Bab 9. Menghadapi Calon Ayah Mertua

1183 Kata
“Dokter Thorn, apa yang akan kita lakukan pada pasien ini?” tanya salah seorang intern yang mengikuti kegiatan rutin round visit dokter. Round visit adalah kegiatan rutin setiap pagi yang dipimpin oleh dokter residen yang bertugas membawa dokter intern untuk melihat, menganalisis serta memperhatikan perkembangan pasien yang ditangani. Hari ini, Jason yang memimpin round pagi ini. Sayangnya ia kurang berkonsentrasi. “Dokter Thorn?” panggil salah satu intern. Jason tersentak dan berbalik menghadap delapan orang intern yang harus ia bawa berkeliling. “Oh, ada apa? Ada pertanyaan?” Jason balik bertanya. Beberapa intern malah saling tersenyum melihat sikap Jason yang agak aneh hari ini. “Apa yang akan kita lakukan pada pasien ini?” tanya intern itu mengulang pertanyaannya. “Uhm, lakukan pemantauan seperti biasa. Jika suhu tubuhnya agak naik segera periksa, jangan sampai ada infeksi apalagi pendarahan di dalam.” Jason menjawab sekedarnya. Ia malas dan langsung membubarkan para intern. “Round hari ini selesai. Semua kembali bekerja dan jangan ganggu aku sampai selesai makan siang!” perintah Jason menyerahkan pasien chart pada salah satu intern. Ia menunjuk intern berkacamata itu dengan delikan tajam. “Jangan sampai ada pasienku yang meninggal atau aku akan membuatmu membayar mahal!” tunjuk Jason galak lalu berbalik pergi. Intern yang diberikan tugas oleh Jason langsung melotot ketakutan tapi ia tidak bisa berbuat apa pun. Jason tidak berselera untuk bekerja hari ini padahal ada beberapa laporan yang harus ia selesaikan. Bahkan Jason menolak melakukan operasi usus buntu karena takut tidak bisa berkonsentrasi. Langkah kaki membawanya ke kantor Chief of Medicine. Akan tetapi, sebelum sampai di depan kantor tersebut, Jason berhenti dan berbalik. Sebelah tangannya menopang pinggang dan sebelah lagi mengetukkan jemari ke dinding. Ia sedang berpikir caranya bicara. Seperti ada yang salah dengan perasaannya. Setelah pertunangan kemarin, Jason merasa telah melakukan kesalahan. Seorang perawat yang hendak masuk ke dalam ruang COM (chief of medicine) sempat berhenti saat melihat sosok Jason di sana. Rasanya aneh jika melihat dokter bedah itu sedang menghadap dinding dan diam di sana. “Dokter Thorn?” Jason berbalik dan membesarkan matanya saat melihat calon ayah mertuanya, Edward Reitberg menatapnya diam. Ia berdiri di belakang perawat yang menyapa Jason. “Uh, iya?” jawab Jason mulai gugup. “Apa yang Anda lakukan di sini, Dokter?” tanya perawat itu lagi. “Tidak ada. Aku ... aku baru dari ... sana.” Jason menunjuk asal ke ujung koridor yang buntu. Perawat dan Edward itu sama-sama melihat ke arah jempol Jason mengarah. “Maksudmu ruang COM?” Jason menaikkan kedua alisnya. “Iya.” Jason menjawab singkat. Edward tak tampak bersikap ramah pada Jason meski ia mengenalinya. Perawat itu pun hanya tersenyum pada Jason dan tidak ingin mencampuri urusan Jason. Perawat itu hanya bertugas untuk mengantarkan Edward ke ruangan COM. “Silakan, Tuan Reitberg. Biar aku antarkan ke ruangan Dokter Reitberg.” Edward mengangguk pelan dengan dagu sedikit mendongak angkuh seperti biasa. Edward pun berjalan melewati Jason dan masuk ke dalam ruangan COM tanpa menyapanya. Jason mengikuti pandangan ke arah Edward yang masuk ke dalam seraya mengernyit. “Kenapa dia tidak menyapaku? Aku kan calon menantunya,” gerutu Jason begitu kesal. Ia pun mendengus dan berkacak pinggang. Setelah perawat yang mengantarkan keluar barulah, Jason masuk. “Daddy mau apa kemari?” tanya Grace dengan sikap ketus pada ayahnya. Jason mengetuk pintu dan masuk meski belum mendapatkan ijin. Grace dan Edward sama-sama menoleh ke arah pintu. Sedangkan Jason melongok dan masuk dengan senyuman lebar. “Hai, Sayang. Apa kamu sedang sibuk?” Jason menyapa pura-pura tak melihat Edward di ruangan tersebut. Grace yang sempat tertegun bingung baru menjawab setelah melihat wajah datar ayahnya. “Oh ... uhm, iya. Tidak juga. Masuklah.” Grace menjawab dengan ragu. Jason tetap tersenyum dan masuk lalu menutup pintu dan menyapa Edward yang belum buka mulut. “Selamat siang, Tuan Reitberg. Senang bertemu denganmu lagi. Kamu tidak menyapaku tadi saat kita berpapasan. Aku pikir, kamu mungkin lupa padaku. Aku adalah tunangan Grace,” ujar Jason separuh meledek calon ayah mertuanya itu. Edward menyunggingkan seringai sinis yang disambut dengan senyuman santai oleh Jason. Sedangkan Grace menatap keduanya dengan raut cemas secara bergantian. “Tentu saja aku masih ingat padamu. Aku hanya kaget dan tidak menyangka jika kamu ternyata bekerja di rumah sakit tempat Grace memimpin. Hmm ... apa kalian benar-benar pacaran?” Edward langsung menembak Jason dengan sebuah peluru yang akan membuatnya kelabakan jika tak siap. Tetapi bukan Jason namanya jika tidak menghadapi semua masalah dengan keberanian. Daripada takut terintimidasi dan ketahuan, ia malah berdiri santai serta mengulum senyuman. “Ya begitulah. Aku memang seorang dokter bedah di rumah sakit ini. Seingatku, aku sudah memperkenalkan diriku kan?” balas Jason pura-pura bodoh seraya sedikit melirik pada Grace yang memandanginya begitu cemas. “Entahlah. Aku lupa. Ngomong-ngomong apa posisimu di sini, Dokter Thorn? Attending? Resident? atau ... intern?” olok Edward membalas lagi. “Residen ...” “Oh, haha ... wah. Grace ...” Edward langsung memotong dengan tawa mengejek lalu menoleh pada Grace yang masih menatap dengan raut yang sama. Ia berbalik dan berhadapan dengan Grace. “Apa kamu sadar sudah melakukan apa, Grace? Kamu berselingkuh dengan pria ini sampai Russel meninggalkanmu? Ini ... ini sangat konyol,” ujar Edward masih mengejek hubungan Grace dan Jason. Jason yang semula masih tersenyum kini kehilangan senyumannya. Kedua tangannya dari saku celana kini menyilang di depan d**a. “Apa Russel tahu tentang skandal yang kamu lakukan ini?” imbuhnya lagi masih memojokkan Grace. Grace sedikit memutar bola matanya. Tentu saja Russel tak tahu. Jason bahkan tidak mengenal Russel sama sekali. “Kurasa dia bukan pria bodoh, Tuan Reitberg. Russel pasti tahu dan sudah saatnya menyingkirkan diri. iya kan, Sayang?” sahut Jason menyambar menjawab pertanyaan untuk Grace. Edward tak suka dan mendelik pada Jason. “Ini skandal yang akan mempermalukan keluarga kami, Dokter Thorn. Ini bukan sesuatu yang sembarangan. Seperti yang kamu sudah lihat jika Grace bukanlah wanita biasa. Dia seorang bangsawan.” Edward membalas angkuh. “Aku tahu, Tuan Reitberg. Tidak perlu mengulangnya lagi─” “Dad, aku sedang hamil ... bayi dari Jason. Grandma sudah mengetahuinya dan menyetujui hubungan kami. Untuk apa lagi kamu malah datang dan mengungkit hal seperti ini?” tukas Grace menyela setelah dari tadi menahan diri tak bicara. “Kamu adalah seorang bangsawan dan hamil dari pria biasa seperti ini? Bahkan saat kamu sudah memiliki Russel, kamu malah tidur dengan dokter di rumah sakitmu! Ini memalukan, Grace!” Edward makin ngotot. “Terserah, Daddy mau bilang apa. Aku rasa bukan hanya aku yang memalukan dan membuat skandal. Daddy pun seperti itu saat menjadikan Olivia sebagai simpanan. Apa bedanya denganku? Kita sama saja, bukan?” balas Grace cukup keras meski dengan suara rendah dan sikap tubuh yang tenang. Jason menoleh pada Grace dan tertegun mendengar kalimatnya. Sekarang ia mengerti kenapa Grace tidak bersikap baik pada orang tuanya. Edward tampak tersinggung dan mengeraskan rahangnya menatap Grace yang sudah membuka masalah keluarga mereka. “Sebaiknya Daddy pergi saja dari sini dan berhenti mengurusi masalahku. Aku tidak boleh stres karena aku sedang hamil,” imbuh Grace lagi seraya mengusap perutnya. Edward mendengus keras dan angkuh. Tanpa pamit, ia berbalik meninggalkan ruangan tersebut.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN