin agar Isa tidak menikahi Fanya, oh tambahan, Isa juga tidak boleh menikahi wanita lain karena kasihan dengan nasib Bayu nantinya. Ibu tiri, kan, jahat. Setelah berbagai pertimbangan, tapi sialnya belum mengatur kalimat dengan baik, Ayana dengan polos menyuarakan langsung isi pikiran, dan berkata, "Kamu nggak boleh menikahi wanita lain." Refleks Isa bertanya, "Hanya boleh denganmu?" Ayana refleks juga mengangguk. "Benar!" Hah? Lalu gadis rambut merah itu menyesali pernyataannya. Saat yang lain syok dengan perilaku Ayana yang ajaib, kakek Isa malah tertawa terbahak-bahak di ujung sana. Kakek Isa berkata, "Cucuku, kalau kamu memang ingin Isa menikahimu, kenapa harus berputar-putar? Bukankah Isa sudah menawarkan itu sejak awal?" Ayana tersipu, pipinya sangat panas. Bukan itu maksud perkataannya, tapi, memang begitu yang dia ucapkan! Ah, dia bingung menjelaskannya. Isa di kursi seberang mengalami kesalahpahaman terbesar, mungkin termanis juga. Dia mengira Ayana hanya malu mengakui ingin menikah dengan orang hebat seperti Isa, karena mungkin bertentangan dengan harga diri gadis itu. Baiklah, dia akan mengikuti permainan Ayana. Tersenyum kecil, Isa lantas berkata, "Baiklah, saya janji, saya hanya akan menikah denganmu." Ayana ingin menjedutkan kepalanya ke dinding! ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN