Kebenaran di Balik Semuanya

2992 Kata
    Lebih dari seminggu Riri mengabaikan suami-suaminya. Terserah mau mengatakan Riri kekanakan atau apalah itu. Tapi perlu diketahui Riri benar-benar kesal ketika suami-suaminya yang tampak ramah dan memuji wanita lain di luar sana, tapi bersikap berbeda padanya. Padahal ia yang menjadi istri mereka!     Riri kembali dengan rutinitas les privatnya. Hari ini adalah jadwal les ballet. Riri bersemangat, setidaknya hari ini Riri dapat meredam kekesalan yang telah memenuhi hatinya. Riri tampak sangat manis dengan pakaian khusus baletnya yang berwarna pink dan rambutnya yang dicepol khas ballerina.     Riri tersenyum ketika memasuki ruangan yang dikhususkan untuk Riri berlatih menari. Pelatihnya, madam Choo telah berdiri dan menyambut Riri dengan senyum keibuannya. "Sudah siap?" tanya madam Choo. Riri mengangguk antusias. "Kita stretching dulu."     Lalu Riri mengikuti setiap arahan madam Choo. Riri menghadap dinding yang dilapisi cermin dari sebatas atap hingga lantai, dengan lantai kayu yang dipelitur mengkilap. Khas ruangan di mana seseorang biasanya berlatih menari. Riri semakin antusias ketika madam Choo mengarahkan Riri agar menarikan apa yang telah ia pelajari Minggu kemarin.     Madam Choo menyalakan musik. Riri bersiap dengan posisinya, dan mulai larut kedalam setiap lantunan musik yang berayun lembut. Tanpa Riri sadari, cermin yang berada di ruangan itu adalah cermin khusus. Di mana setiap orang yang berada di balik cermin itu bisa dengan jelas melihat keadaan ruangan tari.     Dibalik cermin itu, kembar Dawson tampak tersenyum senang ketika dapat melihat gerakan istri kecil mereka yang gemulai. Setidaknya ini dapat sedikit mengobati kerinduan mereka yang selama lebih seminggu ini tidak dapat mendekati Riri jika istrinya itu masih dalam keadaan terjaga, mereka hanya bisa mendekati Riri jika ia telah tidur nyenyak. Seakan-akan Riri yang masih terjaga jika didekati akan berubah ke mode anjing penjaga, oke abaikan.     Riri berputar, bertumpu pada salah satu kakinya. Lengannya terngakat keatas. Gerakan-gerakan yang sulit dapat Riri lakukan dengan mudah. Senyum manis juga tampak tak surut dari bibirnya. Riri tampak lebih menawan ketika bergerak dengan keringat yang mulai menetes seperti itu.     Fathan membisikkan sesuatu pada alat komunikasi yang ia pegang. Lalu madam Choo, dengan teratur meninggalkan ruangan itu. Di luar ruangan, madam Choo membungkuk pada kembar Dawson yang sudah berdiri di hadapannya.     "Terima kasih telah melatih Riri. Untuk hari ini cukup sampai disini saja. Kau boleh pulang," ucap Farrell.     "Terima kasih. Semoga hari kalian menyenangkan." Lalu madam Choo beranjak pergi.     Kembar Dawson masuk dan Riri masih asik dengan tariannya. Fathan tampak berbinar ketika melihat Riri berlenggak-lenggok dengan gemulainya. Musik berhenti, Riri membuka matanya dan menatap cermin dengan senyum merekah. Namun seketika senyumnya surut. Berganti dengan bibirnya yang maju, mengerut membentuk ekspresi cemberut yang lucu bagi kembar Dawson.     "Kalian!" pekik Riri sambil menunjuk bayangan kembar Dawson di cermin.     "Sayang, sudah cukup merajuknya. Ini sudah lebih dari seminggu." Bri mendekat.     "Apakah kautidak merindukan kami?" Hugo bertanya.     Riri berbalik dan menatap tajam suaminya. "Enggak! Lagi pula siapa yang merajuk?! Riri gak merajuk ya, Riri cuma kesel." Riri bersedekap, kembar Dawson serempak berkata dalam hati, ya Riri selalu benar. "Riri gak kangen sama kalian. Dan gak peduli sama sekali. Sana, mending kalian urusin cewe-cewe cantik yang pinter-pinter itu! Riri kan cuma anak kecil yang gak pinter apa-apa. Hus hus!" Riri menggerakkan tangannya memberikan isyarat pengusiran.     "Riri, kami sudah meminta maaf bukan? Jadi ayo kita berdamai. Ingat perjanjian empat bulan itu. Kautentunya ingin mengetahui rahasia kami bukan?" Bri berujar tenang, dan berhasil menarik perhatian Riri.     "Tapi kalian nyebelin! Kalian suka tebar pesona. Riri kesel!" Riri menghentakkan kakinya.     "Kita tidak tebar pesona. Kita memang sudah memesona dari awal Riri." Farrell berujar dengan nada datar, menyebabkan Riri memasang wajah masam. Fathan terkekeh ketika melihat Riri meliriknya dengan tatapan kesal.     "Kami hanya milikmu. Dan begitupun sebaliknya," Bri berucap dengan menatap Riri dalam.     "Ta-tapi ...."     "Riri percaya pada kami. Hanya kau. Istri kami, yang memiliki hati kami seutuhnya." Hugo menambahkan. Farrell meraih wajah Riri yang tampak berkeringat. Lalu memberi kecupan-kecupan singkat di bibir Riri dan bagian-bagian wajahnya yang lain. Riri menggigit bibirnya keras, menahan geli ketika Farrell menyedot pipi Riri dan bermain-main di sana.     Bri melepaskan cepolan rambut Riri. Sedangkan Fathan dan Hugo berusaha mengeluarkan sesuatu yang mereka inginkan dari balik baju ballet yang Riri kenakan. Dan setelahnya, suara desahan dan erangan yang terdengar memenuhi ruangan berdinding cermin itu. Suara khas persenggamaan Riri dengan suami-suaminya.     Riri kembali memaafkan suami-suaminya yang menyebalkan itu. Dan tanpa Riri sadari, sepertinya Riri juga sudah sama jatuhnya seperti kembar Dawson. Ia telah jatuh, jatuh cinta pada mereka. ***     Pipi Riri kembali merona ketika mengingat kejadian beberapa hari yang lalu di ruang tari. Seharian Riri dan suami kembarnya menghabiskan waktu dengan pergumulan yang diakumulasi dari satu minggu yang lalu. Menyenangkan, meskipun Riri harus merasakan tubuhnya yang terasa remuk redam setelah kegiatan itu.     Hari ini suami kembarnya telah kembali pada pekerjaannya masing-masing. Tapi hari ini Riri tak memiliki jadwal les, dan Riri bosan mengelilingi mansion suami kembarnya ini. Jadi Riri memilih untuk menonton tv saja.     Fany berdiri di samping Riri yang tampak duduk setengah rebahan di bantal besar yang cukup untuk menenggelamkan dirinya. Mulut Riri tampak tak berhenti mengunyah cemilan yang disuguhkan oleh Fany.     "Ma, Riri mau lagi." Riri menyodorkan wadah camilannya yang tampak kosong. Riri sudah menganggap Fany sebagai ibunya. Fany tersenyum lalu mengambilnya.     "Tunggu sebentar." Lalu Fany beranjak untuk mengambil kentang goreng buatannya yang menjadi camilan kesukaan Riri. Riri menatap bosan layar kaca yang sedang menayangkan berita politik. Riri baru saja akan mematikan tv itu, ketika tayangan tv berubah menayangkan berita yang menyebut nama suaminya, Farrell.     Seorang wanita dewasa dengan bibir terpoles lipstik merah berbicara dengan sensual.  “Dikabarkan nona Gyni telah menjalin hubungan dengan salah satu kembar Dawson yang terkenal, Farrell Alexio Dawson. Farrell merupakan pengusaha muda berpengaruh yang tengah digandrungi kaum hawa diberbagai belahan dunia. Bukan hanya kaya, tampan juga merupakan nilai plus dari Farrell.     “Dan barusan ada kabar bahwa Gyni beberapa waktu yang lalu tampak keluar dari hotel bintang lima milik Farrell. Beberapa pegawai hotel juga memberikan kesaksian bagaimana kedekatan Gyni dan Farrell yang memasuki kamar hotel VVIP. Ini jelas kabar yang sangat menarik, karena bagaimana pun, Farrell adalah kembar Dawson satu-satunya yang tampak sangat jarang tampil menggandeng wanita di depan umum.”     Riri menggelengkan kepalanya. Ia yakin ini hanyalah kabar hoax saja. Tidak mungkin suaminya berperilaku seperti itu. Lalu Riri akan kembali mematikan tv. Tapi Riri harus merasakan perih yang terasa lebih menyakitkan. Tampak beberapa foto kebersamaan Gyni yang merupakan model majalah dewasa yang memeluk lengan Farrell. Lalu foto ketika mereka berciuman. Liburan di pantai, Gyni yang memakai bikini duduk di pangkuan Farrell. Itu semua foto Farrell, kak El-nya.     "Aku tidak bisa menjelaskan untuk sekarang. Tentang hubunganku dan perihal keberadaanku kemarin di rumah sakit di bangsal ibu hamil dan anak-anak. Mungkin beberapa hari ke depan aku dan Farrell akan mengadakan jumpa pers," ucap wanita dewasa yang Riri yakini bernama Gyni itu. Wanita itu tersenyum manis, dengan tersirat mengiyakan kabar yang beredar.     Mata Riri semakin memanas ketika melihat video yang diputar, dimana Farrell dan Gyni berdansa dan berciuman dengan romantis. Riri harus percaya pada suaminya bukan? Ia tak boleh terpengaruh dengan berita yang belum tentu kebenarannya ini. Riri hanya perlu bersabar menunggu penjelasan dari suaminya yang satu itu.     Ya, Riri harus bersabar. Ia mengepalkan tangannya dan menelan kering ludahnya. Mati-matian berusaha menahan tangisnya yang sudah siap meledak kapan saja. ***     "Apa-apaan itu?" Farrell berdesis pada orang di ujung sambungan telepon.     "Apanya yang apa sayang? Bukankah benar kita pernah menghabiskan malam yang menyenangkan di salah satu kamar hotel mewahmu?" Sahut suara merdu di ujung sambungan.     Rahang Farrell gemeretak keras, menandakan bahwa ia tengah berada di mana ia bisa menelan seseorang dengan mudah. "Bereskan secepatnya!" perintah Farrell datar ketika ia telah bisa mengatur napasnya yang memburu, ia memilih menekan kepalanya disandarkan kursi kebesarannya.     Kekehan ringan wanita terdengar jelas. "Apa maksudnya dengan membereskan sayang? Sudah jelas bukan bahwa yang dalam kandunganku adalah anakmu. Hasil dari malam panas yang telah kita lewati itu."     "Benarkah? Kauingin bermain denganku rupanya." Farrell menyeringai. Ia berdiri dari duduknya dan melangkah mendekat ke jendela kaca kantornya. Mata tajamnya menyorot pemandangan jalanan kota New York yang tampak padat.     "Lakukan sesukamu Gyni, aku tak akan memperingatkan lagi. Tapi yakinlah, satu langkah yang kauambil akan menentukan masa depanmu nantinya." Lalu Farrell langsung mematikan sambungan teleponnya tanpa menunggu jawaban Gyni. Gyni sendiri mulai menggigiti kuku ibu jarinya ketika mendapat ancaman dari Farrell.     Gyni tahu dengan jelas, Farrell tak pernah m ain-main dengan apa yang ia katakan. Tapi Gyni tak bisa mundur sekarang, karena ia telah terlanjur basah. Dan karena ia yakin ia yang akan keluar menjadi pemenang dan menyandang nama Dawson dibelakang namanya. Gyni mengangkat dagunya tinggi lalu tersenyum sinis, ya nanti namanya akan menjadi Gyni Alexis Dawson.     Farrell masih menatap jauh langit kota New York yang berwarna biru polos tanpa awan. Membiarkan ponselnya terus berbunyi tanpa ada niat untuk menerima panggilan dari siapapun. Karena tanpa ia terima pun ia sudah tahu apa yang akan ia dapatkan jika menerima telepon itu. Tentu pertanyaan mengenai kabar yang kini beredar, tentang kabar Gyni, sang model papan atas yang hamil anaknya.     Ponselnya kini berhenti berbunyi, tapi suara ketukan pintu terdengar menyusul. Farrell mengijinkan sang pengetuk masuk.     "Tuan Dawson maaf mengganggu. Tuan Hu-" belum selesai Kith berbicara Farrell langsung memotong kalimatnya. "Hubungi wartawan Daniel dan peringatkan ia untuk mempersiapkan umpan yang telah kuberikan, ia hanya perlu melempar umpan itu!" Farrell berbalik menatap Kith, sebelah alisnya naik dengan tajam ketika melihat kondisi sekertarisnya yang sedikit kacau. Wajahnya memerah dengan keringat yang membasahi keningnya, dan rok span selutut yang terlihat kusut.     "Baik. Ada lagi?" tanya Kith tak bisa menangkap perubahan ekspresi dari Farrell yang memang tidak memberikan perubahan yang besar dalam ekspresinya yang sedatar papan cucian.     "Tidak ada. Kaubisa pergi," ucap Farrell. Kith mengangguk, membungkuk memberi hormat dan segera berbalik pergi. Namun suara Farrell kembali menghentikan langkahnya. "Tapi aku peringatkan, jangan melakukan s*x phone ketika jam kerja. Meskipun kerjamu rapi, tapi jika sekali lagi aku melihatmu melakukan ini, aku akan memecatmu." Kith mengangguk kaku dan segera beranjak pergi. Kith merinding, bagaimana bos bisa tahu?! Pekiknya dalam hati. ***     Riri telah duduk di sofa ruang tamu, kembali ke rutinitasnya sebagai istri yang menyambut suaminya ketika pulang kerja. Riri melamun, memikirkan reaksi apa yang pantas ketika nanti ia berhadapan dengan Farrell.     Suaminya yang itu memang berbeda dengan suaminya yang lain. Ia terlalu tertutup dan sulit untuk dimengerti untuk Riri. Farrell secara tak langsung selalu memberi batas dan jarak sendiri dengan Riri. Apalagi dengan berita yang tadi siang ia lihat, Riri takut akan memiliki jarak yang semakin jauh dengan suaminya itu.     Riri tersentak ketika pintu utama terbuka dan suami-suaminya yang ia tunggu muncul dibaliknya. Riri berdiri dan segera mencium ketiga punggung tangan suaminya. Tidak salah. Memang hanya tiga, karena Farrell tidak terlihat batang hidungnya sama sekali.     "Istri Kakak harum ya." Fathan mengecup bibir Riri sekilas. Riri tersenyum, pipinya bersemu, masih belum terbiasa dengan perlakuan intim seperti itu.     Hugo mengelus lembut pucuk kepala Riri. "Kita makan malam? Aku sudah lapar."     Riri menoleh kearah pintu utama berharap suami yang ia tunggu muncul. Bri yang melihat itu menghela nafas. Ia sungguh kesal bukan kepalang karena sampai saat ini Farrell tidak bisa dihubungi apalagi dengan kabar menggelikan yang kini tengah beredar.     "Farrell ada pekerjaan yang tidak bisa ia tinggal. Dan sudah dipastikan ia akan pulang terlambat. Sebaiknya kita makan malam lebih dulu." Bohong Fathan, ia melirik pada Hugo, dibalas anggukan oleh Hugo.     Bri menunduk dan tersenyum pada Riri. "Ah sepertinya istri mungil Kakak juga sudah lapar ya~~ tadi Kakak dengar ada bunyi monster perut." Lalu Bri menggelitik perut Riri yang memang sempat berbunyi keras.     Seketika Riri tertawa keras diikuti gelak tawa kembar Dawson. Fany dan Hugo yang masih berada di sana tersenyum, setidaknya Bri, Hugo, dan Fathan dapat menghibur Riri yang pasti sedang sedih setelah mendengar kabar yang kini tengah beredar, mengenai Farrell yang memiliki calon anak yang dikandung seorang model terkenal. d**a ketiga kembar     Dawson terasa menghangat ketika melihat pipi Riri yang bersemu dengan tawa lebar yang tersemat di bibir merah alaminya. Mereka berharap setelah ini Riri tetap bisa tertawa selebar ini. Ya semoga.     "Hihihi ihh udah-udah Riri capek!" Riri berseru dan bersedekap tangan, bibirnya mengerucut kesal. Kembar Dawson menghentikan kegiatan mereka, senyum masih belum surut di bibir mereka.     Hugo meraih wajah Riri dan menghapus setitik air mata yang akan menetes di ujung mata Riri. "Haha, ya mari kita makan."     "Dan kami akan menceritakan rahasia kami hari ini," sambung Bri.     Riri menoleh menatap Bri. Benarkah? Riri bertanya lewat pandangan matanya.     "Ya memang harus secepatnya kami jelaskan agar tidak ada kesalah pahaman diantara kita semua," jelas Fathan. Riri mengangguk dan mengikuti arahan suami-suaminya yang menuntunnya pada ruang makan.     Makan malam terasa sedikit aneh, ketika kursi yang biasanya ditempati oleh Farrell kosong. Lelucon dan cerita yang bergantian dilempar oleh kembar Dawson sedikit banyak membuat Riri tidak terlalu memikirkan suaminya yang satu itu.     Makan malam tak terasa selesai dengan cepatnya. Riri hanya mengikuti kembar Dawson yang mengatakan agar ia kembali ke kamar utama dan menunggu mereka yang akan membersihkan diri dikamar pribadi mereka. Ya setiap kembar Dawson memang memiliki kamar dan ruang kerja pribadi di mansion.     Riri memasuki kamar utama yang sangat luas itu. Terasa kosong dan … dingin. Itu yang Riri rasakan. Masih jelas dalam ingatan Riri, pertama kali yang Riri rasakan ketika tinggal di mansion ini adalah kehangatan. Kehangatan yang dulu pernah ia rasakan ketika ayah dan ibunya masih ada.     Tapi entah kenapa, sekarang kehangatan yang Riri rasakan mulai berubah. Riri juga tak tahu dengan jelas apa yang telah ia rasakan. Riri memilih duduk lesehan di karpet lembut didekat jendela kamar itu. Keningnya ia sendirkan pada jendela. Matanya menerawang jauh, Riri tenggelam dalam lamunan nya sendiri.     Ceklek     Suara pintu menarik Riri dari lamunannya. Senyumnya terbit ketika menangkap kehadiran ketiga suaminya. Ketiga suaminya segera mengambil tempat yang nyaman didekat Riri. Riri langsung beranjak duduk di pangkuan Hugo, ketika Hugo memberi isyarat agar Riri duduk di sana.     "Sudah siap mendengarkan?" tanya Bri. Riri mengangguk dan menyamankan duduknya ketika Fathan mengelus lembut rambutnya.     "Seperti yang kamu ketahui. Kami adalah penerus dari keluarga Dawson." Bri membuka penjelasan.     "Tapi dulu sebelum menjadi kami, hanya ada Farrell seorang," tambah Fathan. Riri mengerutkan keningnya dalam.     "Dulu anak Momy dan Dad hanya Farrell. Lalu lahirlah kami." Fathan menciumi wangi rambut Riri, sambil menjawab kebingungan di wajah Riri.     Tunggu! Bukannya kalian kembar?! Riri ingin berteriak seperti itu, tapi ia menekan keingin tahuannya.     "Kau pasti bingung ya?" Hugo tersenyum. "Ini berkaitan dengan apa yang telah kami katakan ketika malam pernikahan kita. Kami berempat adalah satu. Itu bukan kiasan, itu adalah yang hal sebenarnya. Kami adalah satu jiwa yang terpisah. Farrell adalah satu-satunya anak yang terlahir, tetapi jiwanya terpecah membentuk kehidupan lain."     "Farrell terlahir 30 tahun yang lalu. Tapi dalam keadaan tak lagi bernyawa. Ia adalah satu-satunya keturunan Dawson yang telah lama diantikan. Sayangnya ketika ia lahir, ia ditakdirkan untuk tak melihat dunia. Jelas saja Mom dan Dad sangat terpukul karena hal ini.     “Lalu Kakek dan Nenek memberikan sebuah petunjuk di dalam mimpi Dad. Mereka harus bertemu dengan sang penguasa kegelapan jika ingin Farrell kembali hidup. Dan jadilah, Farrell kembali hidup ketika Mom dan Dad mengikat perjanjian dengannya. Tapi konsekuensinya bukan hanya menimpa orang tua kami, Farrell juga harus mendapat imbasnya. Farrell tak lagi utuh. Ia hanya memiliki sebagian dari jiwanya. Jiwanya terpecah, dan membentuk individu lain yang sama persis dengannya walaupun karakter yang dimiliki jiwa itu berbeda dengan Farrell."     "Mom dan Dad bahagia bukan kepalang. Meskipun bisa dikatakan kami hidup dengan membawa kutukan, tapi Mom dan Dad menyayangi kami seutuhnya." Kembar Dawson silih berganti menjelaskan untuk Riri. Kembar Dawson menatap Riri serius, mengamati setiap reaksi yang disuguhkan di wajah mungilnya.     Sedangkan Riri sendiri masih memproses informasi yang ia dapat. Ini seperti dunia fantasi bukan? Sulit untuk diterima akal sehat. Tapi apa pun itu, kehidupan Riri memang seperti dongeng.     Dulu Riri hidup di tempat kumuh dengan kakak yang menyiksanya setiap hari. Lalu tiba-tiba menikah dengan kembar empat yang tampan dan kaya raya. Hidup bahagia karena memiliki semuanya. Seperti kisah Cinderella yang dimodifikasi.     "Riri ngerti." Ketiga kembar Dawson tersentak dan menatap Riri. Kembar Dawson tak menyangka Riri akan memberikan respon seperti ini. Mereka fikir Riri akan bereaksi histeris dan menatap mereka jijik. Tapi yang ada Riri tampak sangat tenang, kelewat tenang dari Riri biasanya yang ceria dan hiperaktif.     "Lalu bagaimana dengan kabar itu?" Riri menatap lurus pada Bri. Kembar Dawson mengerti apa yang ditanyakan oleh Riri.     "Seperti yang kaudengar. Farrell tidak utuh. s****a yang ia hasilkan juga sama. Jadi jika wanita itu benar-benar hamil, itu bukan anak Farrell," jelas Bri.     "Riri gak ngerti."     "Gini Riri, jadi singkatnya kalau seorang wanita hamil anak dari kami, wanita itu tentunya harus dibuahi oleh kami berempat. Karena jika hanya salah satu saja, pembuahan itu tak sempurna dikarenakan s****a kami yang memang tak utuh. Dan jelas aku tak pernah tidur dengannya." Pungkas Bri sambil mengangkat bahunya acuh.     "Aku pun. Dia tak menggairahkan tak seperti seleraku biasanya," tambah Fathan lalu mencium cepat bibir Riri.     "Aku tak tertarik menidurinya. Semua ditubuhnya berlebihan." Hugo mendengus.     Riri menatap suami-suaminya. Apa mereka gila? Mereka mengatakan itu dengan wajah datar dan tak peduli!! Dadanya bergemuruh ketika suami-suaminya dengan tersirat mengatakan bahwa mereka telah terbiasa tidur dengan banyak wanita.     "Kami memang sering bergonta-ganti pasangan. Baik itu hanya kencan atau sekedar urusan ranjang. Bukan karena hati kami jatuh dan terpesona dengan wanita-wanita itu, kami hanya sebatas menyalurkan hasrat kami sebagai pria dewasa.     “Yakinlah, hanya ada kaudihati kami Riri. Kami berempat telah jatuh ke dalam pelukanmu diawal kita bertemu. Kami memang sempat membenci kutukan yang melahirkan kami kedunia ini. Tapi berkatmu, kami bersyukur, setidaknya karena adanya kutukan itu, kami dapat bertemu denganmu Riri, istri kecil kami. Kau yang terakhir bagi kami," ucap Hugo.     Riri terdiam, apakah ini benar? Apakah Riri pantas menerima semua ini? Ini bukan hanya ilusi kan?     Riri hanya mengangguk lalu menenggelamkan dirinya lebih dalam ke dalam rengkuhan Hugo. Riri kini mengerti semuanya. Hatinya memang sedikit sesak ketika mengetahui suami-suaminya pernah tidur dengan banyak perempuan. Tapi sedikit banyak, sesak itu telah berkurang karena pengakuan mereka. Pengakuan bahwa hanya Riri, hanya Riri yang kini memiliki mereka.     Riri tersenyum. Matanya menutup dengan perlahan. Kini hanya tinggal satu lagi yang perlu Riri tunggu. Farrell. Penjelasan langsung dari Farrell. Kak El-nya. Setelah itu mungkin semua sesak yang memenuhi dadanya akan segera terangkat. Riri hanya perlu bersabar. Ya bersabar.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN