Part 12 - Niana?!

1026 Kata
Lagi, pelaku kedua kasus pencemaran nama baik Arion Narendra tertangkap. Membocorkan identitas Laura Deolina, pelaku ditangkap. Musuh dalam selimut, penyebar identitas Laura Deolina ternyata sahabat baiknya. Laura menggeleng tidak percaya. Ada apa dengan berita yang hari ini beredar? Mereka membuat kesalahan dalam judul atau bagaimana? Laura jelas saja tidak percaya. Terpampang jelas wajah teman dekatnya di portal berita online ya walau dengan masker yang menutup bagian wajahnya sampai hidung. Laura tidak buta sampai tidak mengenali gadis yang menjadi pelaku yang membocorkan identitasnya. Sahabat? Teman yang di anggap sahabat hanya Niana seorang. Lalu, benar Niana pelakunya? Kenapa? Kenapa bisa orang yang selama ini dianggap baik dan tulus malah tega menusuk dari belakang? Dan hebatnya, setelah menyebarkan berita itu, Niana masih bersikap baik dengan membelanya saat di perlakukan tidak baik oleh teman-teman di sekolah. Sungguh pemain peran yang luar biasa. "Dek," panggil David pelan. Kakak sulung Laura jelas saja tahu mengenai Niana yang merupakan teman baik adiknya. Bukan sebulan dua bulan mereka berteman. Tetapi bertahun. Dan David juga sering mendapati Niana di rumah ini untuk sekedar main atau menginap. Telinganya juga kadang sampai bosan saat Laura yang terus menerus memuji Niana yang baik, Niana yang pintar dan Niana yang begitu sempurna di mata Laura. David tahu, bahwa Laura tulus berteman dengan Niana walau keadaan ekonomi gadis itu pas-pasan. Bukannya menjauh, Laura malah mengulurkan tangannya membantu dengan ikhlas. Kedua orang tuanya juga telah menganggap Niana seperti anak mereka sendiri. Tak jarang memberikan barang yang sama seperti Laura untuk Niana. Pertanyaan yang sama muncul dalam benak David. Lalu mengapa Niana melakukan itu semua? David menatap intens adiknya yang tidak bergeming. Wajahnya pias, menampakkan rasa kecewa yang teramat. Jelas saja. Orang yang selama ini di anggap baik ternyata mendorongnya dalam jurang kebencian. David yang tidak berada dalam posisi Laura saja dapat merasakan sesak dan sakit di hatinya. "Dek," panggil David kedua kalinya. Laura mengerjap. Air mata menetes. Tak bisa membendung lagi sesak di d**a. "Kalo mau nangis, nangis aja. Lepasin semuanya," ucap David tepat di depan telinga Laura setelah membawa tubuh adik kecilnya untuk masuk dalam dekapan. "Rasanya sakit banget Bang," ucap Laira parau. Makin menenggelamkan wajahnya pada d**a bidang David. David mengusap lembut kepala adiknya. Membiarkan Laura mengungkapkan semua yang mengganjal dalam benak. "Aku udah anggap Dia kaya Kakak aku sendiri, tapi." Laura berhenti sejenak. "Tapi Dia malah lakuin ini ke Aku," lanjut Laura sendu. "Jadi, pilihan Aku buat percaya dan ceritain ke Niana salah ya." "Apa kurangnya Aku buat Dia? Aku bahkan rela ngelakuin dan ngasih apapun buat Dia dan keluarganya." "Apa selama ini Aku kurang baik buat Dia?" "Kita udah bareng dari pertama masuk SMA, duduk bareng, saling cerita rahasia. Ah, bukan. Ternyata cuma Aku aja percaya sama Dia dan ceritain semua rahasia Aku ke Dia." "Aku bodoh Bang. Terlalu percaya sama orang lain." "A... Aku gak punya temen lagi sekarang." Laura merancau tiada henti. Meluapkan rasa kecewa yang begitu besar. Pria yang lebih tua delapan tahun dari Laura itu diam saja. Bingung akan menjawab apa. Takut salah berucap yang nantinya akan makin membuat Laura bersedih. Akhirnya hanya mampu mengeratkan dekapan saja. Lumayan lama dalam posisi yang sama, tidak ada pergerakan lagi dari Laura yang David rasakan. Dan benar saja, gadis itu tertidur. Seperti kebiasaannya dulu saat lelah menangis maka langsung terlelap karena lelah. Dengan pelan menidurkan tubuh Laura di tengah ranjang. "Belakangan ini, Kamu lagi diserang masalah bertubi-tubi. Abang tahu, kamu gadis kecil yang kuat." David membelai sayang rambut adiknya. Menyingkirkan anak rambut yang menutupi wajah Laura. Gadis kecil. Selamanya David akan menganggap Laura sebagai gadis keci yang selalu membutuhkan dirinya. *** Laura demam. Suhu gadis itu tiba-tiba saja naik saat masih terlelap. Lilina yang sengaja datang untuk membangunkan, dikejutkan dengan bibir anaknya yang bergeletuk kedinginan. Saat di cek, suhu badan Laura di atas rata-rata. Dengan segera, memanggil dokter keluarga untuk memeriksa kondisi anak gadisnya. "Bagaimana Dok, keadaan anak Saya?" tanya Lilina khawatir. Laura itu gadis yang jarang sekali sakit. Jika sakit pasti hanya batuk dan pilek saja. Tidak sampai begini. "Anak Ibu demam. Sepertinya sedang banyak pikiran dan merasa tertekan. Saran Saya, jangan bicarakan apapun yang berhubungan dengan penyebab pikiran dan tekanan itu." Lilina menghela nafas, mengerti apa penyebabnya sekarang. Laura masih belum dapat menerima bahwa teman dekatnya menjadi salah satu dalang keterpurukannya kemarin. Lilina juga tak habis fikir dengan pertemanan jaman sekarang. Bukannya membantu dan mensuport, malah mendorong agar terjatuh. "Nanti obatnya bisa di tebus di apotek terdekat. Saya permisi." "Biar Kevin aja Ma," ucap Kevin yang sedari tadi diam. Hari Minggu, seluruh anggota keluarga di rumah. "Bang, ambilin air kompresan baru yah," pinta Lilina pada David. David menuruti tanpa banyak kata. Tersisa hanya Lilina dan Deon yang menjaga Laura di kamar gadis itu. "Pa, Mama gak tega sama si Adek. Sebelum ini, Dia hidup tanpa beban pikiran. Sekarang malah hidup Dia penuh sama beban," ucap Lilina lesu. Tak tega melihat tubuh putrinya yang terbaring sakit dengan jarum infus menancap di pergelangan tangan kanan. Ya, dokter menyarankan untuk di infus saja. Dengan kekuasaan yang dimiliki, Laura di opname di rumahnya sendiri. Dengan dokter atau suster yang dua kali dalam sehari akan datang mengecek keadaan gadis itu. "Tugas kita sebagai keluarga cukup terus di sampingnya dan memberi support. Papa percaya, anak gadis Kita ini kuat dan bisa bangkit lagi," kata Deon menenangkan Lilina. Deon juga sebenarnya tak tega dan tidak terima. Dia dan istrinya yang sudah membesarkan Laura sampai sebesar ini saja sangat takut membuat gadis itu terluka walau sedikit. Namun, temannya yang baru mengenal beberapa tahun malah tega melukai Laura begitu dalam. Mungkin saat pelaku pertama tertangkap, Deon masih bisa memaafkan karena memang menyebarkan foto tidak disengaja untuk viral. Sedang ini, teman Laura itu malah dengan sadar dan sengaja memberikan screenshoot obrolannya dengan Laura pada admin lambe-lambean. Dan secepat kilat membesar menjadi gosip nasional. Laura dibenci, dimaki dan disalahkan. Padahal sebenarnya tidak ada perilaku gadis itu yang salah dan merugikan orang lain. "Rasanya Mama pengin dateng ke rumahnya Pa. Maki Dia sampai Mama puas," geram Lilina. Lilina tahu, jika bukan Niana yang menjadi pelakunya, mungkin Laura tak akan sampai jatuh sakit seperti ini. Gadis kecilnya terlalu menggunakan perasaan, dan saat dikecewakan sekecil apapun langsung berfikir keras dan menyalahkan diri sendiri mengapa sampai semua ini terjadi.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN