Ranah keluarga

1713 Kata
“Papa itu siapa?” “Ini tukang jamu,” jawab Jean memberi isyarat pada sang pengasuh untuk membawa pergi anak-anaknya ke kamar. Dalam dekapan Jean, Arum merengek. “Ih masa mbak jamu, Om!” “Diem.” Berkata dengan penuh penekanan. Begitu anak anaknya masuk kamar, baru Jean melepaskan pelukan. “Jangan panggil saya Om.” “Wah, maunya Mas aja nih? Iya deh nantimah gak akan kelepasan panggil Om. Tau gak alasan aku panggil Om? Biar sadar diri gitu, soalnya kalau panggil Mas kadang bikin aku pengen milikin kamu buat jadi kepala rumah ta- Ampphh!” mulutnya disumpal oleh sosis yang sedang dipotong-potong oleh Jean. Untung enak, jadi Arum mengangguk-anggukan kepalanya menikmati. “Ini mau dimasak apa? Gak sabar deh aku pengen makan.” “Kamu gak akan makan di sini. kamu pulang.” “Tapi kenapa?” matanya menatap kecewa. “Ada banyak hal yang mau aku lakuin, Mas. belum sarapan, belum verifikasi lagi sama anak anak kalau aku itu bukan tukang jamu.” “Anak-anak saya gak boleh dilibatkan sama kamu. makannya sekarang kamu harus pulang.” Jean membawa Arum keluar. Perempuan itu mengembungkan pipinya tidak suka. “Mas ih masa aku diusir,” ucapnya dengan kesal. Dia menghentakan kakinya begitu berada di luar rumah. hubungan mereka memang rahasia, termasuk anak-anak Jean yang tidak boleh terlibat dengannya. “Belum sarapan, aku juga gak bisa nyetir sendiri kan kakinya masih sakit.” “Sarapan di rumah kamu sendiri,” ucap Jean sambil menjentikan jari memberi isyarat pada sang supir. “Iya, Pak?” “Anterin dia.” “Baik, Pak.” “Dan tutup mata kamu.” “Baik, Pak.” Pria tua itu langsung menutup matanya. “Bukan itu maksud saya,” ucap Jean kesal. Kenapa semua orang disekitarnya tiba tiba bodoh? Apa tertular Arum? Arum terkekeh dan merangkul sang pujaan hati. “Maksudnya tutup mata buat hubungan kita loh. Iya kan, Mas?” senang bukan main karena setidaknya ada satu orang yang menjadi saksi bisu kalau dirinya adalah milik Jean meskipun sesuai perjanjian. “Oh, baik, Neng. Saya paham.” “Panggilnya Ibu dong, biar matching sama panggilan ke Mas Jean. Manggilnya bapak kan?” Jean memutar bola mata malas, dia segera melepaskan rangkulan pada tangannya, bahkan mendorong kepala Arum hingga mengadah. “Aduh kdrt dia.” “Pulang,” ucapnya kemudian pergi ke dalam sebelum Arum pergi. BRAK! Pintu ditutup membuat Arum membulatkan mulut tidak percaya. “Untung sayang sama itu cowok. Ck, sabar ya, Arum, bentar lagi kamu dapat milikin dia kok.” “Oalah, jadi masih ngegantung ya, Neng?” “Tutup mata dan telinga ya, Pak. Harus jadi anak baik.” “Saya bukan anak-anak.” “Jadi bapak yang baik.” Wajah Arum langsung berubah menjadi kesal. “Cepetan anterin saya pulang. Nih kunci mobilnya. Nanti pulangnya saya kasih duit.” “Siap, Neng.” Duduk di bangku belakang, Arum menatap ke rumah lantai dua dengan mata berkaca kaca. Dia melihat anak anak yang sedang bermain di sana. “Calon Mama mau pulang dulu ya, Nak,” ucapnya dengan gemas. Sebal juga pada Jean yang membuat Arum dikenal sebagai tukang jamu. “Ini pulangnya kemana, Neng?” Niatnya Arum akan pergi ke apartemennya, tapi sang ibu menelpon memintanya untuk pulang. “Ke rumah, Mang.” “Iya, rumahnya dimana?” “Rumah saya? Sebenarnya saya berharap rumah saya itu ya Mas Jean, dia jadi tempat saya buat pulang.” *** Ketika Arum pulang, matanya langsung melihat pemandangan sang Ayah yang sedang memeluk ibunya. Padahal wanita itu sedang sibuk menyiapkan sarapan di atas meja. Lihatlah, betapa romantisnya mereka. “Arum pulang.” “Eh, anak Ayah udah pulang.” merentangkan tangan dan memeluk Arum. “Gimana? Udah berubah pikiran mau belajar langsung dari pengacara ternama? Nanti Ayah yang jadi jalur antara kamu sama mereka.” “Jangan maksa anak kamu, Mas. dia lagi rintis bisnisnya. Udah biarin aja.” “Iya deh, tapi jangan terlalu santai ya. ayah gak sabar kamu jadi pengacara.” Ya bagaimana Arum bisa marah saat sang ayah mencium keningnya lama. “Ayok makan ayok,” ucapnya menarik tangan sang anak untuk duduk di ruang makan. Dia kembali lagi melihat pemandangan antara sang Ayah dan Ibunya yang begitu romantic, mereka saling mencintai dan yang paling membuat Arum iri adalah perhatian ayahnya. Selain termotivasi oleh Raisa, Arum juga ingin menikah dengan Jean karena melihat sang Ayah yang dulunya duda anak satu sebelum menikahi ibunya. Usia mereka juga terpaut 16 tahun saat menikah. Ibunya pernah bilang, “Nikah sama yang udah pernah rumah tangga itu enak banget. Mereka ngerti sama kita. Tapi yang utama, harus bikin mereka bucin. Kalau udah gitu, kita dapet rumah kita yang penuh kebahagiaan.” Ingat juga saat sang Ibu mengatakan, “Dulunya ayah kamu dingin banget. Karena Ibu itu jadi klien dia pas dapet kasus pelecehan, kita jadi lebih deket, pokoknya ayah kamu keren pas jadi pengacara. Sekarang mah nyatanya dia hangat banget.” Jadi sifat Jean itu dibayangkan oleh Arum sebagai gambaran masa lalu dari ayahnya. “Kenapa kamu melamun?” tanya Rico menatap anaknya. “Bun, anak kamu kenapa tuh? Melamun sambil senyum.” “Arum gak sabar bawain kalian menantu.” “Heh, kamu sama Erik udah mau nikah?” tanya Restu kaget. “Bunda sering dengernya kalian bertengkar deh. Jangan buru buru, Nak. Kamu belum selesai kuliah, kalian juga belum tentu cocok.” “Nggak, Bun, bukan Erik. Kalian pasti kaget kalau tau siapa yang jadi calon menantu.” Apalagi ayahnya sebagai mantan advokat itu pasti mengenal baik siapa Jean. “Kita udah putus.” “Terus? Sama siapa? Kamu jangan dulu nikah, Nak. Kan kamu belum lulus, belum jadi pengacara juga.” “Ah… pokoknya Bunda sama Ayah bakalan kaget kalau tau siapa calon suami Arum. Lagian ini baru calon kok. Doain aja,” ucapnya dengan malu malu. Rico mengelus rambut sang anak penuh kasih sayang. “Belajar dulu yang bener ya, Ayah berharap kamu bisa hidupkan lagi kantor advokat yang udah Ayah tinggalin karena pensiun.” Arum tersenyum kecut, padahal dia tidak pernah mau menjadi pengacara, tapi sang ayah berharap banyak padanya untuk menghidupkan kantor advokat milik ayahnya yang sudah ditinggalkan. Padahal, harusnya itu bukan bagian Arum. “Oh iya, kakak kamu mau pulang.” nah, inilah kakak satu ayah Arum, dia yang seharusnya menjadi pengacara. “Tolong beresin kamarnya ya.” “Kenapa harus Arum? Kan ada Bibi.” “Bibinya lagi liburan bentar. Bunda kamu kecapean, jadi Ayah minta bantuan kamu ya.” mencubit pipi sang anak dengan penuh kasih sayang. “Iya deh. Nanti diberesin.” Karena sikap kedua orangtuanya yang manis, Arum selalu menurut. “Padahal bilang aja semalam hentakan Ayah terlalu kuat nyampe bikin Bunda nyerah.” “Kamu ngomong apa, Nak?” tanya Restu yang langsung dijawab gelengan kepala oleh Arum. *** Arum sudah tidak ada perkuliahan lagi, dia hanya tinggal bimbingan dan lulus. Hambatannya di sini adalah pembimbingnya yang sering pergi ke luar Negara, membuat Arum jadi lebih focus pada bisnis café nya. Sebenarnya, dia ingin menjadi seorang pengusaha. Namun profesi pengacara itu untuk memenuhi ekspektasi sang Ayah. “Dek, Bunda sama Ayah mau keluar dulu ya?” “Mau kemana?” “Arisan, sekalian ayah ketemu temennya. Kamu mau ikut?” “Ogah ah. Sana kalian aja,” ucap Arum melihat mereka berdua yang sedang saling merangkul satu sama lain. Iri melihat kebersamaan pasangan beda usia itu, jadi membayangkan bagaimana dirinya dan Jean di masa mendatang. “Yaudah deh, nanti bilang aja kalau mau titip sesuatu.” “Um, mau langsung ke apartemen deh, Bun. Mau ke café juga. Kalian have fun aja, gak usah peduliin Arum yang lagi gosok kamar mandi Kakak.” Ayahnya tertawa sebelum pergi, meninggalkan Arum sendirian di rumah itu. semalam dia baru saja digempur dan sekarang harus membersihakan kamar wanita bernama Lolita yang merupakan kakaknya. Usia mereka terpaut 10 tahun, itu yang membuat Arum dan Lolita tidak akrab. Apalagi Arum sadar, kalau sang Kakak belum bisa menerima keberadaan Bundanya sebagai ibu sambung. “Amit amit, semoga anak anak Mas Jean gak kayak gitu. Lagian… mereka mah baik kalau jadi anak sambung.” Bahkan Arum dan Lolita jarang bicara, hanya acara besar yang menyatukan mereka. sejak memasuki sekolah menengah atas, kakaknya sudah pergi ke luar Negara. Pulang jika ada acara khusus, kadang Ayahnya yang datang ke sana. bahkan Arum masih ingat, bagaimana Lolita mengabaikan Ibunya. Sebagai anaknya, jelas Arum sakit hati. “Masih lama?” “Ayam!” teriaknya kaget. Menoleh ke belakang dan mendapati wanita yang berusia 32 tahun tersebut. lima tahun Arum tidak bertemu kakaknya itu. “Loh, Ayah bilang Kakak datangnya nanti malem?” “kamu keluar aja, Kakak mau istirahat.” “Okay, mau bilang makasih gak? Aku udah beresin kamer ini loh.” “Keluar kamu.” “Iya iya, dasar nyebelin,” gumam Arum tidak menutupi rasa ketidaksukaannya lagi pada Lolita. Tampilannya begitu elegant, modis dan terlihat jelas sebagai wanita mandiri dan memiliki karir cemerlang. Bagaimana tidak, kakaknya itu memiliki brand fashion sendiri hingga dia lebih betah berada di New York. Malas berada satu rumah yang sama dengan Lolita, Arum memilih pergi ke café sebelum menghabiskan waktu di apartemen. Tapi niat hati ke café langsung terhenti saat melihat Jean di toko mainan bersama dengan anak anaknya. TINNN! Klakson dari mobil belakang membuat Arum kaget. “Bentar! Ijonya juga baru aja!” teriak Arum kesal. Dia langsung menepi menuju toko mainan itu. Pendekatan pada calon anak sambung dan juga segera hamil adalah tujuan Arum sekarang. Jean itu lebih baik dari mantan pacarnya, imajinasi terhadap Jean juga seperti Arum pada ayahnya. Ditambah lagi, Ayahnya pasti bangga karena Arum menikahi pengacara terkenal. Dan ya, semoga saja dirinya tidak diwajibkan jadi pengacara lagi. Jean dan anak anaknya terlihat menikmati kebersamaan mereka. tidak sadar ada Arum di sekitarnya. Arum sendiri gemas melihat kebersamaan mereka, tidak jadi untuk mendekat karena Jean pasti akan marah. Namun, dia tidak ingin kehilangan pemandangan indah ini. jadi dia bersembunyi di salah satu rak kemudian mengarahkan kamera pada Jean yang sedang memangku anak bersua 2 tahun, dan tangan lainnya menggenggam anak satunya. “Lucu banget masa depanku ya tuhan.” CEKREK! Sampai kamera menimbulkan suara dengan blitz yang menyala. Elio menoleh. “Papaa! Ada Mbak aneh yang keliatan kepalanya doang di sana!” Haduh, citra Arum langsung runtuh di depan calon anak sambungnya ini.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN