Entah berapa lama Riri tak bertemu dengan Farrell. Setelah kekacauan yang dibuat oleh berita yang berkaitan dengannya, Farrell menghilang dari pandangan Riri. Riri hanya bisa menghitung hari, hingga Farrell berani bertemu dengannya dan menjelaskan semuanya
Ditengah penantian Riri, ia tak sendiri ada kembar Dawson yang senantiasa memberikan perhatian dan kasih sayang mereka pada Riri. Setiap harinya ada yang bertugas menemani Riri dirumah atau menemaninya jalan-jalan ke pusat kota. Riri kini telah bebas k eluar masuk mansion, berbaur ditengah-tengah masyarakat kota New York yang individual dan bebas. Namun tetap harus berada dalam penjagaan salah satu dari kembar Dawson.
Seperti saat ini, Riri sedang menemani Hugo. Hugo memiliki jadwal pemotretan siang ini, tapi juga bertepatan dengan jadwalnya yang harus menemani Riri. Jadi karena itu, ia memilih mengajak Riri ketempat pemotretan dan melihat-lihat gedung agensi modelnya.
Kedatangan keduanya jelas menarik perhatian. Di mana Hugo salah satu dari kembar Dawson yang selalu bermain wanita Eropa yang tampak dewasa dari kalangan atas, kini tengah menggandeng seorang gadis kecil berwajah Asia? Sungguh selera yang aneh bila benar gadis yang ia gandeng itu adalah kekasihnya, pikir hampir semua orang yang melihat mereka. Jadi mereka pikir bahwa Riri adalah adik sepupu atau saudara jauh dari kembar Dawson. Diperkuat dengan panggilan Riri yang memanggil Hugo sebagai kakak.
Kembali ke Riri. Pipi hingga telinganya terlihat memerah ketika matanya melirik Hugo yang sedang difoto dengan pakaian yang menonton kan perut kotak-kotaknya. Apalagi Riri sempat melihat sebuah tato di pinggang Hugo. Semacam lingkaran yang terlihat rumit dan tulisan-tulisan yang terlalu kecil untuk bisa dibaca oleh Riri. Keseluruhan penampilan Hugo tampak, panas.
Riri segera membuang pandangannya ke arah lain karena sudah tak kuat menahan godaan didepan matanya. Tapi itu keputusan yang sangat salah. Karena saat itu juga lebih banyak lagi pria yang bertelanjang d**a dan hampir telanjang seutuhnya yang mondar-mandir di sekeliling Riri.
Riri perlu toilet, pikirnya. Riri menarik ujung baju staff wanita yang diperintahkan menjaganya.
"Ya ada apa?" tanya staff itu dengan nada yang dilembut-lembutkan. Karena bagaimana pun, ia pikir gadis kecil di hadapannya adalah saudara dari Hugo, jadi kemungkinan kalau dia berbuat baik dengannya ia berkesempatan untuk dekat dengan Hugo.
"Riri mau ke toilet," ucap Riri lalu berdiri dari duduknya.
"Mau kuantar?" tanya Vele—staff wanita itu. Riri mengangguk mengiyakan. Vele segera menggandeng tangan Riri dan membawanya ke toilet. Riri masuk sendiri dan menghabiskan waktunya untuk melepas hajatnya. Ketika Riri keluar Vele sedang berbincang dengan seorang pria yang memakai setelan jas berwarna hijau metalik. Aneh, pikir Riri.
"Ah, ini dia tuan Brenth." Vele menarik Riri kesampingnya. "Ini Riri, dia dibawa oleh Hugo hari ini. Kabarnya dia saudara jauh dari kembar Dawson," jelas Vele.
"Oh hai. Dia benar-benar Asia rupanya." Ucap lelaki yang dipanggil tuan Brenth itu. Setelah dilihat dari dekat, ternyata bukan hanya memakai pakaian nyentrik tapi ia juga pria yang gemulai. Brenth terlihat meneliti tubuh Riri dari atas hingga bawah, dan dari bawah hingga ke atas. lalu ia bertepuk tangan dengan keras.
"Yosh! Dia benar-benar cocok dengan temaku kali ini. Aku pinjam dia ya. Aku ada di lantai atas. Kau bisa kembali ke tempatmu!" Lalu Brenth menarik Riri dari Vele dan membawanya menjauh.
"Ehh kenapa? Riri gak mau! Nanti kak Ugo marah." Riri menarik-narik tangannya.
"Tidak apa-apa Riri. Ikuti saja, dia teman baik Hugo." Vele berteriak sambil berlalu meninggalkan Riri. Riri hanya menurut, mengikuti pria gemulai nyentrik yang kini bersenandung ceria.
"Di mana Riri?!" Hugo berteriak keras ketika ia tak menemukan Riri di manapun. Ia baru saja selesai dengan pemotretannya, dan ia langsung meledak ketika ia tak melihat Riri bersama dengan Vele, staff wanita yang ia titipi Riri.
Rahang Riri gemeretak keras dengan tangan mengepal erat. Bukan apa-apa, disini agensi model. Gedung ini penuh dengan model-model dewasa entah itu laki-laki atau wanita. Dan yang ia khawatirkan Riri sedang diperlakukan tidak-tidak oleh teman sesama modelnya. Hugo menatap tajam Vele yang gemetar di hadapannya. "Aku tanya sekali lagi, di mana Riri?!"
"Ta-tadi Riri dibawa oleh tuan Brenth." Vele menjawab dengan sekali tarikan napas. s**t! Kenapa ia tak mempertimbangkan reaksi yang akan ia dapat dari Hugo. Pikir Vele.
Dengan langkah panjangnya Hugo segera mencari Brenth. Tak sulit, karena Brenth dan timnya sedang melakukan pemotretan. "Di mana Riri?!" Hugo langsung bertanya pada Brenth yang sedang mengarahkan anak buahnya.
"Oh hi sayang." Brenth mengedipkan sebelah matanya. "Sepupu kecilmu itu sedang difoto lihatlah, bukankah dia menggemaskan! Dia sangat cocok menjadi model tema pemotretanku kali ini. Dia akan menjadi model yang sangat unik di agensi kita bukan! Dia Asia!" Brenth memekik sambil menunjuk Riri yang sedang berpose kaku di depan kamera.
Hugo mengikuti jemari besar Brenth yang menunjuk dengan lentiknya. Riri terlihat bingung tapi sekaligus menawan dengan pakaian yang kini tengah panas dikalangan remaja new York. Rok hitam setengah paha, lalu kaos putih sobek dibagian kerahnya dan sebuah jaket denim yang dilipat dibagian tangannya membalut tubuh Riri. Oh jangan lupakan sepatu putih merek terkenal yang cocok di kaki kecilnya.
Riri mengembuskan napasnya ketika mendengar sesi pemotretan telah selesai. Riri langsung berlari mendekat ke arah Hugo yang tengah menatapnya.
"Kak Ugo!!" Riri menubruk Hugo dan masuk ke dalam pelukan hangat Hugo. Hugo sendiri langsung melepas pelukan Riri dan meneliti setiap inci tubuh Riri. Rahangnya semakin keras ketika melihat paha Riri yang putih terekspos dengan jelas.
Hugo segera melepas kemeja biru mudanya menyisakan kaos putih lalu mengikatkan kemejanya di pinggang Riri. "Brenth kaumemang temanku. Tapi aku sama sekali tidak suka jika kau berbuat seenaknya pada Riri. Dan satu lagi, aku tidak suka kaumemanggil Riri dengan kata Asia." Lalu Hugo segera menarik tangan Riri menjauh dari orang-orang yang menatap keduanya dengan pandangan penasaran.
Riri hanya menatap mereka satu persatu dengan pandangan polosnya. Ganteng-ganteng sih tapi kok pada liatin Riri kayak gitu? Riri bertanya dalam hatinya, namun apa yang Riri pikirkan langsung buyar ketika ia ditarik dengan keras kedalam lift. Riri dihimpit dipojok ruang besi itu. Riri mengedipkan matanya dan mendongak. Alisnya bertaut ketika melihat raut wajah Hugo yang tampak menggelap.
"Ken—“ Pertanyaan Riri terpaksa ia telan kembali karena Hugo dengan tidak tahu dirinya segera menyambar bibir Riri dengan penuh nafsu. Kedua tangannya ia gerakkan memeluk tubuh Riri yang masih terbalut pakaian pemotretan tadi.
Hugo melepaskan tautan bibir mereka. Napas keduanya masih memburu. Pipi Riri bersemu. Ia menenggelamkan wajahnya pada d**a bidang Hugo. Malu. Untung saja tak ada orang lain dalam lift yang mereka tumpangi.
"Jangan seperti itu lagi," ucap Hugo datar.
Riri mendongak. "Maksudnya?"
"Jangan memuji laki-laki lain, selain kami Riri." Hugo mengelus pipi Riri yang masih terlihat merah. Riri menutup matanya menikmati sentuhan Hugo.
"Riri gak muji kok." Riri membela diri ketika ia telah berhasil menekan perasaan senang ketika dimanja oleh suaminya.
Hugo mencubit gemas kedua pipi tembam Riri. "Jangan berbohong! Kakak tahu jika kauberbohong. Dan satu lagi jangan berbicara dan percaya pada orang asing seperti tadi. Brenth memang teman Kakak, tapi Kakak tidak suka Riri seperti tadi," jelas Hugo dengan tangan yang kembali mengelus rambut Riri.
Riri hanya mencebik. Sedangkan Hugo sendiri hanya tersenyum manis, lalu menarik Riri keluar lift. Dan segera memasuki mobil yang telah terparkir rapi didepan gedung itu.
Riri ditarik duduk menyamping di atas pangkuan Hugo. Setelah mobil melaju dengan pelan, Hugo menekan tombol yang berada di samping kursinya, lalu sekat di antara kursi penumpang dan pengemudi segera tertutup. Riri hanya mengerutkan keningnya ketika Hugo menciumi leher Riri dengan gemas.
Kedua tangan besar Hugo segera bergerilya ditubuh Riri. Ya Riri sudah tahu apa kelanjutannya. Selama ini, ketika para suaminya bergantian menjaganya maka secara tidak langsung mereka mendapat jatah pribadi ketika mereka bertugas. Riri hanya menurut ketika Hugo melepaskan jaket yang ia kenakan dan melemparnya asal. Bibir Riri diraup dengan panas oleh Hugo. Hugo dengan lihainya merubah posisi duduk Riri menjadi mengangkang diatasnya.
Hugo meluncurkan sebelah tangannya kebelakang tubuh Riri dan menyusup kedalam rok pendek Riri. Jemari besarnya bermain di sekitar celana dalam yang menutupi area pribadi Riri. Riri semakin sulit menarik oksigen karena perlakuan suaminya itu. Seakan mengerti dengan keadaan Riri, Hugo melepaskan tautan bibir mereka, membiarkan Riri bernafas dengan lega. Ia beralih menggigiti daun telinga Riri yang mulai berwarna merah.
Riri menengadahkan kepalanya seraya menjerit kecil ketika jari tengah Hugo masuk kedalam miliknya. Hugo tersenyum ketika milik Riri meremas jarinya dengan kuat. Riri menggeleng kuat ketika Hugo akan menambah satu jari ke dalam miliknya.
"Gak mau. Nanti sakit," Riri merengek sambil menggenggam kaus bagian depan Hugo.
Hugo mendengus. Toh ini juga untuk kebaikan Riri sendiri. Ini untuk membuat milik Riri terbiasa, dan mampu menerima miliknya yang memiliki ukuran di atas rata-rata. "Gak papa, gak sakit kok." Hugo menenangkan. Tapi Riri tak mau menurut, ia kembali menggelengkan kepalanya.
"Gak mau! Sakit." Riri mulai menangis. Hugo mengalah. Ia memilih menciumi wajah Riri, turun ke lehernya lalu menyingkap kaus Riri hingga sebatas leher. Lidah dan bibir Hugo mulai meluncur memainkan d**a dan p****g Riri yang menurutnya menggemaskan. Satu tangannya menahan punggung Riri sedangkan yang satunya masih asik bermain dalam milik Riri yang terasa sudah siap.
Hugo mengangkat kepalanya dengan puas ketika tubuh Riri berkelojotan lalu bergetar kecil setelah mendapat puncaknya yang pertama. Hugo bergerak menurunkan resleting celananya dan mengeluarkan sesuatu yang terasa sesak di sana. Riri membulatkan matanya ketika merasakan sesuatu memasukinya. Lalu merengek ketika merasakan sakit dan sesak yang masih saja belum membuatnya terbiasa.
"Ssstt tenanglah!" Hugo mendekap Riri dengan lembut dan mengusap punggung mungil Riri dengan gerakan halus. Baru saja ia akan bergerak, mobil yang mereka tumpangi telah berhenti.
"Tuan, kita sudah sampai." Sopir mengetuk pintu belakang. Riri yang tersadar langsung memeluk leher Hugo dan menenggelamkan wajahnya di sana. Tak lupa kakinya segera melilit pinggang Hugo dengan kuat.
Setelahnya Riri hanya merasakan tubuhnya yang didekap oleh Hugo melayang dan suara Fany terdengar. Lalu beralih Hugo yang menaiki tangga dan membuat Riri harus menggigit pundak Hugo agar dirinya tak mengeluarkan suara desahan aneh. Riri dibaringkan disebuah ranjang yang luas, namun tak seluas ranjang di kamar utama. Ah ini kamar yang semula ditempati Riri sebelum menjadi istri kembar Dawson.
"Hei jangan terlalu banyak berpikir. Sekarang saatnya aku mendapatkan jatahku." Lalu begitulah. Mereka memulai pergumulan yang sesungguhnya. Hugo berhenti ketika Riri sudah jatuh tertidur karena kelelahan.
***
Riri terbangun ketika langit telah gelap. Hugo sendiri baru saja selesai membersihkan diri dan mengenakan baju santainya. "Hai sayang sudah bangun?" Hugo mendekati Riri yang masih terlentang dan mengerejap lucu. Hugo menciumi pipi Riri dengan gemas.
"Riri mau mandi," ucap Riri. Hugo mengangguk dan membantu Riri untuk masuk ke dalam kamar mandi. Setelah memastikan Riri nyaman dengan air mandinya, Hugo bergegas ke luar dan menyiapkan baju yang akan Riri pakai. Ia harus memastikan bahwa baju yang akan Riri pakai cocok dan memberikan kesan yang baik dikali pertama pertemuan, karena sebenarnya di bawah sudah ada tamu yang menunggu untuk bertemu Riri.
Riri ke luar dari kamar mandi dengan handuk yang membalut tubuhnya. Hugo menyodorkan pakaian yang telah ia pilih dan memerintahkan Riri untuk segera berpakaian. Sebenarnya Hugo ingin memakaikan baju itu, tapi kemungkinan besar mereka akan terlambat beberapa jam untuk turun ke bawah, karena Hugo pasti akan menyerang Riri kembali.
Riri kembali dengan gaun rumah selutut berwarna coklat muda. Hugo segera membantu Riri menyisir rambutnya yang panjang. Setelah siap, Hugo segera menarik Riri turun kebawah. Tepatnya kearah sayap timur lantai satu mansion. Di mana ruang santai dan ruang makan untuk menyambut tamu berada.
Pintu besar terbuka lalu pekikan wanita terdengar. "Ah menantuku!" Riri hampir terpental kebelakang jika Hugo tidak menahan punggung Riri yang kini tengah dipeluk dengan erat oleh seorang wanita paruh baya yang masih cantik di umurnya.
"Mom jangan seperti itu, hampir saja kalian jatuh," Hugo menggerutu.
Riri mengerjapkan matanya masih merasa bingung dengan situasinya sekarang. Wanita itu melepas pelukannya dan menciumi pipi tembam Riri. Riri tidak mengelak dan tetap diam seperti manekin.
"Sayang jangan seperti itu, menantu kita jadi kaget," ucap seorang pria yang masih tampan dengan rambutnya yang telah memutih dibeberapa bagian. Pria itu tampak menikmati kopi dan duduk di sofa hitam yang nyaman.
Fathan dan Bri juga terlihat berada di sana. Lalu Riri melirik ke arah lain, ada seorang wanita yang sangat cantik—menurut Riri—duduk di sofa yang dapat memuat dua orang.
Wanita itu langsung tersenyum ketika matanya dan Riri bertemu. "Tante, boleh Cecil bertanya?" Wanita yang ternyata bernama Cecil itu angkat bicara.
Wanita yang kini merangkul Riri menjawab sambil membawa Riri duduk diapit oleh pria asing dan wanita itu sendiri. "Bertanya apa sayang?"
"Ini siapa?" Tanya Cecil.
"Hoho Tante sampai lupa untuk memperkenalkan. Ini Riri, dan Riri dia Cecil." Riri hanya tersenyum dan mengangguk pada Cecil.
"Aku Angel dan pria disampingmu itu Dave suamiku. Kaubisa memanggil kami Mom and Dad, karena kami adalah orang tua kembar Dawson." Lalu Angel kembali memeluk Riri.
Riri hanya mengangguk-angguk mengerti. Berarti mereka mertua Riri, Riri harus memperlakukan mereka seperti orang tua sendiri.
"Lalu kenapa Tante memanggil Riri dengan sebutan menantu?" tanya Cecil lagi. Kini Riri mengerutkan keningnya, Riri sendiri sudah tahu bahwa statusnya sekarang tak boleh diketahui orang luar.
"Ya, karena dia menantu kami," jawab Dave datar.
"Oh jadi Riri istri salah satu dari kalian?" tanya Cecil sambil melirik ketiga kembar Dawson.
"Dia tunanganku!"
"Dia kekasihku!"
"Dia calon istriku!"
Bri, Hugo dan Fathan berteriak bersamaan. Dave menghela napasnya lelah, ia mengangkat pandangannya dan melihat Cecil yang kini mengerutkan keningnya. "Riri adalah anak dari teman kami yang tinggal di Austria. Sedari lama kami telah membuat perjodohan antara keturunan kami. Teman kami hanya memiliki Riri sebagai putri sahnya, dan kami memiliki kembar Dawson sebagai penerus kami. Jadi secara tidak langsung memang Riri akan menjadi salah satu istri dari kembar Dawson." Dave mengarang sebuah cerita yang membuat Cecil mengangguk mengerti.
Dave melirik Riri yang kini menatapnya dengan pandangan tajam dan mengerutkan kening, seakan-akan mengatakan, gak boleh bohong dosa tau. Sudut bibirnya berkedut lalu tertarik sedikit. Oh tidak ada wanita lain, selain istrinya yang bisa membuatnya tersenyum seperti ini. Kini ada menantunya yang masuk ke dalam daftar wanita yang akan ia lindungi sepenuh hati. Riri hanya terdiam mendengar kebohongan itu, semoga saja dia tak terkena dosa karena dia kan tidak berbohong.
Lamunan Riri segera buyar ketika seorang pria yang telah lama tak Riri temui kini duduk di hadapannya, tepat disamping Cecil. Pria itu hanya menatap Riri dengan wajah datar. Selalu aja gitu, gerutu Riri. Tapi yang tak Riri sadari Farrell menatapnya dengan penuh kerinduan.
"Kak El kok lama sih," suara Cecil menarik perhatian Riri. Riri cemberut ketika Cecil dengan manjanya bergelayut di tangan Farrell dan menyandarkan kepalanya dipundak Farrell.
Belum tau dia, kak El kan paling gak suka kalo ada yang nyentuh dia seenaknya, Riri tersenyum mengejek dalam hatinya.
Tapi apa yang Riri pikirkan meleset jauh. Farrell malah dengan santainya menoleh dan tersenyum manis. Senyuman yang sama sekali belum pernah ia lemparkan pada Riri, yang notabenenya seorang istri darinya. Garis bawahi istri! Tapi dia malah tersenyum seperti itu pada wanita lain?!
"Maaf, tadi ada telepon dari kantor," Farrell menjawab lalu mengelus lembut rambut Cecil yang berwarna pirang. d**a Riri bergemuruh. Masalah kemarin saja Farrell belum menjelaskan dan sekarang dia malah bermesraan dengan wanita lain di hadapannya.
Riri mungkin bisa menerima itu jika Cecil adalah saudara dari kembar Dawson meskipun itu saudara jauh. Tapi sepanjang penjelasan mom dan dad, wanita yang kini menempel pada Farrell hanyalah teman dekat dari kecil. Perbincangan yang sama sekali tak Riri tanggapi telah selesai. Dan Angel tengah mengarahkan mereka semua untuk memasuki ruang makan untuk tamu.
Farrell dan Dave duduk di kepala ujung meja panjang yang telah penuh dengan menu makan malam, sedangkan Angel langsung duduk disebelah kiri Dave. Bri, Hugo dan Fathan langsung duduk di jajaran kursi disebelah kanan dad mereka, atau sebelah kiri dari Farrell. Tinggal dua kursi yang kosong. Tepat di sebelah kanan farrell dan disebelah Angel.
Riri akan duduk di tempat biasanya tapi ia hanya bisa menelan kekesalannya ketika Cecil dengan polosnya duduk di tempat biasanya Riri duduk. "Ayo Riri duduk di sini!" Seru Cecil sambil menepuk-nepuk kursi yang diapit olehnya dan Angel dengan tersenyum manis, lebih tepatnya menyebalkan menurut Riri.
Dengan menghentakkan kaki, Riri berbicara dengan nada hampir memekik "Riri gak lapar. Kalian makan aja!" Lalu pergi meninggalkan orang-orang yang tampak menatap Riri dengan pandangan yang bermacam-macam.
Bri, Hugo dan Fathan sudah berdiri dari tempatnya tapi Farrell segera menyela, "Duduk kembali. Biarkan Riri, jika ia lapar nanti pasti Fany akan menyiapkan. Sekarang makan, mom dan dad telah menunggu." Farrell menatap lurus pada dadynya yang kini juga menatapnya datar.
"Tapi sayang Riri--" ucapan Angel segera dipotong oleh suaminya. "Turuti saja sayang, mari makan," ucap Dave. Angel hanya mendengus, ia berharap agar acara makan malam ini segera selesai dan dia bisa segera mengecek keadaan menantu manisnya itu.