“Renata ...”
Denis membersihkan piring kotor bekas makannya, dia membantu Renata yang sedang bergelut dengan perabotan yang kotor.
Namun masih sama seperti waktu itu. Renata tidak menggubrisnya sama sekali. Bahkan Renata sendiri bilang bahwa dia tidak mau bicara sedikit pun dengan Denis.
Mulut sialannya juga sudah melukai hati Renata.
Sampai malam hari dia merasa bahwa kehidupannya sangat monoton karena Renata tidak menyapanya sama sekali.
Dia kedinginan di luar, hujan juga sedang turun sangat deras. Di kamar sebelah tidak ada selimut.
Denis mencoba mengetuk pintu beberapa kali karena kedinginan. Meski tertutup seperti ini, tapi tetap saja hawa dingin itu bisa masuk ke dalam rumah meskipun pendingin ruangan sudah dimatikan.
Renata membuka pintunya, Denis masuk untuk bisa tidur bersama dengan Renata.
Wanita itu pergi terlebih dahulu ke tempat tidur dan menutup kepalanya.
Merasa bersalah dengan ucapannya tadi pagi. Dia memeluk Renata dari belakang. “Nggak usah peluk! Jijik.”
Denis melonggarkan pelukannya lalu menarik tangannya lagi dan melepas pelukan itu dari tubuhnya Renata.
Wanita itu bilang, dia menjijikkan. Benar saja kalau Denis memang pernah menyentuh wanita lain. Bahkan sudah beberapa yang dia sentuh dengan alasan bahwa dia butuh untuk memuaskan dirinya. Sampai Renata sekarang membencinya dengan ulah yang kemarin itu.
Denis kedinginan, ditambah lagi mengingat kemarin malam mereka membuat kamar ini terasa sangat panas.
“Re, kamu beneran marah?”
Tidak ada tanggapan sampai dia berani untuk menarik Renata dan mengunci tubuh wanita itu. "Aku dari tadi udah sabar hadapi kamu. Kamu pikir aku juga nggak sakit hati di diami terus? Aku nggak suka.”
Renata mencoba memberontak, kakinya juga ditindih oleh Denis. Kedua tangannya juga dikunci oleh pria itu dengan cepat. “Kamu pikir aku nggak sakit dengar pengakuan kamu? Kamu juga nggak mikirin hati aku kayak gimana? Aku pikir kamu pria baik-baik.”
“Aku tahu aku salah. Aku nggak pernah niat nyakitin hati kamu. Lagian aku serius, serius mau nikah sama kamu.”
“Pria tukang s3lingkuh itu nggak bisa dikasih kesempatan yang nantinya akan bertingkah begitu dia berumah tangga.”
Denis sadar kalau ini sangat fatal dan membuat Renata sedih dengan ulahnya itu. Tapi ia sendiri memang tidak tahan sampai harus memb@yar wanita lain untuk memuaskan dirinya. “Kita menghadap ke orang tua aku besok.” Tawar Denis ketika Renata terisak yang tiba-tiba air mata wanita itu terjatuh.
Renata menghadap ke arah lain. “Buat apa?”
“Kita nikah.”
“Nggak.”
Denis masih berada di atas tubuhnya Renata yang tiba-tiba saja menangis. “Aku nggak suka ditolak. Besok aku bawa kamu ke rumah Mama. Aku nggak peduli kamu mau marah.”
Denis melepaskan tangannya lalu dipeluk oleh Renata sampai dia terjatuh tepat ditubuh Renata. “Re.”
“Seseorang yang pernah di khianati itu akan sulit bangun kepercayaan. Kamu tahu, kan? Kamu ngerti maksud aku?”
Denis berbaring di sampingnya Renata. Dia tahu kalau Renata korban dari perceraian. “Aku paham.”
Dia melepaskan pelukan itu lalu mengusap air mata Renata. “Aku serius, kita bakalan nikah. Aku bakalan lamar kamu di depan orang tuaku. Di depan Ayahmu.”
Renata menggeleng. “Nggak.”
“Sama aku, Ayah kamu pasti restui kita.”
“Jangan nekat, aku nggak mau kita pisah!”
