“Hari ini aku agak senggang. Apa kamu tidak ingin pergi ke suatu tempat?”
Denis menawarkan pada Renata yang masih bermalas-malasan di tempat tidur usai kejadian semalam. “Memangnya mau ke mana?”
“Mall kek. Mau beli baju gitu?”
Renata menutup kepalanya dengan selimut. “Malas.”
“Kenapa?”
Renata membuka selimutnya dengan cepat ke atas perutnya namun begitu tersadar bahwa dia tidak mengenakan baju karena ulah Denis semalam dia langsung menutupnya. “Memangnya siapa yang mau pergi ke tempat konyol itu? Aku malas sekali pergi ke sana.”
“Kenapa?”
Denis sedang menggosok kepalanya dengan handuk kering untuk mengeringkan rambutnya yang kemudian duduk di dekatnya Renata. “Memangnya ulah siapa yang semalam bikin aku gini? Tahu gini sakitnya aku mana mau.”
“Daripada aku tersiksa terus. Ya kamu juga kan mau, Re.”
“Tetap aja sakit.”
Renata masih bermalas-malasan di atas ranjangnya dengan menutupi tubuhnya menggunakan selimut yang cukup tebal. Pagi-pagi sekali dia kesal karena tidak bisa bangun dari tempat tidur dengan sakit yang masih terasa di area kewanitaannya usai diajak bercinta oleh Denis semalam. Mereka berdua adalah sepasang kekasih yang baru saja jadian dengan perjanjian di atas ranjang.
Cinta di atas ranjang.
Cinta di atas ranjang.
Ya itu adalah cinta di atas ranjang yang belum tentu ada kebenarannya tapi sudah terlanjur terjadi di antara mereka berdua. Renata juga tidak bisa menyesalinya karena sudah terlanjur terjadi antara mereka berdua. Andai dia menghalangi Denis, sudah pasti mereka tidak akan melakukannya. Tapi mereka berdua sudah terlanjur menikmatinya. Meskipun sakit sangat nyeri, tapi sudah terlanjur juga kalau Renata mau marah terhadap Denis.
“Serius masih sakit? Aku nggak pengalaman soalnya nyentuh p3rawan. Biasanya aku sama yang udah pengalaman.”
Renata yang baru saja berusaha bangun dari tidurnya terdiam.
Denis sadar atas apa yang dia ucapkan kemudian mencoba menyentuh Renata. Jadi dia bukan satu-satunya yang sudah disentuh oleh Denis. “Re...”
Tidak ada sahutan dari Renata yang malah langsung pergi dari tempat tidurnya menuju kamar mandi.
Tidak lama juga setelah itu Renata keluar.
Renata sudah berpakaian rapi ketika Denis menunggu di ruang tamu. “Renata.”
Tidak ada sahutan. Dia memberikan segalanya untuk Denis yang ternyata sudah pernah menyentuh wanita lain sebelum dirinya. Bisa-bisanya pria ini menipunya sampai Renata mau diajak tidur oleh Denis. Dia tidak pernah menyangka kalau Denis sudah pernah melakukannya dengan wanita lain. “Kamu marah?”
“Nggak.” Renata mengambil gelas lalu mengisi airnya dengan air yang ada di dispenser dekat Denis berdiri menyusul barusan.
Andai dia tidak keceplosan, dia tidak akan pernah canggung dengan Renata sekarang. “Re, kamu jangan bertingkah begitu dong!”
“Emangnya aku bertingkah aneh, ya?”
“Aneh banget. Ya kamu kan nggak biasanya begini. Terus kamu tiba-tiba marah sama aku. Diam-diam gini kamu artinya marah.”
“Berapa orang, kak?”
Denis terkesiap mendengar pertanyaan Renata barusan yang mempertanyakan jumlah orang yang sama sekali tidak dimengerti oleh Denis. “Apanya?”
“Orang yang kakak tiduri.”
“Re... aku minta maaf.”
“Apanya? Kapan terakhir?”
“Aku minta maaf, Re.” Denis masih mencoba untuk memohon maaf pada Renata yang sudah dikecewakan untuk pagi yang menyebalkan ini. sakitnya saja sudah pasti belum hilang, ditambah lagi mereka baru jadian. Mereka yang pacaran juga karena Denis tidak menerima penolakan.
Gara-gara tadi mulut si@lannya itu sampai membuat Renata marah padanya, Renata sudah pasti tidak akan percaya dengan mulut sialan yang terlalu jujur pernah menyentuh wanita lain selain Renata. “Re, aku sayang kamu.”
“Bohong.”
“Sumpah.”
“Buaya mana yang sih ini lepas dari kandangnya?” Renata tidak menoleh sedikit pun dan malah pergi ke ruang tamu sambil duduk di sofa.
Kali ini sikap Denis seolah sedang mengemis cinta pada Renata. “Kamu marah? Aku cinta lho sama kamu.”
“Nggak denger.”
“Kamu sengaja, Re. Aku bilang aku sayang sama kamu.”
“Mana ada buaya ngaku sih?”
Denis hampir putus asa dan ingin merutuki tingkah bodohnya tadi. “Kamu kenapa sayang? Kamu beneran marah waktu aku bilang nggak nyentuh perawan? Jujur aku akan bilang aku pernah bay@r wanita, puas?”
“Terus kenapa nggak tidur sama mereka sana?”
“Aku cintanya sama kamu.”
“Oh berarti waktu itu ngelakuin juga atas dasar cinta dong? ada yang desahannya lebih kuat gitu? Sampai bikin ot0ng kamu berdiri, gitu?”
“Re, ya ampun aku minta maaf deh kalau kamu marah. Sumpah deh aku nggak ada niat buat kamu marah.”
“Nggak niat bikin aku marah tapi mulut kamu udah jujur kalau kamu tidurnya bukan sama pacar kamu ini doang?” Renata kini dengan suara yang tinggi dan hampir saja pergi dari ruang tamu.
Dia sudah bangun dari tempat duduk dan bersiap untuk pergi dari sana. Tapi dengan tangannya yang sangat cepat menyambar tangannya Renata barusan. Akhirnya dia menahan tangan Renata. “Aku ngaku, Re.”
“Ngaku apa?”
Jujur saja dia merasa darahnya berhenti mengalir. Jantungnya terasa berhenti memompa darah ke seluruh tubuhnya ketika tidak kuasa mendengar pengakuannya Denis kali ini. dia memang tidak pernah menyangka kalau ini akan terjadi padanya. “Renata.”
“Aku nggak mau denger.”
Renata menyingkirkan tangan Denis dari lengannya itu.
Denis harus mengalah daripada dia membuat Renata lebih sakit lagi. Dia tidak mungkin berani menyakiti hati Renata ketika dia baru saja mulai untuk menerima orang baru di dalam hidupnya. Tentang perngantin kecilnya juga berusaha dia lupakan karena Renata.
Siang hari, bukannya merasa tenang. Tapi malah tidak ada tanda-tanda kehidupan di kamarnya Renata. Ketika dia mencoba menghubungi Renata. Tapi nomornya tidak aktif sama sekali. Mengingat dulu ketika Renata datang ke apartemennya saat kabur dari penculikan. Dan sekarang malah dia menyakiti hati wanitanya sendiri.
“Re.”
“Sayang.”
“Cintaku.”
Oh my god. Harga diri seorang Denis hilang karena seorang wanita yang ada di dalam kamar itu. tidak pernah sekalipun dia mengeluh dan juga tidak pernah dia memohon seperti ini pada seorang wanita. Hanya pada Renata. Ingat saja kalau hanya ada Renata yang pernah menjadi satu-satunya tempat Denis mengemis ini.
Sampai dia bosan mengetuk pintu.
Renata keluar kamar dan matanya sembab.
Menangis.
Denis tahu kalau itu sudah pasti menyakitkan. “Ayo makan siang! Aku udah beliin untuk kamu. Re, kita nikah aja, ya! Aku nggak bisa lihat kamu sedih kayak gini.”
“Buat apa?”
“Daripada kamu nggak yakin aku sentuh. Mending aku nikahi kamu. Biar hubungan kita juga jelas. Daripada kamu juga sedih karena udah ngasih perawan ke aku. Sumpah, Re. aku nggak punya wanita lain selain kamu. Ya jujur aja kamu pernah bayar beberapa wanita. Tapi ini sebelum sama kamu. Dan nggak bakalan lagi. Aku cuman mau sama kamu, kita berkeluarga.”
Tatapan mata Renata melotot tajam. Pantas saja dia tidak merasa canggung waktu itu karena Denis sudah pengalaman sebelumnya. “Tapi kamu sudah nyakitin hati aku. Bayangin kamu di sana menindih wanita lain. itu sakit sekali.”
Baiklah.
Kali ini adalah sebuah serangan bagi Denis dan terpaksa harus mengakui bahwa dirinya memang salah karena keceplosan tadi menyakiti hatinya Renata.