"Sin, kamu nggak apa-apa, kan?" tanya Rania yang dari tadi menemaniku di kamar hotel yang disewa untuk acara pernikahanku, membuatku berhenti memoleskan bedak ke wajah. Sungguh memalukan. Rania yang tidak bisa melihat, sampai-sampai bisa ikut merasakan kegelisahanku. "Rama mana, Sin? Kok belum ada di sini?" tanyanya sambil menghadapkan wajahnya lurus ke jendela dan memegang lenganku. Aku pun bertanya-tanya, apakah saat ini Rania juga tahu bila mukaku pucat pasi karena mendengar nama Rama disebut? Ingatanku kembali ke saat terakhir kali aku meninggalkan Rama di kamarnya dua hari yang lalu. Saat itu dia masih tertidur, kelelahan karena begadang berhari-hari. Mata pandanya masih sangat jelas terlihat. Saat itu, aku hanya mengecup keningnya dan membisikkan selamat tinggal. Kulakukan dengan