Denis paham bahwa Renata mungkin tidak ingin jika pernikahannya dihancurkan karena ayah dan juga ibu tirinya, Denis tahu kalau Renata benci sekali dengan ayahnya. Tapi Denis tidak bisa membiarkan hal itu terjadi. Dia harus bisa mengajari Renata hormat pada orang tua. “Aku bakalan ngomong sama Ayah kamu.”
“Tetap aja.”
“Please, aku nggak mau kamu lupa sama Ayah kamu sendiri. Ini untuk terakhir kalinya, aku janji.”
“Nggak. Aku nggak mau.”
Dia menghela napas panjangnya usai mendengar penolakan dari Renata tentang ayah wanita ini yang tidak mau ditemui lagi oleh Renata.
“Ya udah, aku nggak bakalan maksa kamu lagi.”
Denis memilih mengalah dibandingkan harus bertengkar lagi dengan Renata.
“Re.”
Denis mencium Renata karena tidak bisa melihat wanita ini terus bersedih.
Renata bangun dari tidurnya. “Jangan kayak kemarin.”
Tapi Denis malah menahan Renata ketika dia hendak pergi. Denis meremas d@da Renata dan mencium leher Renata dari belakang. “Sumpah besok kita ke rumah, Mama.”
Renata mencoba menyingkirkan tangan Denis tapi malah tangan itu masuk ke dalam kaos yang digunakan oleh Renata.
Dari belakang, telinganya juga dijilati oleh Denis sampai tubuhnya terasa meremang.
Dia tidak merasakan kalau ternyata dia sudah tidak memakai baju lagi yang entah sejak kapan Denis melepasnya.
Denis perlahan menidurkannya kembali dan melahap dadanya dengan sempurna. Pria itu memberikan sentuhan yang teramat luar biasa.
“Hentikan!”
Disela-sela menikmati setiap sentuhannya Denis, ia mendorong kepala pria itu ketika mengingat bahwa mereka sedang bertengkar. Tapi bisa-bisanya Renata membiarkan ini terjadi.
“Re, udah tegang.”
Renata memasang kembali bra dan juga kaosnya. "Aku nggak peduli.”
Denis merasa mati konyol sekarang, miliknya sudah tegak tapi Renata menghentikan kegiatannya barusan yang memberikan pemanasan pada tubuhnya Renata.
“Re, lima menit. Sumpah.”
“Nggak.”
Renata memilih untuk tidur lagi walaupun sebenarnya dia menikmati barusan. Tapi tidak ingin jika Denis menikmati lagi seperti tadi yang artinya bukan dia wanita pertama yang pernah disentuh oleh Denis.
Renata mematikan lampu utama dan diganti dengan lampu tidur. Sedangkan Denis pergi ke kamar mandi dengan boxer yang menempel pada tubuhnya.
Beberapa kali terdengar suara Denis yang sedang on@ni. Namun sekarang ini malah terdengar menjijikkan bagi Renata.
Waktu terdengar suara pintu kamar mandi ditutup. Renata pura-pura tidur dan menghadap ke arah lain agar Denis tidak memeluknya nanti.
“Aku tahu Re kamu pura-pura tidur. Nggak usah pura-pura.”
Denis kesal setengah mati, dia bermain solo karena ulahnya Renata barusan. “Kamu marah boleh aja, asal jangan keterlaluan gitu.”
“Mana lebih keterlaluan aku atau kamu yang udah bohong gitu?”
“Aku tahu aku salah.” Dia naik ke atas ranjang dengan ekspresi kesalnya pada Renata. “Terserah kamu, aku mau tidur.”
Bayangkan saja tadi, sedikit saja dia bisa merasakan kehangatan dijepit oleh Renata lagi seperti semalam.
Ketika dia baru saja memejamkan matanya, tiba-tiba tangan halus itu terasa sangat menenangkan dipunggungnya. “Aku minta maaf. Kamu ngeselin.”
“Aku tahu, tapi kamu nggak salah kok. Jadi jatah malam ii aku ambil besok pagi. Awas nolak aku p3rkosa kamu. Daripada kamu ngeselin. Lagian besok aku bawa kamu menghadap orang tua aku.”
Denis berbalik. “Kamu nggak marah?”
Denis membuka selimut itu lalu menatap mata Renata. “Nggak. Tapi hampir pengen telan kamu hidup-hidup.”
“Hehehe.”
“Nggak usah ketawa!”