Ketempelan Hantu

1154 Kata
Setibanya di rumah Dwi, kami mendengar suara-suara kerasukan sebelum memasuki halaman rumah. Suara itu terdengar begitu jelas dan yang pasti, itu adalah suara Pak Lurah. “Teman-teman, saya sangat senang hari ini. Dwi yang bodoh ini, dulunya terlahir dengan berkalung usus. Tapi lihatlah Dwi yang dahulu berbeda dengan yang sekarang. Kini dia tidak bodoh lagi! Sungguh ini benar-benar muzizat Tuhan,” ucap Pak lurah yang suaranya terdengar hingga ke ke luar. Aku pun mengedarkan pandangan ke seluruh ruangan aula yang biasa digunakan untuk pertemuan para warga yang kini digunakan Pak Lurah untuk berceramah tentang kehebatan putranya yang bisa sembuh hanya dalam waktu semalam. Aku tidak menemukan keberadaan Dwi, karena Anak itu tidak mengikuti acara pertemuan ini. Lantas di mana dia sekarang? Aku dan gembul menyelinap masuk untuk mencari keberadaan Dwi. Aku melangkah dengan perlahan itu semua agar tidak dicurigai oleh keluarga Pak Lurah. “Lintang kamu dengar tidak seperti ada suara di belakang rumah,” ucap gembul. Aku pun merayap mencari keberadaan Dwi yang mungkin saja barusan ini membuat suara gaduh sebelumnya itu. Beberapa menit kemudian bysebuah kamar yang aku yakini itu adalah kamarnya Dwi. “Yakin kamu, Lintang?” tanya Gembul. “Jangan berisik, kamu Mbul.” Dari lubang pintu kecil, Lintang memastikan untuk melihat keadaan di dalam ruangan. Tidak begitu jelas, tapi sekelompok aku melihat wajah Dwi yang tengah begitu serius. Tanpa banyak bicara dengan gembul aku pun segera membuka pintu dengan mendorongnya pelan. Benar sekali aku mendapati d Tengah duduk di depan komputer, dia begitu serius hingga tidak menyadari kedatanganku yang berada di belakangnya. Benar-benar aneh, Dwi sedang bermain game online, padahal selama ini membaca saja dia tidak bisa. Setahuku, Pak Lurah hanya tinggal bersama sang istri dan putranya gembul, sementara kedua anak yang lain bersekolah di kota. Orang bodoh seperti Dwi tidak mungkin bisa menggunakan komputer dalam waktu semalam. Di desa kami yang berada di tengah perkebunan karet termasuk wilayah daerah terpencil. Meskipun di tahun 2013 komputer sudah banyak beredar, tapi sistem di balai desa kami masih menggunakan sistem manual. Aku yakin itu adalah komputer milik kedua kakaknya. Aku menatap gembul yang masih berdiri di depan pintu. Sengaja aku tidak mengajaknya masuk, karena aku merasa Gembul terlalu berisik. Pria gendut itu terus memanggilku dengan menggunakan bahasa tubuh, dia berharap aku mengizinkannya masuk. “Lintang, Aku ingin masuk untuk melihat apakah itu Dwi yang sebenarnya atau kah dia yang lain,” ucapnya lirih Aku mengisyaratkan dengan tangan berharap Gembul tidak masuk dan tetap menjaga di pintu. Semua ini sengaja aku lakukan untuk melihat apakah benar yang dikatakan oleh Mahesa, bahwa Dwi sedang ketempelan hantu. Selain itu aku juga ingin membuktikan, apakah cincin yang berada di jari manisku ini bisa memukul seseorang yang tengah ketempelan. Bersembunyi di belakang meja kecil, di sanalah aku mengintai Dwi. Dengan berjalan jongkok aku mendekat ke arah pintu untuk sesaat berbicara dengan gembul. “kenapa keluar lagi kamu Lintang?” “Aku hanya ingin mengajakmu masuk, tetapi aku tidak enak dengan Pak Lurah, takutnya nanti kita dianggap mencuri di rumah ini. “Masuk saja, aku yakin pak lurah hanya diam karena dia tahu kita adalah teman putranya,” ucap Gembul lirih di telingaku. Menurutku benar apa yang dikatakan gembul. Karena selama ini Pak Lurah membiarkan Dwi bermain denganku. Padahal banyak warga yang melarang anak-anak mereka bermain denganku, tapi tidak dengan Pak Lurah. Aku tidak bisa menolaknya, jadi aku setuju untuk masuk bersama. Aku berbalik dan hendak mengulurkan tangan untuk mendorong pintu. Namun, ternyata Dwi sudah berada di ambang pintu. Pintu yang sedikit terbuka itu, aku melihat Dwi hanya melongokkan kepalanya yang membuat aku tersentak kaget dan hampir saja berteriak seperti maling yang tertangkap basah. Aku beringsut mundur dan mencoba menatap gembul dan ternyata dia tidak kalah kaget seperti diriku, bahkan wajahnya tampak pucat dengan tangan yang gemetaran. Dwi hanya terdiam menatap kami berdua, bahkan tatapan matanya begitu menakutkan. Hingga beberapa menit kemudian ia pun bersuara, “Apa yang kalian lakukan di sini?” tanyanya dengan nada yang sepertinya marah. Aku menelan ludah, tetapi belum sempat aku membuka mulut, Gembul lebih dulu menyela. “Kami kemari hanya untuk memastikan apakah kamu benar-benar Dwi teman kami.” Sontak aku pun menoleh menatap Gembul. Tanpa basa-basi dia langsung saja melontarkan apa yang ada dalam pikirannya. Gembul benar-benar tidak tahu bahwa Dwi sedang ketempelan hantu. Tidak ada yang berubah, Dwi tetap dalam raut wajah dingin seakan tidak menyukai kedatangan kami berdua. “Masuk!” ucapnya. Setelah meminta kami masuk, duit kembali duduk di depan komputer untuk bermain game. “ini benar sekali orang bodoh itu sekarang tidak bodoh lagi, bahkan dia bisa berbicara lancar hanya dalam waktu semalam,” bisik gembul lirih. Ingin rasanya aku memberitahu Gembul tentang keadaan dulu yang sebenarnya. Namun, aku mengurungkan niatku, Karena semua itu aku lakukan agar Gembul tidak ketakutan. Suara yang dikeluarkan dari komputer itu tidak terlalu keras, sekilas aku melirik dia sedang bermain game peperangan. Aneh saja bagaimana bisa Dwi bisa semahir itu bermain dengan menggunakan elektronik yang canggih menurutku. Aku menatap pria gendut itu, dan kebetulan dia sedang menatapku juga dengan senyumnya yang terlihat seperti malu. Gembul mendekatiku dan berbisik. “Kenapa aku rasanya seperti orang bodoh jika seperti ini!” Aku tertawa lirih mendengar bisikan Gembul di telingaku. Karena yang aku tahu selama ini kamu hanya besar di badannya, tapi dia sangat kecil di otaknya. “aku pikir juga begitu.” “Sepertinya kita harus pergi dari tempat ini, lihatlah Dwi telah mengabaikan kita berdua dan dia justru asik bermain game,” ujar Gembul. “Baiklah kita pulang, tapi kamu pulang lebih dulu, ya. Tunggu aku di luar.” Dia tertegun dan bertanya kenapa aku tidak pergi bersamanya. “Ada sesuatu yang ingin kutanyakan pada Dwi. Lebih baik kamu ikuti kata-kataku. Sebelum keluar, dia melirik dwi, melihat bahwa anak itu fokus dengan permainannya, dan pergi tanpa berpamitan. Diam-diam aku menghela nafas lega, Gembul tidak ada di sini, maka aku bisa melakukan apa pun yang aku mau. Seperti yang dikatakan oleh Mahesa bahwa aku harus memukul Dwi agar hantu yang menempel segera pergi dari tubuh Dwi tentunya semua itu menggunakan cincin yang telah Mahesa berikan padaku. Dengan penuh kehati-hatian, aku melepas penjepit rambut dan membiarkannya tergerai, lalu memasukkannya ke dalam saku rok panjangku.Aku melihat Dwi dan dia masih berkonsentrasi bermain game. Jantungku berdebar dan aku sangat gelisah. Jujur saja aku belum pernah melakukan hal ini sebelumnya. Meskipun sejak kecil aku sering diganggu oleh beberapa makhluk halus aku hanya bisa menangis karena ketakutan. Kali ini pun Aku memberanikan diri, karena semua yang terjadi pada Dwi penyebabnya adalah aku yang tidak mau menurut perkataan gembul. Andai saja kamu tidak menyuruhku pergi ke kuburan saat itu mungkin duit tidak akan mengalami hal ini. Perlahan Aku melangkah dengan pasti mendekati Dwi Yang sepertinya masih berkonsentrasi bermain game. Cincin pemberian Mahesa yang masih melingkar di jari manisku sengaja aku kepalkan. Namun, tiba-tiba saja ada sesuatu yang membuatku tersentak kaget. “Jangan pernah mencoba untuk menyakitiku, dan jangan pernah ikut campur masalah urusanku!” suara itu tiba-tiba memekakkan telingaku.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN