Pernikahan Aletta dan Regan sudah berlangsung dengan baik. Kini keduanya sudah resmi menjadi pasangan suami istri. Selama acara Aletta memasang senyuman palsu, acara tersebut digelar sangat mewah mengingat bagaimana pengaruh kedua orangtua keduanya. Banyak tamu undangan yang datang terutama rekan kerja dari Rudi dan Orlando.
“Kamu capek?” bisik Regan ditelinga Aletta.
“Menurut lo gimana? Siapa yang bertahan berdiri di sini menyambut tamu menggunakan sepatu tinggi dan pasang senyum palsu kayak gini,” kata Aletta dengan ketus.
“Makanya jangan senyum palsu, ikhlas aja. Aku aja senang nikah sama kamu, masa kamu nggak senang nikah sama aku?” Aletta berdecak kesal mendengarkan hal itu.
Sedangkan pandnagan Satya tak pernah lebih sedetikpun dari Aletta. Pria itu terus memperhatikan Aletta, Satya khawatir dengan Aletta. Satya tahu kalau Aletta merasa capek karena berdiri lama sambil menggunakan sepatu hak tinggi. Satya takut Aletta membutuhkannya namun ia tak ada untuk wanita itu.
“Lihatin Aletta sampai sebegitunya Mas, takut banget Aletta kenapa-kenapa dan dimarahi sama Om Rudi ya? Mas Satya tenang aja, udah ada Regan yang di samping Aletta. Kalau Aletta kenapa-kenapa pasti Regan akan sigap ngebantu,” kata Gladys yang baru saja mendekati Satya.
“Saya hanya menjalankan tugas, saya pengawal nona Aletta. Jadi saya harus melindungi nona Aletta walaupun dari kejauhan,” jawab Satya dengan tegas membuat Gladys tertawa.
“Mas Satya pria idaman banget sih, untuk pekerjaan aja bertanggungjawab. Gimana sama yang lain, aku yakin Mas Satya pasti akan tanggungjawab. Kenapa Mas Satya belum punya pacar sampai sekarang? Padahal Mas Satya orang yang baik, pekerja keras, bertanggungjawab. Kenapa nggak coba cari Mas?” tanya Gladys penasaran.
“Mungkin belum butuh,” jawab Satya cuek.
“Padahal punya pacar itu enak loh Mas. Ada yang perhatiin, ada yang peduliin juga. Usia Mas Satya juga udah nggak muda lagi. Aku pikir Mas Satya butuh pendamping,” kata Gladys lagi.
“Nanti kalau sudah butuh pasti akan ada, semuanya butuh waktu,” jawab Satya seadanya. Pria itu memang mendengar Gladys namun pandangannya tetap pada Aletta.
“Mas Satya benar semuanya butuh waktu. Semoga Mas Satya tidak menutup pintu dan bisa melihat ada orang yang mau hidup sama Mas Satya dan orang itu semoga tepat untuk Mas Satya,” kata Gladys sambil tersenyum.
“Terima kasih, saya juga berdoa semoga kamu bisa mendapatkan orang yang tepat juga,” kata Satya membuat Gladys sangat senang.
Melihat Satya yang masih terus bekerja membuat Gladys pamit undur diri dari sana. Setelah menikmati makanan dan acara tersebut, Gladys memilih masuk ke dalam kamar yang memang sudah disiapkan Aletta untuknya. Gladys membersihkan tubuhnya tak lama dari situ pintu kamarnya diketuk dan Gladys segera membukanya. Ternyata Aletta datang dan memaksa masuk dan menutup pintu tersebut dengan cepat.
“Lo kenapa ada di sini?” tanya Gladys bingung ketika Aletta memilih ke kamarnya dengan gaun pernikahan yang masih melekat ditubuh wanita itu.
“Gue mau tidur di sini aja, gue nggak mau tidur satu kamar sama Regan. Jadi lo harus sembunyikan gue di sini oke? Jangan bilang siapapun kalau gue ada di sini,” kata Aletta sambil membuka sepatu yang dipakainya.
“Gimana kalau semua orang panik nyariin lo?” tanya Gladys khawatir.
“Lo tenang aja, pokoknya lo diam aja. Sembunyiin gue di sini oke?” Gladys akhirnya tak bisa berkata apa-apa lagi selain menurut. “Gue pinjam baju lo, gue mau mandi gerah banget,” kata Aletta lagi dan Gladys sebagai seorang sahabat hanya bisa membantu.
***
“Di mana Aletta?” tanya Regan marah ketika Gladys membuka pintu kamarnya pagi-pagi sekali. Wanita itu baru saja bangun karena Regan menekan bel berkali-kali membuatnya harus bangun.
“Ada di dalam masih tidur,” jawab Gladys takut sambil mengucek matanya. Pria itu masuk ke dalam begitu saja sebelum Gladys mempersilahkan masuk.
“Aletta bangun,” panggil Regan sambil mengguncang tubuh Aletta yang masih tidur itu. Jam sudah menunjukkan pukul delapan pagi, Regan juga sudah berpakaian rapi dengan rambut yang basah menandakan pria itu sudah mandi.
“Apaan sih, lo ngeganggu banget. Gue masih ngantuk.”
“Ini sudah jam delapan pagi dan mereka sudah menunggu kita di bawah untuk sarapan bersama. Kamu mau membuat mereka curiga dengan ketidakhadiran kamu? Sudah cukup aku membiarkan kamu kabur tadi malam dan tidur di sini. Jangan buatku semakin marah Aletta, kamu mau mereka bertanya kamu kemana?” tanya Regan sarkas membuat Aletta berdecak dan bangkit untuk duduk.
“Oke fine, gue akan mandi. Keluar, kasih gue waktu setengah jam.”
“Aku akan menunggu di sini,” tegas Regan.
“Keluar atau enggak sama sekali,” ancam Aletta balik. “Lo pikir gue takut sama ancaman lo?” Regan menghela napasnya kasar.
“Oke, aku tunggu kamu. Hanya setengah jam, kalau setengah jam kamu nggak keluar aku akan paksa masuk,” kata Regan lagi membuat Aletta melempar bantal pada pria itu. Regan segera keluar membuat Gladys langsung mendekati Aletta.
“Suami lo sangat menyeramkan, gue benar-benar takut tadi.”
“Biasa aja, orang kayak gitu harus dilawan balik jangan hanya diam aja. Gue mandi dulu deh, boleh minta tolong ambilin baju gue di kamar kita? Minta aja kuncinya sama pria menyeramkan itu.”
“Gue nggak mau, takut.”
“Yaudah kalau gitu pinjam baju lo lagi, gue nggak mau masuk ke dalam kamar itu. Siapin ya bajunya, gue mau mandi!” pekik Aletta sambil berlari masuk ke dalam kamar mandi dan Gladys hanya bisa menggelengkan kepalanya melihat tingkah sahabatnya itu.
***
“Selamat datang di rumah kita,” pekik Regan girang sambil membuka pintu rumah yang cukup besar itu. Kini Aletta tiba di rumah yang sudah disiapkan oleh Regan untuk mereka tinggali. Satya menurunkan barang-barang milik Aletta dari dalam mobil.
“Rumah lo kali, bukan rumah gue,” jawab Aletta dengan ketus.
“Ini rumah kita berdua sekarang, kita sudah menjadi suami istri. Jadi ini rumah kamu juga, aku harap kamu suka sama rumah yang udah aku siapkan ini,” kata Regan.
“Biasa aja, rumahnya sama kayak rumah pada umumnya,” jawab Aletta malas. “Di mana kamarku?” tanya Aletta sambil masuk ke dalam menilai rumah tersebut. Terlihat rumah tersebut mempunyai perlengkapan yang lengkap, bagus, mewah dan masih baru. Aletta yakin jika Regan benar-benar menyiapkan semuanya.
“Kamar kita di atas, ayo aku tunjukin di mana kamar kita,” ajak Regan yang hendak menggandeng tangan Aletta namun wanita itu menepisnya membuat Regan berhenti berjalan lalu berbalik.
“Kamar kita? Maksudmu kita akan satu kamar? Lo pikir gue mau satu kamar sama lo? Jangan pikir dengan gue mau nikah sama lo, maka kita akan tinggal satu kamar. Sudah cukup kita tinggal satu atap, gue nggak mau satu kamar sama lo,” jawab Aletta ketus sambil melipat tangannya di depan d**a.
“Kita ini pasangan suami istri, apa salahnya dengan tidur satu kamar? Kalau kamu nggak mau satu kamar, aku akan bilang sama Papa kamu,” ancam Regan membuat Aletta tertawa.
“Bilang aja, lo pikir gue bakalan takut sama ancaman lo? Kita baru kenal, baru ketemu beberapa kali. Lo pikir mudah bisa langsung tinggal satu kamar? Semuanya butuh waktu, gue pikir lo pria yang bisa di ajak berpikiran rasional. Tapi ternyata tidak, gue terlalu berpikir baik tentang lo. Tapi ternyata lo hanya bisa ngancam aja, itu akan semakin membuat hubungan kita semakin renggang. Akan semakin sulit buat gue bisa terima lo dengan keadaan kayak gini,” ucap Aletta sarkas membuat Regan terdiam. Aletta sengaja mengatakan hal itu supaya seoalah memberikan harapan pada Regan, ia harus bisa memutar otak untuk menghadapi pria yang kini sudah berstatus sebagai suaminya itu.
“Oke, aku nggak akan paksa kamu untuk kita satu kamar. Aku akan kasih kamu waktu sampai kamu benar-benar bisa terima aku sepenuhnya. Kamu aja yang tidur di kamar utama, aku tidur di sebelahnya.” Aletta menggelengkan kepalanya.
“Gue nggak mau tidur di kamar utama, lo aja yang disitu. Gue yang ada di sebelahnya, gue pikir itu cukup adil. Bagaimanapun ini rumah lo bukan rumah gue.”
“Ini rumah kita, jangan bi—“
“Jadi gimana mau atau enggak?” potong Aletta karena tak mau memperpanjang masalah tersebut.
“Ya sudah, terserah kamu saja. Tapi pengawalmu ini nggak tinggal sama kita, kan?” tanya Regan tak suka sambil menatap Satya.