Denis melonggarkan dasinya sepulang dari kantor, dia melihat Renata sedang menyapu di ruang tengah. “Re, kamu udah makan malam?”
Renata menolah lalu mengangguk.
Tidak ada tanggapan.
Denis pergi ke kamarnya untuk membersihkan tubuhnya seharian ini diproyek karena memantau pembangunan yang baru. Entah Renata tidak mengatakan apa pun lagi padanya.
Usai mandi, dia keluar dari kamarnya dan mengambil s**u serta beberapa makanan yang ada di kulkas. “Kamu marah? Kenapa dari tadi pagi kita nggak pernah ngobrol,” Denis mulai merasa tidak enak terhadap Renata saat kejadian semalam dia yang tidak tahan dengan rasa kantuknya tiba-tiba saja tidur di saat mereka hendak melakukannya.
Renata membanting sapu lalu pergi.
Siapa yang tidak malu saat sudah menikmati permainan justru si Denis malah tertidur.
Renata sudah kalang kabut merasakan kenikmatan itu. Tapi sayangnya Denis tidur. “Re, kamu marah?”
Renata menatapnya dengan tatapan sinis. “Nggak,”
Ia menuangkan $usu ke dalam gelas lalu duduk di sofa sambil menaikkan kakinya ke atas meja. Dia makan kuaci di sana, “Re, sini dong!”
“Nggak,”
Denis menoleh lagi tidak tahu apa yang sedang terjadi pada wanita ini. “Kamu kenapa sih?”
“Nggak ada,” jawab Renata dengan nada cueknya.
“Aku tanya sekali lagi, kamu kenapa? Sejak tadi pagi kita gini terus,” Denis sudah tidak sabar lagi melihat tingkahnya Renata yang seperti itu. “Kamu kenapa?”
Renata mencoba melepaskan tangan Denis yang baru saja mencekramnya. “Kamu yang g!La,”
Denis menarik napasnya. “G!La kenapa? Kamu bisa jelasin?”
“Nggak,”
“Kamu datang bulan? Kamu kalau datang bulan udah biasa ngomel begini,”
“Nggak,”
Denis melepaskan tangannya Renata lalu ke kamar.
Denis membersihkan mulutnya setelah menyikat gigi dia berkumur dengan obat kumur mint. Sudah pasti ini karena kejadian kemarin Renata marah karena tidak dilanjutkan oleh Denis. Pria itu keluar dan membuka pintu kamar dengan lebar lalu menarik tangan Renata ke kamar. “Kamu mau ngapain?”
“Apalagi yang dilakukan sepasang kekasih yang udah saling mencintai dan punya tujuan selain di kamar?”
Renata termangu, kekasih? Sejak kapan Denis menjadi kekasihnya? Sejak kapan dia jadian dengan pria itu? Sejak kapan juga Denis sudah menjadi kekasih resminya Renata? Pertanyaan-pertanyaan itu terngiang dikepalanya.
Denis membuang handuk yang dipakai untuk mengeringkan rambutnya tadi. “Ayo kita selesaikan yang kemarin tertunda,” Denis membuka bajunya saat sudah melempar Renata ke atas kasur.
Baru saja Renata hendak menghindar tapi tangannya di kunci. “Kak, kakak mau apa?” tanya Renata dengan gugup.
“Menurutmu? Kita belum selesai kemarin, aku belum menikmatimu karena ngantuk s!alan itu,” kata Denis lalu mendekatkan wajahnya. “Aku nggak bakalan tidur,”
“Nggak, kamu pergi sekarang!”
“Atas dasar apa aku pergi? Kamu yakin kita tidak punya perasaan satu sama lain?”
“Nggak,”
“Bagiku tidak sama sekali, ini bukan sekadar n@fsu. Tapi aku nyaman, oke aku ngaku kalau aku nyaman sama kamu. Aku ngerasa kita suami istri tapi kamu yang cuek saat aku kasih kode,” ucap Denis yang tidak bisa membiarkan Renata menghindar begitu saja.
“Kita mau ngapain, sih?”
“Kemarin kita belum tuntas, kan. Sekarang kita lanjutkan,”
Denis sudah tidak bisa bersabar menghadapi sikapnya Renata. “Kemarin kamu kenikmatan, kan? Maka sekarang harus merasakannya sampai tuntas,”
Renata sedikit terkejut mendengar ucapannya Denis barusan sampai dia memalingkan wajahnha. “Aku serius, apa kamu mau melanjutkan yang kemarin?”
“Menurutmu?”
Denis tersenyum manis, matanya yang cokelat terlihat dengan jelas dan teduh. Aroma shampoo yang dia gunakan tercium oleh Renata saat pria itu memulai aksinya. Sorot matanya yang tajam namun teduh sedikit meyakinkan Renata. “Terserah aku berarti?”
Renata menggigit bibir bawahnya. “Tanggung jawab jika terjadi sesuatu?”
“Tentu sayang,”
Sayang? Denis memanggilnya sayang seperti barusan. Pria itu mendekatkan wajahnya lalu mencium keningnya Renata. “Kita udah lama tinggal bareng, kamu nggak ada perasaan sama aku?”
“Ada, tapi kamu selalu cuek sama aku,”
“Kapan?” Denis bertanya semakin intim saat mendekatkan wajahnya dan menempelkan keningnya. “Kamu tahu, aku udah tersiksa beberapa bulan ini karena kamu,”
Renata ingin menyangkal bahwa sebenarnya yang cuek itu adalah Denis sendiri. pria itu memang sangat dingin, jarang sekali berkomunikasi dengan Renata. “Kita lakukan,” ungkap pria itu lalu mencium bibir Renata.
“Aku takut hamil,” Renata menghadap lain saat mengatakan hal itu lalu Denis menarik dagu wanita tersebut dan mengecupnya.
Tatapan mereka sangat tajam. “Aku tidak akan membuatmu hamil. Lagi pula, kita bisa pacaran dulu, kan? Sebelum menikah,” Denis mencoba meyakinkan Renata karena dia memang ingin membuka hati pada wanita lain. Ia tidak akan menyangkal jika dirinya sebenarnya juga berusaha melupakan wanita yang dulu pernah ditunggunya menjadi pengantin kecilnya.
Ya bisa dibilang bahwa Denis juga lelah mencari wanita yang tak kunjung ditemukannya. Atau mungkin tidak akan pernah ditemukan olehnya.
Denis menciumi bibir lalu mengelus dengan lembut tengkuknya Renata. “C!uman pertamamu bukan?”
Renata mengangguk lalu mengalungkan tangannya saat suasana mulai panas. Denis mulai mencecapi lehernya Renata hingga terdengar lenguhan lagi. “Aku nggak bakalan tidur kali ini,” ucap Denis sambil menggigit pelan leher Renata dengan sedikit menghisapnya untuk menyisakan tanda di sana. “Setelah ini kamu akan benar-benar menjadi milikku,”
Denis membuka bajunya Renata dan membuka kaitan bra yang terpampang d@da indahnya Renata yang sangat menggemaskan bagi Denis. Perlahan dia mulai menurunkan ciumannya lalu meremas dan mencoba memancing keluarnya put!ng p@yudaranya Renata.
“Denis, kita ini apa?”
Denis berhenti dan menatap mata Renata. “Menurutmu apa? aku akan melanjutkan semuanya dan tidak akan bermain-main dengan hubungan. Kita pacaran, tidak ada penolakan. Jawabannya hany ada dua yaitu ya dan ok,”
“Kenapa tidak opsi tidak?”
Denis menciumi bibir Renata lagi. “Karena tidak ada penolakan di dalam hidupku. Karena kamu juga sudah menyiksaku beberapa bulan ini. Kamu sudah terlalu mengerikan, Re. kamu sudah nyiksa aku tanpa ada ampun,”
Renata malu-malu menahan senyumannya saat Denis menciumnya lagi. “Kita serius, kan?”
Denis tersenyum, ini senyuman paling hangat dari pria itu saat menciumnya dan langsung menurun ke lehernya. “Ssssshhh, mmmmppph,” Denis tidak mungkin akan berhenti hanya sampai di sini saat sudah membuat Renata seperti ini.
Apalagi dia menurunkan celananya Renata dan juga celana dalam Renata yang saat itu dia membuka paha Renata tanpa ada yang menghalangi lagi. Renata menutup miliknya. “Jangan!” ucapnya saat Denis hendak menurunkan wajahnya di sana.
“Kenapa nggak boleh?”
“Malu,” jawab Renata sudah bertelanjang penuh. Kemudian Denis membuka celananya dan mengangguk paham bahwa Renata tidak ingin jika Denis mencium daerah kewanitaannya.
Denis mencium bibir Renata dan mengusapkan tangannya sambil memainkan klir0tisnya Renata sampai mendesah hebat.
Cukup beberapa menit Denis melakukan pemanasan dan sesekali menurun pada p@yudaranya Renata. Sebenarnya juniornya sudah cukup menegang. Dia membuka p@hanya Renata lagi dan sudah siap berada di sana. namun Renata tidak mau mengharap ke arahnya, “Pegang!”
Renata menggeleng lalu menutup wajahnya dengan bantal. Tapi Denis menarik bantal tersebut dan mulai menggesekkan jun!ornya. “Kamu tahu kan ini bakalan sedikit sakit?”
Renata sudah merasa gugup. “Pelan!”
Denis tanpa diminta pun akan melakukannya dengan sangat pelan karena dia tahu Renata masih p3rawan. Pria itu sudah mulai mengambil ancang-ancang.
Dorongan pertama sangat sulit, sampai dia mencoba lagi.
Denis berhasil menyatukan tubuh mereka. “Aaaaakkkkkkkhh,”