Posisi dalam keluarga

1728 Kata
Jean terlihat kaget mendapati keberadaan Arum, dia langsung memanggil sang pengasuh untuk membawa kedua anaknya ke kasir dan membayar mainan ini. “Papa mau apa?” “Ke sana dulu, A. papa mau ngomong sama Mbaknya.” “Mbaknya foto sembarangan ya, Pah? Nanti kena penjara ya, Pah? Kasihan deh, Mbak.” Elio berucap seperti itu sambil melangkah pergi bersama dengan pengasuhnya. “Iannn…,” ucap anak berusia dua tahun ikut mengatakannya. Arum tidak percaya, hancur sudah dirinya dengan pandangan mereka terhadapnya. Padahal tujuannya menjadi ibu sambung mereka, Arum tidak ingin dibenci seperti ibunya. “Mas ih, masa aku digituin sama anak anak kamu.” arum mendekat pada Jean. “Akutuh niatnya baik pengen memotret kebersamaan kalian aja.” “Jangan deket deket.” Jean kembali mendorong kepala perempuan itu hingga mereka memiliki jarak. Arum berdecak kesal. “Kalau kamu gini terus, udah kita batalin aja. saya terganggu dengan keberadaan kamu di sekitar saya.” “Ih jangan dong, Mas.” arum mengerucutkan bibirnya. “Iya udah kok, lagian di sini aku mampir mau beli ini,” ucapnya mengambil mainan secara acak. “Udah kalau gitu, aku duluan.” Dalam perjanjian memang tertulis kalau mereka hendak bertemu harus kesepakatan keduanya, jika diluar mereka harus sama sama saling tidak kenal. Arum baru sadar kalau dia membawa pistol mainan, untuk apa ini? “Semuanya lima puluh ribu, Mbak.” Terpaksa tetap memberikannya. Dan di luar toko, masih ada pengasuh dengan kedua anak Jean. Menatap Jean yang masih ada di dalam sambil menelpon, ini kesempatan yang bagus untuk Arum menjelaskan dirinya. “Maaf ya, tadi Tante gak ada niatan buat jahat kok, buktinya sekarang Papah kalian lepasin Tante. Ini buat Aa ya,” ucap Arum memberikan pistolnya pada Elio. Anak itu menatap pengasuhnya dulu sebelum menerimanya. “Makasih, Tante,” kemudian berlari ke dalam mobil dimana ada pelayan di dalamnya. Tatapan Arum beralih pada si bungsul Cillo yang ada di pangkuan pengasuh. “Ad-” “Udah dimaafin sebelum minta juga, Mbak. Bayinya gak akan paham kalau Mbak mau bilang gitu,” ucap sang pengasuh memotong ucapan Arum. Membuat perempuan itu kesal. “Bibi gak tau siapa saya? Ngomongnya yang sopan dong.” “Saya ngomong fakta biar Mbak cepetan pulang. lagian saya paham, makannya bilang gitu. Aman kok, Mbak.” Sepertinya yang tau statusnya adalah orang orang yang bekerja di rumah Jean. Untuk membuktikannya, Arum merangkul Jean saat pria itu datang. “Mas…,” panggilnya mendayu. “Kamu lupa apa yang tertulis di perjanjian kita?” “Hehehe, iya deh, aku gak sabar nunggu pertemuan kita selanjutnya.” Arum bergegas pergi sebelum Jean mengatakan kalimat menyakitkan lainnya. Arum pergi ke café dulu untuk memastikan semuanya berjalan dengan baik. Baru setelah itu dirinya bisa beristirahat di apartemennya sendiri. dia melihat ponselnya dan menunggu pesan dari Jean. Tidak ada. “Udah kayak nunggu duit turun dari langit inimah.” Baru hendak memejamkan mata, Arum mendengar bel apartemen berbunyi. Dia bergegas membukanya. Ada tukang pos di sana. “Buat Mbak Arum.” “Loh, saya gak pesen apa apa.” “Ini dari Pak Jean, nama pengirimnya beliau. Mbak kenal?” “Oh! Calon suami saya itu. sini.” mengambil alih kotak besar tersebut. “Makasih.” Langsung menendang pintu dan masuk ke dalam. Apa yang Jean kirim, apakah cintanya? Ketika hadiah itu dibuka, senyuman Arum mengembang. Isinya adalah tas dan beberapa barang kesukaannya. Darimana pria itu tau? “Apa jangan jangan si Mas juga suka sama aku? dia denial aja makannya gak mau bilang. Iya kan? Ih suka banget,” ucapnya memekik bahagia. Mencoba menghubungi Jean untuk berterima kasih, tapi nomor pria itu tidak bisa dihubungi. “Makasih Om Jean sayangku, calon masa depanku.” *** Sayangnya, sulit sekali menghubungi Jean. Apa pria itu memblokirnya? Arum sangat merindukan sang target masa depannya. Padahal baru kemarin dia bertemu dengan Jean. Pagi hari ini Arum muram karena tidak mendapatkan kabar apapun darinya. dia terpaksa bekerja ke café tanpa semangat. Membuat para pekerja di sana ikut kebingungan. “Ibu kenapa, Bu?” “Tolong diem,” ucap Arum malas. “Tasnya cantik banget, Bu. Baru ya?” “Oh iya dong, ini dari kekasih hati saya,” ucap Arum langsung naik mood, membanggakan barang pemberian Jean. “Bagus kan? Bagus kan?” “Iya, Bu. Hehehe, Ibu balikan lagi sama pacarnya ya, Bu?” “heh! Bukan lah. Punya pacar baru saya, tapi gak akan dikasih tau sama kalian. Pokoknya tau tau udah sebar undangan aja,” ucapnya sambil kembali melangkah masuk. Cafenya lumayan ramai, biasanya meledak saat nanti malam. Untuk sekarang, Arum pergi ke ruangan kerjanya. Di sana dia memulai bisnis, mencari celah supaya popularitas cafenya terus naik dan bisa membuka cabang baru. Jujur saja, dia malas menjadi pengacara. Beberapa jam pertama Arum sangat serius memeriksa laporan keuangan. Sampai pesan masuk, Arum segera membukanya. “Mas o***g!” teriaknya bahagia. Mas o***g: Saya kirim hadiah itu buat kamu atas malam sebelumnya. jangan hubungi saya terus atau saya blokir lagi nomor kamu. “Blokir lagi? Pantesan gak bisa dihubungi. Dasar otong.” Bahkan Arum sekarang menahan diri untuk tidak membalas. Dirinya tersakiti dengan fakta diblokir, tapi tangannya gementar ingin membalas pesan itu. “Jual mahal dikit, Arum,” ucapnya pada diri sendiri dan segera menyimpan lagi ponsel di meja. Sampai terdengar dering telpon, Arum mengangkatnya. “Hallo? Mas ganteng aku paham kok. Gak akan gitu lagi kok. Tapi, kapan kita ketemu lagi? Kangen nih.” “Arum! Ini ayah!” teriak seseorang dalam panggilan tersebut. “Eh?” ekspektasinya terlalu tinggi, dimana Jean menelpon karena tidak kunjung membalas. Kapan dia bisa merasakan hal itu? “Kok Ayah sih?” “Kamu berharap siapa hah? Pacar baru kamu itu? emang siapa sih?” “Udah lupain lupain. Ayah kenapa nelpon?” Arum mengalihkan perhatian. “Nanti malem ke sini ya, makan malam keluarga. Ayah kangen gak ngumpul bareng semuanya.” Sebelum Arum menjawab, Ayahnya lebih dulu berkata, “Ayah gak nerima penolakan. Kamu harus datang ke sini.” “Yaudah deh iya, nanti datang ke sana.” Rico menarik napasnya dalam. “Coba akur sama kakak kamu ya, jangan diem dieman mulu. Kamu paham karakter dia, jadi kamu yang coba mendekat.” “Arum bakalan dateng makan malam di sana sambil bawain hadiah buat Kakak. Bye ayah.” Langsung menutup telpon dan menghela napasnya berat. Semakin Arum dewasa, semakin dia ingin membuat Kakaknya sadar kalau apa yang dilakukannya selama ini adalah salah. Dimana Lolita membenci ibunya hanya karena alasan menikah dengan sang ayah, dan bahkan kelahirannya juga membuat Lolita semakin membenci Restu. “Amit amit. Anaknya Mas Jean mah gak mungkin kayak si Mak lampir itu, mereka mah baik.” Setelah panggilan terputus, Arum langsung mengirim pesan balasan pada Jean. ME: makasih banyak, Mas. aku suka banget deh. Mas kalau kangen aku atau lagi mau, hubungin aja ya. btw malem ini aku lagi mau. Bisa gak dateng ke apartemen aku? Sengaja memancing seperti itu, karena dalam perjanjiannya juga Arum berhak meminta. Namun sedetik setelah pesan itu dibaca, Jean kembali menghilangkan poto pofilnya. Arum tercengang dan bergumam, “Pasti gue diblokir lagi sama itu orang.” *** Arum datang untuk makan malam. Sebenarnya dia selalu tidak tega melihat sang Ibu yang diabaikan oleh Lolita. “Kakak, sini duduk, Nak,” ucap Restu pada sang anak sambung saat turun ke lantai bawah. “Kakak berapa lama di sini?” tanya Arum yang sudah duduk lebih dulu dari tadi. “Gak tentu,” jawab sang Ayah. “Ada yang harus kakak kamu lakuin dulu di sini.” “Ngapain?” tanya Arum lagi, ingin segera menjauhkan sosok ini dari Ibunya. “Buka cabang pakaiannya juga di sini.” Rico kembali menjelaskan. Arum semakin malas. “Kakak bisu ya? kenapa gak ngomong ngomong sih? atau ompong?” Hal itu membuat ibu dan ayahnya tersedak seketika. “Arum, gak boleh gitu, Nak,” ucap Restu. “Makan lagi, Kak. Abaikan Arum ya, dia lagi pusing skripsi makannya kayak gitu.” “Gak usah bela dia, Bun. Lagian dia itu gak tau tatakrama.” Arum menyindir langsung. Rico segera berdehem. “Arum, Papah minta kamu ke sini buat Papah kasih tau sesuatu.” “Apa emangnya?” “Ternyata selama ini kakak kamu diem diem kuliah jurusan hukum di sana. dia udah jadi sarjana, bahkan berniat buat buka firma hukum juga. Papah bangga banget sama dia, udah menguasai dan bakaln calon advokat hebat nantinya.” “Iya?” arum jadi senang. “Yaudah tinggal lanjutin firma hukumnya ayah aja kalau gitu ya?” “Gak bisa,” ucap Rico. “Yang itu tetep punya kamu. nanti kakak kamu mah bangun dari awal lagi, biar tempatnya sesuai sama yang dia inginkan juga.” Niat Rico baik supaaya sang anak bisa memilih jalan apa yang diinginkannya. Namun hal itu disalahartikan oleh Lolita, dia langsung menatap tajam adiknya. “Emang dia udah siap kalau misalnya pegang kantor Ayah?” “Siap lah, orang dia bentar lagi juga lulus. Lagian ayah khawatir kalau kamu keluar Negara terus. Nanti gak keurus sama kamu. kalau menyesuaikan sama kamu kan sesuka kamu nantinya.” Tetap saja, Lolita terlihat tidak suka dan Restu menyadarinya. “Mas, tapi kayaknya cocok buat Lolita kok. Lagian kan Arum lagi focus bisnis café sekarang.” “Nggak, pokoknya itu jatah Arum, dan Arum yang bakalan lanjutinnya. Kalau Lolita mau bangun tempat baru, Ayah dukung kok. Atau mau di bekas kantor ayah juga gak papa, asalkan nantinya serahin ke adik kamu ya. dia harus memiliki potensi itu.” “Dia gak akan mampu kayaknya, Yah.” Dengan kalimat itu, Arum merasa direndahkan. “Gak, ayah bilang itu buat aku. kakak kan udah pinter sama kaya, bisa mulai dari awal aja lagi.” Lolita menghela napasnya kasar. “Aku udah kenyang.” “Kak, kamu belum beres makannya.” Restu mencoba menahan. “Gak mau, udah kenyang.” Mengibaskan tangannya hingga mengenai gelas dan pecah. Bukannya panic, Lolita malah diam dan melangkah pergi dari sana. “Biar pembantu aja yang beresin, kamu jangan sentuh,” ucap Rico pada sang istri. Sementara Arum menggelengkan kepalanya heran. “Boleh gak bawa dukun ke sini buat jampi jampi dia biar set*nnya pada keluar. Atau jangan jangan….” Arum menutup mulutnya tidak percaya. “Ubun ubunnya bolong, jadi dia kemasukan s*tan ya, Bun, ya?” “Hati hati, Sayang,” ucap Rico memegangi tangan Restu yang berdarah. Arum memutar bola matanya malas. Mereka tetap saja bermesraan di kondisi seperti ini.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN