“Pelan-pelan saja, lampu tengah udah dimatikan,” bisik Aletta pada Satya.
Keduanya berjalan dengan mengendap-endap. Mereka tiba di rumah cukup malam, keadaan jalan cukup padat. Sehingga mereka tiba cukup malam, ditengah padatnya perjalanan mereka juga harus menyempatkan diri untuk makan malam. Satya bersikeras mereka harus makan demi Aletta.
“Dari mana saja kalian?” tanya Regan tiba-tiba sambil menghidupkan lampu.
Tangan pria itu dilipat di depan d**a sambil menatap Aletta dan Satya secara bergantian yang berjalan mengendap-endap itu. Aletta langsung saja berdiri dengan tegak sambil menggaruk kepalanya yang tak gatal, sedangkan Satya bersikap dengan tenang.
“Pergi,” jawab Aletta cepat.
“Kemana?” tanya pria itu lagi dengan sorot tajam.
“Ke sa—“
“Salon? Butik? Bahkan aku udah datang ke sana dan mereka bilang kalau kamu nggak ada datang sama sekali. Kemana sebenarnya kamu pergi? Kenapa harus bohong? Handphone kamu kemana? Kenapa nggak aktif?” tanya Regan beruntun. Aletta memang sengaja tak mengaktifkan handphonenya karena tak mau dihubungi. “Lo pengawalnya, harusnya lo kasih tahu kita kemanapun Aletta pergi. Bukan hanya diam aja dan ikuti semua keinginannya,” kata Regan marah pada Satya.
“Satya tugasnya bukan melapor sama siapapun kemana gue pergi. Dia hanya ngelindungi gue dan bawa pergi kemanapun gue mau. Dia kerja sama gue bukan sama lo. Jadi lo nggak berhak atur dia untuk kasih tahu kemana gue pergi. Jangan jadi orang yang sok peduli. Gue pergi kemanapun gue mau yang penting gue nggak kenapa-kenapa dan pulang dengan sehat. Bukankah itu cukup? Gue nikah sama lo bukan berarti lo bisa ngatur gue sesuka hati lo, gue bukan b***k lo yang bisa diatur gitu aja sama lo,” ucap Aletta dengan sarkas.
“Maksud aku bukan seperti itu. Aku hanya takut sesuatu terjadi sama kamu, aku peduli sama kamu. Aku benar-benar bingung saat kamu nggak bisa dihubungi. Kalau kamu memang mau pergi, kamu cukup kasih tahu aku pergi kemana supaya aku tenang.”
“Nggak perlu, gue bisa jaga diri. Gue nggak perlu kasih tahu lo kemanapun gue pergi, gausah ikut campur,” tegas Aletta. Setelah mengatakan itu Aletta pergi dari sana dan masuk ke dalam kamarnya membuat Regan menghela napasnya kasar.
“Kasih tahu saya, kalian habis dari mana?” tanya Regan mencoba tenang ketika bertanya dengan Satya.
“Kita pergi jalan, untuk lebih lanjutnya anda bisa tanya langsung dengan nona Aletta. Bukan bagian saya memberitahu, saya tidak mau nona Aletta nanti jadi marah sama saya. Permisi,” ucap Satya dengan tenang.
Aletta yang sudah berada di atas dapat mendengar jawaban Satya dan tersenyum senang karena pria itu benar-benar bisa diandalkan. Saat Satya naik ke atas, pandangan matanya bertemu dengan Aletta yang menunggunya di depan pintu kamar wanita itu. Aletta tersenyum lalu mengedipkan matanya, setelah itu Aletta masuk ke dalam kamarnya. Satya ikut tersenyum melihat Aletta seperti itu padanya.
***
Aletta kembali merasa mual dan saat bangun wanita itu harus kembali berkutat di kamar mandi. Aletta kembali mengalami morning sickness, Aletta mengambil handphonenya dan menghubungi Satya agar masuk ke dalam kamarnya.
“Hallo Satya, tolong ke kamarku sekarang. Perutku mual,” ucap Aletta dengan lirih.
Aletta kembali muntah dan Satya dapat mendengar hal itu. Aletta langsung lari ke kamar mandi dan meninggalkan handphonenya, Satya yang baru saja selesai mandi itu langsung ke kamar Aletta dengan masih menggunakan celana pendek selutut dengan kaos berwarna putih.
Tanpa pikir panjang Satya langsung membuka pintu kamar yang tak terkunci itu dan mencari Aletta di kamar mandi. Benar saja wanita itu di kamar mandi mengeluarkan cairan bening di atas westafel. Satya langsung saja membantu Aletta, seperti yang dilakukannya saat Aletta merasa mual.
“Sudah lama mualnya?” tanya Satya perhatian. Aletta menganggukkan kepalanya pelan dan kembali mengeluarkan cairan bening.
“Makanya aku telepon kamu, lemas banget rasanya,” kata Aletta sambil menyeka mulutnya dengan air. Satya memijat tengkuk belakang Aletta dan memegang rambut wanita itu.
“Muntahin aja semuanya sampai merasa enak,” kata Satya dengan pelan.
Cukup lama Aletta berada di kamar mandi dan Satya dengan setia menemani. Setelah cukup Satya membantu Aletta kembali ke tempat tidurnya. Satya mengambil karet lalu membantu Aletta mengikat rambutnya.
Pria itu seakan tahu harus melakukan apa, Aletta diperlakukan sangat manis. Satya memberikan segelas air pada Aletta dan kembali memijat tengkuk Aletta, kali ini dibaluri minyak agar merasa baik.
“Kayak gitu lebih enak,” kata Aletta sambil memejamkan matanya. Tiba-tiba pintu kamar Aletta terbuka dan Regan masuk ke dalam kamar Aletta terkejut melihat Satya ada di dalam kamar Aletta.
“Apa yang kalian lakukan di sini?” tanya pria itu marah. Aletta menatap Regan malas, sedangkan Satya masih bersikap tenang. “Jawab! Apa yang anda lakukan di kamar istri saya? Keluar!” teriak Regan.
“Lo yang keluar, gue butuh Satya di sini,” ucap Aletta lirih.
“Kamu kenapa?” tanya Regan yang sudah menurunkan nada bicaranya karena melihat wajah Aletta yang pucat.
“Saya di sini karena nona Aletta menghubungi saya tadi. Nona Aletta sedang sakit dan saya sedang membantu nona Aletta,” jelas Satya. Pria itu menatap Satya masih dengan tatapan tak suka. Regan mendekat dan duduk di tepi ranjang.
“Kamu sakit apa?” tanya Regan khawatir. “Kenapa kamu nggak hubungi aku aja? Kenapa minta tolongnya sama dia?” tanya Regan tak suka.
“Ini bukan pertama kalinya gue seperti ini Satya sudah tahu harus melakukan apa. Makanya gue hubungi dia, lebih baik lo pergi aja kerja.”
“Kamu sakit apa? Aku panggil dokter ya?” Aletta langsung saja panik.
“Hanya mual karena tadi malam telat makan, nggak usah berlebihan sampai panggil dokter. Istirahat sejenak aja udah lebih baik, ada Satya yang akan bantu gue,” jawab Aletta ketus.
“Aku akan bantu rawat kamu, butuh apa? Makan? Aku pesanin ya, mau makan apa?” tanya Regan beruntun.
“Nona Aletta hanya butuh makan bubur, nanti saya akan buatkan buburnya,” jawab Satya.
“Iya bubur buatan Satya enak. Jadi biar Satya aja yang urus.” Handphone Regan berdering pria itu langsung saja melihat ponselnya.
“Hallo,” sapa pria itu. “Apa tidak bisa ditunda? Saya tidak bisa datang sekarang, istri saya sedang sakit. Istri saya membutuhkan saya,” kata Regan sambil menatap Aletta.
“Pergi aja,” kata Aletta pelan. Regan mematikan ponselnya dan mengusap wajahnya dengan kasar. “Kantor butuh lo, jangan egois. Pasti ada pertemuan penting makanya mereka minta lo untuk datang, iyakan?”
“Aku benar-benar bingung, kamu lagi sakit. Tapi ada rapat penting, aku harus gimana?”
“Pergi aja, ada Satya. Gue baik-baik aja, gue nggak sakit parah,” kata Aletta.
“Oke, aku akan minta Mama untuk datang nanti.”
“Nggak perlu, jangan kasih tahu siapapun gue sakit. Gue nggak mau buat mereka khawatir dan merepotkan mereka, kalau lo sampai kasih tahu mereka gue bakalan marah banget sama lo,” ancam Aletta membuat Satya jadi serba salah.
“Oke, kamu harus makan. Jaga kesehatan, maaf kalau aku nggak bisa nemenin kamu. Kalau ada apa-apa tolong kabarin aku, oke?” Aletta hanya menganggukkan kepalanya. Regan langsung saja pergi dari sana meninggalkan Satya dan Aletta.
“Kamu mau makan bubur lagi?” tanya Satya lembut dan Aletta menganggukkan kepalanya.
“Tapi buatan kamu aja, jangan beli ataupun masakan bibi,” ucap Aletta manja membuat Satya tersenyum.
“Manja banget sih,” goda Satya. “Kamu ngidam ya?” tanya Satya membuat Aletta menatap Satya tak percaya.
“Hah?”
“Iya, permintaan anak kita.” Satya menundukkan kepalanya lalu mengelus perut rata Aletta. “Kamu lagi kepengen makan bubur buatan Ayah ya?” Aletta merasa tubuhnya bergetar ketika Satya menyentuhnya. Lalu dengan cepat Satya kembali berdiri denga tegak. “Sebentar ya, Ayah akan buatin bubur buat kamu.”
Setelah mengatakan itu Satya keluar dari kamar Aletta. Sedangkan Aletta masih saja tertegun, selain karena Satya mengelus perutnya. Pria itu seolah bicara pada bayinya dan memanggil dirinya sendiri ‘Ayah’ entah mengapa hal itu membuatnya bergetar.
Lalu jika Satya dipanggil Ayah, bagaimana dengannya? Panggilan apa yang pantas untuknya? Pertanyaan itu tiba-tiba muncul daalam benak Aletta. Entah mengapa ia juga menginginkan hal yang sama seperti Satya mempunyai panggilan khusus seperti yang dilakukan Satya.