Bayu (2)

849 Kata
Anak itu melihat kembali ke dalam bangunan besar nuansa biru keperakan, seakan menunggu seseorang. Isa keluar rumah, langsung bertemu netra Bayu dan senyuman lebar anak itu. Dia mendekat, duduk di kursi kayu plitur cokelat sebelah Bayu. "Daddy?" Bayu berdiri, mendekati Isa dengan langkah kecilnya. Isa menggendong Bayu ketika anak itu tepat di depannya, lalu duduk kembali di kursi. "Hemm?" Fanya membawa ponselnya agak menjauh, tidak ingin mengganggu interaksi Bayu-Isa. "Bayu kangen Mommy." Isa terdiam. Dua hari setelah pemakaman Rasti, Isa menjelaskan bahwa Rasti telah pergi, dan tidak akan kembali. Dia pernah mendengar bahwa anak balita tidak memahami konsep kematian, jadi dia memakai bahasa sederhana untuk menjelaskan kepergian Rasti. Maka dia mengatakan, "Mommy ke surga." "Kenapa Mommy nggak ngajak Bayu?" tanya Bayu saat itu, yang sudah menangis histeris. "Daddy, Bayu nggak nakal kalau diajak ke panti, kenapa sekarang Mommy nggak ajak Bayu ke surga?" Isa tidak bisa menjawab pertanyaan itu, hanya bisa memeluk Bayu dan menepuk-nepuk punggung putranya. Saat itulah Fanya datang, menjelaskan perlahan-lahan kepada Bayu dan menjawab pertanyaan anak itu. Dia juga membawa anak itu ke makam Rasti dengan bahasa, "Kalau Bayu kangen Mommy, bisa ke sini, dan cerita ke Mommy melalui pusara. Nanti kata-kata Bayu akan sampai ke Mommy." Bayu yang semula sedikit tidak menyukai Fanya (karena sebelumnya Isa lebih sering terlihat bersama Fanya daripada Rasti dan Bayu), perlahan menyukai wanita ini, dan semua perhatian yang diberikannya. Setelah dari makam, Bayu terlihat senang dengan perhatian Fanya yang membawakan banyak makanan manis. Tapi keesokannya, saat Bayu tidak melihat Rasti di rumah, dia mulai bertanya lagi, "Di mana Mommy?" Isa menjelaskan kembali tentang surga, dan Bayu marah karena tidak diajak ke surga. Dia mulai menangis, terus menerus meminta bertemu Rasti, menanyakan di mana surga, dan berapa banyak uang untuk ke sana. Isa kewalahan dan menghubungi Fanya untuk membujuk anak itu. Hasilnya, sekarang Bayu dekat dengan Fanya. Bayu bilang, dia suka pelukan Fanya yang hangat, dan wangi Fanya seperti Mommy-nya. Tapi apakah Bayu menerima kepergian Rasti? Belum. Bayu jadi anak yang pemurung, tidak mau bermain atau belajar. Dia juga malas makan kalau tidak ada Fanya atau Isa yang menyuapi. Dia akan membuang mainannya saat opa-omanya mencoba membujuknya. Dengan kata lain, Bayu memusuhi seluruh dunia yang menurutnya penyebab Mommy-nya pergi, kecuali dengan Isa dan Fanya. Pernah satu kali Fanya bertanya (tepatnya minggu lalu) ke Bayu, kenapa dia hanya mau bicara dengan Fanya dan Isa. Anak itu menjawab, "Saat Bayu bersama Daddy dan Tante Fanya, Bayu jadi kayak anak-anak lain. Sebelumnya hanya Bayu dan Mommy." Hati Isa sakit mendengar penjelasan anak itu. Rasa bersalah menyerangnya. Fanya juga tidak bisa mengatakan apa-apa lagi. Keduanya hanya bisa meluangkan waktu sebanyak mungkin untuk Bayu. Isa bahkan membatalkan semua rapat untuk satu bulan ke depan, dan memilih bekerja dari rumah. Sementara Fanya sangat sibuk mengurus segalanya di kantor. Meski sibuk, wanita itu selalu menemui Bayu di sela kesempatan seperti pagi sebelum ke kantor, makan siang, istirahat sore, maupun malam setelah pulang kerja. Sekarang akhir pekan, dan Fanya mengambil libur. Isa berhutang banyak dengan Fanya. "Daddy?" Panggilan Bayu mengenyahkan lamunan Isa. "Hemm?" Bayu menunduk. "Apa Mommy marah sama Bayu?" Isa mengernyit, jongkok di depan Bayu. "Kenapa berpikir begitu?" "Tante Fanya bilang, Mommy bahagia di surga, jadi Bayu nggak perlu khawatir sama Mommy. Tapi kenapa Mommy nggak ajak Bayu? Apa Bayu anak nakal makanya Mommy bahagia sendiri di sana?" Pertanyaan ini lagi. Isa sudah menghapal jawaban yang harus dia berikan, sesuai dengan pernyataan Fanya sebelumnya, tapi menghadapi secara langsung mata bundar yang jernih ini ... Isa tidak sanggup membohonginya. "Bukan begitu. Bukan karena Bayu nakal. Itu..." Bayu dengan mata bulat jernihnya menunggu penjelasan Isa, tapi pihak lain kesulitan menjelaskan. Fanya yang tidak jauh dari sana mengamati ekspresi kesulitan di wajah Isa, maka dia mendekat dan berkata, "Apakah kita jadi ke taman bermain?" Bayu menatap Fanya, mengangguk antusias dalam sedetik, lalu ekspresinya berubah sedih. Bayu senang saat Fanya dan Isa bersama-sama, membuatnya terlihat mirip dengan anak-anak lain, tidak seperti sebelumnya yang hanya ada Bayu dan Rasti. Tapi, sampai kapan mereka bisa menemani Bayu? Bayu tahu kalau Daddy-nya akan pergi bekerja dengan Fanya nanti, dan dia akan ditinggal sendirian lagi. Tapi, dia sudah jadi anak baik, kan? Daddy-nya tidak akan meninggalkannya seperti Mommy-nya, kan? Karena pikirannya itulah, Bayu kembali menangis sekarang. "Bayu? Kenapa menangis, Sayang?" Fanya memeluk Bayu, mengusap-usap punggung anak itu. "Bayu nggak mau ditinggal sendirian..." Fanya terlihat sedih, sangat memahami kesedihan Bayu karena ibunya juga meninggal saat dia kecil. Bedanya, usia Fanya saat itu sudah sepuluh tahun, sedangkan Bayu masih sangat kecil. Fanya mengusap belakang kepala Bayu dengan penuh kasih sayang, seolah yang dalam pelukannya adalah putranya sendiri. "Nggak akan ada yang meninggalkan Bayu. Daddy dan Tante Fanya akan selalu menemani Bayu." "Mommy juga dulu bilang begitu, tapi sekarang Mommy nggak di sini. Mommy ninggalin Bayu... Mommy jahat... Mommy nggak ajak Bayu ke surga..." "Sst." Fanya melepas pelukan, menghapus air mata di pipi tembem anak itu. "Mommy nggak jahat." Fanya dengan sabarnya, mengulang kembali penjelasan ini. "Di surga, Mommy sedang menyiapkan tempat yang bagus buat Bayu, menunggu Bayu ke sana. Tapi sekarang Bayu belum boleh ke sana karena masih terlalu kecil." "Daddy udah besar, tapi nggak ke sana?" ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN