Save Me 26

1785 Kata
Setelah selesai CT Scan, aku kembali ke rumah sakit dengan wajah yang ceria dan tak ada beban sedikit pun dalam pikiran. Mama bertanya apa saja yang dilakukan tadi dan aku pun dengan senang menceritakan semuanya pada wanita terhebatku itu. Menjelang waktu istirahat, tepat ketika jam sembilan malam cairan infusku habis. Akhirnya Papa mengundang perawat. Beberapa saat kemudian, seorang perawat bernama Dini yang semula bersikap jutek, datang mendekatiku dan berubah menjadi sangat baik. "Teh Septi, tadi habis CT Scan, ya?" tanya beliau seraya mengganti botol infus. "Iya, Teh." "Hasilnya ditunggu besok, ya, tadi itu CT Scan-nya juga yang kontras, ya?" Kata kontras membuatku bingung. "Teh, kontras itu maksudnya gimana, sih?" "Jadi, kan, biasanya kalau CT Scan itu  yang biasa aja. Nah, kalau tadi kontras, untuk melihat penyakit-penyakit yang sulit dideteksi." Setelah suster Dini menjelaskan ia pun berlalu. Kemudian, Mama bertanya, "Mama nggak ngerti. Apa maksud kontras itu?" Semampu dan sebisa mungkin, aku pun menjelaskan kembali pengertian CT Scan kontras menggunakan bahasa yang mudah dimengerti oleh Mama. *** Selasa pagi ini terasa ceria, kamar tempatku dirawat berdekatan dengan jendela, sehingga setiap pagi akan terpancar sinar matahari dari arah timur. Kami semua menunggu kedatangan dokter Sarmilah untuk mengetahui hasil dari pemeriksaan kemarin. "Duh... udah jam sepuluh, kok, dokter belum datang, ya?" ujar Papa terlihat tegang. "Sabar, Pah, kan, yang diperiksa bukan cuma Septi aja," sahut Mama. "Papa mau ke kamar mandi dulu aja. Udah nggak tahan, nih. Nanti kalau ada dokter kabarin, ya. Sekalianlah mau mandi juga." Kebiasaan Papa dan Mama ketiga tegang, pasti ingin pergi ke kamar mandi untuk buang air kecil ataupun besar. Merasa sangat ingin buang air kecil atau besar saat keadaan tegang, cemas atau gugup adalah satu hal wajar dan kondisi yang terjadi saat nervous. Sensasi rasa ingin buang air kecil saat merasa gugup adalah hal yang lumrah. Sebab, saat seseorang merasa tegang, umumnya ia akan memiliki kebutuhan untuk segera mengosongkan kandung kemih. Kondisi yang terjadi saat nervous inilah menyebabkan banyak orang yang selalu merasa ingin segera ke kamar kecil.Kalau kamu mengalami hal ini, jangan pernah ditunda dan segeralah pergi ke toilet untuk menuntaskannya. Sebab menahan kencing adalah satu kebiasaan yang tidak baik bagi tubuh. Salah satunya adalah bisa memicu terjadinya infeksi kandung kemih. Saat seseorang tengah merasa gugup, kandung kemih dengan sendirinya akan mengisi urin dari ginjal. Sementara sfingter (otot halus berbentuk cincin) eksternal di kandung kemih akan tertutup rapat untuk memastikan urine tidak bocor. Pada orang yang sehat, kandung kemih dapat menampung setidaknya 2 gelas atau sekitar 0,4 liter cairan urin. Dan saat kandung kemih telah penuh, otak akan menerima sinyal yang dikirim melalui tulang belakang sebagai tanda kamu harus segera melepaskan cairan tersebut. Saat sinyal telah diterima dan tubuh siap melepaskan urin, otot sfingter eksternal akan rileks dan membiarkan urin mengalir. Kendati demikian, sejumlah ahli masih belum yakin apa kaitan antara rasa gugup dan keinginan buang air kecil. Sebab proses untuk buang air kecil dikendalikan oleh banyak faktor, termasuk saraf sepanjang sumsum tulang belakang, otak, dan emosi seseorang. Namun, sebagian besar ahli meyakini bahwa ketika seseorang cemas atau gugup, tubuh akan masuk ke mode fight-or-flight. Respon fight-or-flight dapat meningkatkan produksi urin di ginjal, dan mendesaknya untuk segera keluar. Anggapan lainnya menyebut bahwa ketika seseorang merasa gugup, otot akan merasa tegang. Salah satu otot yang tegang tersebut bisa jadi adalah kandung kemihnya. Dan otomatis hal ini akan memicu perasaan ingin buang air kecil menjadi semakin kuat. Salah satu kebiasaan yang sangat penting untuk hindari adalah menahan kencing. Sebab hal tersebut benar-benar dapat mengganggu kesehatan secara keseluruhan. Sering menahan buang air kecil bisa menyebabkan efek samping berupa infeksi saluran kemih dan batu ginjal. Urin atau air kencing merupakan sisa eksresi tubuh yang ditampung dalam kandung kemih. Artinya, urin merupakan kotoran yang tidak diperlukan tubuh dan harus dikeluarkan. Sebaliknya, kebiasaan menahan kencing yang menyebabkan urin terlalu lama berada di dalam kandung kemih bisa menjadi media pertumbuhan bagi bakteri. Pada tingkat yang lebih parah, kondisi ini dapat menyebabkan infeksi pada kandung kemih dan saluran kencing. Zat-zat buangan yang berada di dalam urin juga dapat mengkristal dan menyebabkan terbentuknya batu ginjal. Nyatanya, menahan kencing adalah satu hal yang tak perlu dibiasakan. Dan jangan lupa untuk segera buang air kecil saat kamu sedang gugup, atau akan melakukan sesuatu seperti presentasi. Mengeluarkan sesuatu yang “mendesak” seperti ini dapat membantu meredakan rasa gelisah tersebut. Beberapa saat setelah Papa pergi, datangnya suster Dini dan menyebut namaku. "Keluarga Septi..." ujarnya dengan nada khas para perawat. "iya, Sus," sahut Mama. "Bu, Bapak-nya mana? Sekarang ditunggu dr. Sarmilah di ruangan, ya." "Iya, Sus, sebentar... papanya  Septi lagi di kamar mandi." Mama pun segera menggedor pintu kamar mandi dan berteriak, "Pah... cepetan! Dipanggil dokter, tuh." Sesaat kemudian Papa keluar dengan cepat dan berkata, "Sekarang suruh ke ruangan?" Aku menggangguk. "Aduh, ada apa, ya?" gumam Papa seraya menggosok-gosok rambutnya yang basah. Usai merapikan penampilan, Papa langsung pergi. Namun, baru sampai di pintu, aku berkata, "Pah... apa pun penyakit aku, jangan dirahasiain, ya. Papa harus jujur sama aku." Papa pun  mengangguk dan berlalu. Pasien sebelah, keluarganya tidak memberitahu bahwa penyakit yang diderita adalah Leukimia. Orang yang berbaring di tempat tidur jtu hanya tahu, bahwa dirinya sakit demam berdarah. Dan, aku tidak mau hal seperti itu terjadi padaku. Aku ingin baik dokter ataupun keluarga berlaku jujur, sebenarnya aku ini sakit apa? Beberapa saat kemudian. Lima belas menit sudah aku menunggu. Akhirnya, Papa pun datang dan segera duduk di dekat Mama. Aku mendengar bagaimana embusan napas pria itu mulai tak biasa. Papa menatapku dan berkata, "Kamu janji, ya, nanti kalau Papa ngasih tahu penyakit kamu, nggak akan kenapa-napa?" Aku pun mengangguk dan menyiapkan segenap hati dan pikiran. Bukan hanya aku, Mama juga sangat penasaran dengan kabar terbaru yang dibawa oleh Papa dari dokter Sarmilah. "Kata dokter, kamu itu sakit Bronkitis," ujar Papa dan beliau terlihat kebingungan. Aku yang mendengar kalimat tersebut merasa semakin bingung dengan diagnosa tersebut. "Kok, Bronkitis, sih, Pah? Aku nggak pernah batuk-batuk berlebih. Dan yang aku rasain nggak ada tanda gejala penyakit itu." Bronkitis adalah sebutan untuk infeksi yang menyerang saluran pernapasan utama dari paru-paru atau yang disebut dengan bronkus. Akibat penyakit ini, maka akan terjadi peradangan atau inflamasi yang kemudian akan menimbulkan gejala yang mengganggu pernapasan. Bronkitis terbagi menjadi dua jenis, yaitu: Bronkitis akut. Ini merupakan jenis bronkitis yang bisa menyebabkan pengidapnya mengalami gejala hingga dua atau tiga minggu. Bronkitis jenis ini adalah gangguan infeksi sistem pernapasan yang cukup umum terjadi. Korban yang paling sering terserang penyakit ini adalah anak-anak dengan usia di bawah 5 tahun. Berikutnya, bronkitis kronis. Ini merupakan jenis bronkitis yang disebabkan oleh infeksi bronkus dan bertahan setidaknya tiga bulan dalam satu tahun dan bisa berulang pada tahun berikutnya. Berbeda dengan bronkitis akut, bronkitis kronis lebih sering tdijumpai menyerang orang dewasa di atas usia 40 tahun. Terdapat beberapa hal yang bisa meningkatkan risiko seseorang alami bronkitis, antara lain: Kebiasaan merokok atau menghisap asap rokok. Tidak mendapat vaksin influenza atau pneumonia. Terpapar zat-zat berbahaya, mulai dari debu, amonia, atau klorin ketika bekerja atau melakukan aktivitas harian. Anak dengan usia di bawah 5 tahun atau orang dewasa yang lebih dari 40 tahun. Memiliki sistem kekebalan tubuh yang lemah. Mengidap beberapa penyakit lain, misalnya penyakit refluks asam lambung (GERD). Bronkitis akut disebabkan oleh infeksi paru-paru yang pada banyak kasus penyebabnya adalah virus. Iritasi dan peradangan menyebabkan bronkus menghasilkan lendir lebih banyak. Bronkus merupakan saluran udara dalam sistem pernapasan yang bertugas membawa udara dari dan ke paru-paru. Sementara itu, penyebab bronkitis kronis yang paling umum adalah merokok, baik pasif maupun aktif. Dalam setiap isapan rokok, terdapat zat yang bisa berpotensi merusak bulu-bulu kecil di dalam paru-paru yang disebut rambut silia. Hal tersebut berfungsi untuk menghalau dan menyapu keluar debu, iritasi, dan lendir yang berlebihan. Setelah beberapa lama, kandungan rokok bisa menyebabkan kerusakan permanen pada silia dan lapisan dinding bronkus. Saat ini terjadi, kotoran tidak bisa dikeluarkan dan dibuang dengan normal. Akibat dari lendir dan kotoran yang menumpuk di dalam paru-paru, maka ini dapat membuat sistem pernapasan menjadi lebih rentan mengalami infeksi. Batuk disertai lendir berwarna kuning keabu-abuan atau hijau. Sakit tenggorokan. Sesak napas. Hidung beringus atau tersumbat. Sakit atau rasa tidak nyaman pada d**a. Kelelahan. Demam ringan. Untuk memastikan apakah seseorang alami bronkitis, maka diperlukan bebrapa langkah pemeriksaan untuk memastikannya. Caranya dimulai dengan pemeriksaan terhadap gejala yang muncul, riwayat kesehatan yang dialami pengidapnya serta faktor risiko yang ada. Saat menjalani pemeriksaan awal, dokter akan mengamati kondisi paru menggunakan stetoskop ketika bernapas. Beberapa tes lain juga dibutuhkan untuk mendiagnosis bronkitis. Tes tersebut, antara lain: Rontgen d**a, untuk mendeteksi kondisi sistem pernapasan secara keseluruhan dan hal-hal lain penyebab timbulnya batuk. Pemeriksaan kadar oksigen dalam darah. Saat tes ini dilakukan, alat berupa sensor khusus akan digunakan, kemudian ditempelkan pada jari untuk mengetahui kadar oksigen dalam darah. Tes darah. Tes fungsi paru. Alat berupa tabung atau selang yang disebut spirometer akan digunakan selama proses pemeriksaan ini. Pengidapnya akan diminta untuk menghirup dan mengembuskan napas melalui spirometer. Alat ini pun akan menunjukkan fungsi paru pasien. Pneumonia adalah komplikasi bronkitis yang paling mungkin terjadi. Komplikasi bronkitis ini bisa muncul saat infeksi menyebar lebih jauh ke paru-paru. Infeksi ini kemudian sebabkan kantong udara dalam paru-paru terisi dengan cairan. Faktanya, sekitar 5 persen kasus bronkitis berujung pada pneumonia. Bagi pengidap bronkitis yang sudah lanjut usia, perokok, dan orang yang dalam kondisi sakit, perlu dirawat di rumah sakit karena rentan terkena pneumonia. Jadi tindakan ini baik dilakukan sebagai bentuk pencegahan agar terhindar dari pneumonia. Umumnya, bronkitis bisa diatasi dengan mudah di rumah. Namun, kondisi ini bisa semakin parah dan perlu perawatan di rumah sakit. Ini terjadi saat: Batuk yang dialami lebih parah dan bisa bertahan hingga lebih dari tiga minggu. Mengalami demam selama lebih dari tiga hari. Batuk berdahak yang diikuti dengan darah. Mengidap penyakit jantung atau paru-paru yang merupakan penyebab dasarnya. Misalnya, penyakit asma, emfisema, atau gagal jantung. Pengobatan bronkitis yang disarankan: Bronkitis akut bisa sembuh dengan sendirinya dalam beberapa pekan, jadi terkadang tidak diperlukan pengobatan untuk bronkitis. Disarankan untuk minum banyak cairan dan juga banyak istirahat. Pada beberapa kasus, gejala bronkitis bisa bertahan lebih lama. Gejala bronkitis kronis biasanya akan bertahan sekitar tiga bulan. Sayangnya, hingga kini belum ditemukan obat yang bisa menyembuhkan bronkitis kronis, tapi ada obat yang bisa digunakan untuk meredakan gejala yang muncul. Sebaiknya hindari merokok atau lingkungan dengan banyak perokok di sekitarnya. Kondisi ini bisa membuat gejala makin parah. Ketika sakit batuk dahak dan terjadi dalam jangka waktu yang cukup panjang, sebaiknya segera periksakan pada dokter untuk mengetahui apakah ada risiko bronkitiis atau tidak. Papa terlihat bingung setelah aku mengatakan bahwa tidak mungkin ada Bronkitis dalam tubuh ini. "Lha, jadi... tadi itu apa, ya?" Papa terlihat sedang berpikir. "Bukan, sih, kayaknya bukan Bronkitis. Aduh, Papa lupa, pokoknya ada tis-tisnya gitulah. Katanya, sih, Radang Otak." Aku terkejut mendengar Papa menyebut Radang Otak. Aku tahu maksud Papa itu penyakit apa. "Oh, Meningitis? Radang Selaput Otak?" *** Bersambung ...
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN