“Bagaimana bisa nona Aletta hamil, menikah saja belum. Nona Aletta sakit karena terlalu banyak pikiran menjelang pernikahan,” kata Satya sambil mendekati Aletta dan Gladys. Pria itu membantu Aletta memberikan jawaban agar Gladys tak curiga. Satya tahu bahwa Aletta bingung mau menjawab apa. Gladys tertawa dengan keras mendengar hal itu.
“Iyalah, mana mungkin Aletta hamil. Nikah aja belum ya, selama pacaran sama Leon aja nggak pernah berbuat lebih. Beli lingerie juga nggak pernah dipakai ya,” ejek Gladys membuat Aletta sedikit lega karena Satya membantunya memberikan jawaban.
“Lebih baik nona Gladys pulang saja supaya nona Aletta bisa istirahat. Saat ini nona Aletta perlu istirahat yang banyak, sebentar lagi menikah. Mungkin akan menguras tenaga dan pikiran, nanti kalau sudah lebih baik mungkin nona Gladys bisa datang lagi,” usul Satya.
“Iya lebih baik lo pulang, gue mau tidur lagi,” kata Aletta mengikuti Satya.
“Yaudah deh gue balik, cepat sembuh ya. Gue pasti akan datang di acara pernikahan lo, gue doakan yang terbaik untuk lo, oke?” Aletta hanya tersenyum simpul.
“Thank’s.” Gladys keluar dari kamar Aletta dan Satya mengikuti dari belakang lalu menutup pintu kamar tersebut. Tiba-tiba Gladys berbalik membuat Satya terkejut.
“Jangan panggil aku nona, aku bukan Aletta. Aku hanya temannya aja, jadi aku pikir kamu kamu nggak perlu panggil aku seperti itu. Bagaimana dengan Gladys aja?” tanya Gladys denga penuh harap.
“Saya nggak enak kal—“
“Jangan merasa nggak enak. Mas Satya lagi nggak kerja sama aku, cukup Aletta aja. Aku jangan, pokoknya Mas Satya panggil Gladys aja oke?” Satya menganggukkan kepalanya pelan membuat Gladys tersenyum senang. “Mas Satya udah makan?”
“Kenapa?”
“Aku bawain makanan untuk Mas Satya, ini buatan aku sendiri. Aku harap Mas Satya mau coba,” kata Gladys sambil memberikan makanan yang dibawanya itu.
“Terima kasih,” kata Satya sambil menerima makanan tersebut.
“Yaudah kalau gitu aku balik dulu ya Mas, bye Mas Satya,” kata Gladys sambil melambaikan tangannya.
Satya hanya tersenyum saja dan membawa makanan tersebut ke dapur. Satya melihat makanan yang dibawa oleh Gladys. Namun Satya tak memakannya karena pria itu tak makan kerang, karena Gladys membawanya kerang. Pria itu menutupnya kembali dan akan memberikannya pada Aletta nanti.
***
“Kerangnya kamu beli di mana?” tanya Aletta saat mereka kini sedang makan malam bersama. Aletta akhirnya bisa keluar dari kamar setelah tidur beberapa jam.
“Aku nggak beli, itu dikasih Gladys tadi. Dia bawa makanan, aku nggak makan kerang. Makanya aku beli makanan diluar, biar kamu aja yang makan,” jawab Satya.
“Gladys emang pintar masak sih, kerangnya enak. Beruntung banget yang jadi istrinya Gladys bisa dimasakin tiap hari, Gladys banyak bisanya. Beda sama aku yang nggak tahu apa-apa,” kata Aletta sambil tertawa.
“Siapa bilang kamu nggak tahu apa-apa? Kalau kamu nggak tahu apa-apa, kamu nggak akan selesaikan kuliah S2 kamu sampai cumlaude. Usaha butik dan salon kamu nggak akan maju kalau bukan karena kamu yang pintar mengelolanya, jadi jangan merasa insecure. Semua orang itu punya kelebihan yang berbeda-beda, nggak semua orang harus jago di dapur. Jangan memaksakan diri dengan hal yang belum tentu kamu bisa lakukan,” kata Satya dengan panjang membuat Aletta kembali tertegun. Makin kesini Aletta semakin banyak tertegun karena Satya.
“Makasih Satya,” ucap Aletta tulus.
“Makasih untuk apa? Karena perkataanku menghibur? Perkataanku bukan menghibur itu fakta. Jadi jangan banding-bandingkan diri kamu sama orang lain,” tegas Satya.
“Kamu cerewet juga ternyata,” goda Aletta membuat Satya terdiam dan berhenti mengunyah. Bahkan pria itu tak sadar dengan apa yang dilakukannya barusan. “Makasih karena kamu juga tadi udah bantu aku untuk jawab Gladys. Aku benar-benar nggak nyangka tadi kalau Gladys akan ngomong gitu.”
“Iya gapapa, kam—“
Bunyi bel membuat Satya menghentikan perkataannya. Pria itu langsung saja membereskan bekas makanannya yang memang sudah selesai itu lalu mencuci tangannya. Setelah itu Satya berjalan ke depan untuk membuka pintu. Begitu pintu terbuka pria bernama Regan berdiri dihadapannya dengan membawa beberapa bungkusan.
“Kenapa lo ada di sini? Di mana calon istriku?” tanya pria itu tak bersahabat.
“Ada di dalam sedang makan malam,” jawab Satya tenang.
“Kenapa lo ada di sini?” tanya Regan ulang.
“Saya memang tinggal di sini bersama dengan nona Aletta. Saya pengawal nona Aletta, kalau tuan lupa siapa saya.” Regan mengernyitkan keningnya.
“Seorang pengawal tinggal di rumah majikannya hanya berdua saja?” tanya Regan curiga.
“Ya, Pak Rudi yang minta saya tinggal di sini supaya mudah memantau nona Aletta. Saya harus menjaga nona Aletta dua puluh empat jam,” tegas Satya.
Entah mengapa Regan merasa tak suka dengan Satya begitupun sebaliknya. Regan tak lagi menanggapi, pria itu masuk ke dalam begitu saja sambil mendorong bahu Satya agar pria itu menyingkir. Satya cukup bisa menahan diri dan menutup pintu tersebut.
“Hai, katanya kamu sakit. Aku bawa makanan untuk kamu,” kata Regan sambil duduk di samping Aletta dan meletakkan bungkusan dibawanya di atas meja.
“Tahu dari mana?” tanya Aletta sarkas.
“Tadi aku ke butik kamu, kata mereka kamu nggak datang karena lagi sakit. Makanya aku langsung aja datang ke sini karena khawatir sama kamu. Tadinya aku mau ajak kamu makan malam di luar,” kata Regan membuat Aletta menghela napasnya kasar. Satya juga ada di sana berdiri tak jauh dari mereka.
“Melihatmu di sini semakin membuat kepalaku sakit,” ucap Aletta dengan sarkas. Namun Regan mengabaikan hal itu dan membuka bungkusan tersebut.
“Aku bawa makanan jepang untuk kamu, makanan ini lebih enak dan mahal dibandingkan makanan kamu itu. Jadi aku bawa sushi, aku juga baw—“
“Nona Aletta nggak suka sama makanan mentah. Apa lagi makanan Jepang, hanya ramen aja yang nona Aletta bisa makan untuk makanan Jepang,” kata Satya membuat Aletta langsung saja menatap Satya bingung.
“Kenapa lo yang ja—“
“Bukan begitu nona Aletta? Makanan mentah tidak baik untuk kesehatan, nona pernah bilang nggak suka sama makanan yang mentah. Apa saya salah?” tanya Satya sambil menatap Aletta penuh arti. Kini Aletta paham dengan arah pembicaraan Satya. Pria itu sangat menekankan dengan makanan mentah yang tak baik untuk kesehatan, semua itu ada pada kandungan yang berada di dalam rahimnya saat ini.
“Iya, gue nggak makan makanan mentah. Lebih baik gue makan ini aja, lo aja yang makan semuanya,” jawab Aletta ketus dan melanjutkan makanannya.
“Aku pikir kamu suka makanya aku beli banyak ternyata aku salah, maaf ya kalau aku belum tahu apa-apa tentang kamu,” kata Regan dengan sedih. “Yaudah gapapa, aku aja yang makan. Kamu sakit apa?” tanya Regan hendak memegang kening Aletta. Namun wanita itu langsung saja menghindar membuat pria itu menarik tangannya kembali. “Maaf,” cicit Regan pelan.
“Lebih baik lo pulang aja, gue mau istirahat,” kata Aletta sambil bangkit berdiri. “Satya bereskan mejanya, antar dia pulang sampai depan. Saya mau istirahat,” kata Aletta dan Satya menganggukkan kepalanya. Sebelum Aletta pergi, Regan bangkit berdiri dan menahan pergelangan tangan Aletta.
“Aku tahu kamu sedang menghindar dan belum terbiasa dengan aku, tapi sebentar lagi kita akan menikah. Kamu harus mulai belajar dan terbiasa dengan kehadiranku, aku benar-benar khawatir saat kamu sakit makanya langsung datang ke sini setelah dari kantor. Maaf kalau buat kamu nggak nyaman, selamat istirahat. Semoga sakit kamu segera pulih dan nggak akan menghambat pernikahan kita, aku akan berusaha belajar untuk mengenal kamu supaya aku benar-benar paham tentang kamu,” tegas Regan sambil tersenyum. Setelah mengatakan itu Regan melepaskan tangan Aletta dan membiarkan wanita itu pergi.
“Makan saja makanannya, kalau nggak mau lo bisa buang. Jangan mencuri kesempatan di dalam kesempitan, setelah menikah lo nggak perlu jaga Aletta sampai seperti ini. Karena akan ada gue suaminya yang akan jaga dia, sebentar lagi lo akan dipindahkan,” tegas Regan pada Satya.
“Coba saja kalau bisa,” jawab Satya dengan berani sambil tersenyum mengejek membuat Regan terkejut dengan sikap Satya yang menurutnya terlalu berani itu.
Satya masuk ke dalam kamarnya dan meninggalkan Regan sendirian, tangan pria itu terkepal. Dari awal Regan benar-benar tak suka melihat Satya. Kini ia semakin tak suka melihat pria itu terus berada di dekat Aletta dan menghalanginya.