Crisy sibuk mondar-mandir di belakang panggung memastikan segala persiapan sudah sempurna sesuai dengan yang direncanakan jauh-jauh hari sebelumnya. Ini adalah waktunya untuk lounching kartu perdananya. Program ECV dan ECV-D usulannya. Semua orang berharap banyak pada kesuksesan acara ini yang diharap akan memberi dampak positif untuk program baru itu. Devandra sesekali menghela napas melihat kekasihnya yang lalu-lalang ke sana-kemari dengan raut tegang. Pria itu maklum jika Crisy pasti sangat gugup dan tertekan.
Gadisnya mungkin cerdas dan cukup terpelajar. Namun, menghadapi situasi yang seperti ini jelas membuat Crisy gugup dan tertekan. Itu karena Crisy belum memiliki pengalaman apa pun soal hal-hal seperti ini. Devan ingin sekali menemani gadis itu, akan tetapi ia tak bisa melakukannya. Ada banyak kolega bisnis yang datang, maka ia harus menyambutnya. Belum lagi pihak wartawan dan reporter dari beberapa station televisi juga turut meramaikan undangan tamu dalam acara penting itu. Papa dan Mama serta kakak tertuanya juga hadir di sana bersama istri dan tiga anaknya.
Sejujurnya perasaan Devan sama gelisahnya dengan Crisy. Meskipun ia mempercayai Crisy sepenuhnya, tetapi ada sedikit kekhawatiran juga di hatinya. Bukan khawatir acara itu akan kacau. Melainkan khawatir jika terjadi sesuatu pada kekasihnya. Devan takut jika Crisy jatuh sakit karena kelelahan. Empat hari terakhir ini Crisy benar-benar memporsir tenaganya. Mereka bahkan jadi jarang bertemu sejak acara candle light dinner malam itu. Selain itu, kedatangan keluarga Devandra dan Raiza juga jadi faktor pendukung lain yang membuat keduanya kehilangan waktu untuk bersama.
Devandra masih mengobrol dengan perwakilan salah satu bank dari Surabaya ketika dilihatnya Crisy melintas beberapa meter di depannya bersama Bu Farah. Sesaat kemudian Bu Farah kembali mengobrol dengan tamu undangan. Devandra celingukan mencari Crisy, tetapi ia tak menemukan gadis itu lagi. Ia pun menghela napas kecewa. Tak berapa lama papanya memanggil Devandra untuk diperkenalkan dengan pimpinan perusahaan travel dari New Zeland. Kata papanya, perusahaan yang dipimpin pria asing berkulit putih itu ingin mengajukan kerjasama dengan Travel J. Mungkin saja Travel J bersedia menanamkan saham pada perusahaannya dan mendirikan usaha kolaborasi di negaranya.
Devandra menemaninya dengan tak berminat, ia benar-benar jenuh dan bosan karena tak sempat berbincang dengan kekasihnya. Sementara itu Crisy di belakang panggung benar-benar tegang. Acara sudah akan dimulai, ia melihat dari celah pintu, para undangan sudah mulai duduk di tempat yang sudah disediakan. Crisy menghela napas, memohon pada Tuhan agar semua dilancarkan. Barulah ia melangkah menjauh dari tempat itu. Sebelum diperkenalkan ke atas panggung sebagai founder ECV, Crisy akan duduk menyaksikan acara berlangsung dari tempat duduk bersama jajaran management.
Crisy masuk ke toilet sebentar untuk memperbaiki riasannya. Merasa semua sudah beres ia pun menarik napas sekali lagi, lalu membuka pintu toilet. Namun, baru saja ia melakukannya, tiba-tiba seseorang membekap mulutnya dari berlakang lalu menyeretnya masuk ke gudang properti. Orang itu menutup pintu lalu menyandarkan Crisy di baliknya. Crisy membeliak saat menyadari siapa orang yang melakukan semua itu.
“Devan ....” Gadis itu memukul bahu sang pemuda.
“Aku merindukanmu, Cris. Sangat merindukanmu,” ucap Devan mengunci pergerakan Crisy. Kesepuluh jarinya menyusup di sela-sela helaian rambut Crisy yang terurai.
Crisy tersenyum manis mendengar pengakuan sang kekasih. “Aku juga merindukanmu, Dev,” lirih gadis itu.
Mendengar perkataan sang kekasih, Devan pun mengikis jarak di antara mereka, hingga dalam waktu yang singkat bibir keduanya sudah bertemu saling melepas kerinduan masing-masing. Sesaat kemudian ciuman mereka terlepas, netra keduanya masih saling memandang sama-sama tak rela untuk saling melepaskan. Namun, keadaan membuat mereka harus segera keluar dari tempat itu dan kembali bergabung dengan yang lainnya. Sedikit tak rela, Devan memeluk Crisysian lalu membebaskannya untuk pergi.
“Cris, setelah acara kamu pulang denganku, 'kan?” tanya Devan mencegah tangan Crisy membuka handle pintu.
“Iya,” jawab Crisy sambil tersenyum. “Mau menginap?”
“Tentu saja, dengan senang hati,” jawab Devan girang.
“Baiklah, kalau begitu sekarang kita kembali ke dalam, sepertinya acara sudah dimulai.”
“Tentu, Sassy girl. Selamat untukmu, kamu luar biasa.”
“Selamatnya nanti saja kalau acaranya sudah selesai. Tapi ....” Crisy berjinjit lalu mencium singkat kedua pipi Devandra. “Terima kasih sudah mendukungku.”
Devandra tersenyum menarik Crisy sebentar lagi lalu kembali mencium bibirnya singkat. “Terima kasih untukmu juga, Sayang. Terima kasih sudah menjadi bagian dari perusahaanku dan hatiku.”
“Lagi belajar gombal, huh?” cibir Crisy lalu membuka pintu gudang. Keluar lebih dulu kemudian disusul Devandra.
“Nggak juga, aku sudah ahli dari dulu. Tapi menaklukkan gadis sepertimu butuh lebih dari sekedar gombalan garing,” jawab Devan membuat Crisy tertawa.
Sesaat mereka pun sampai di ambang pintu masuk di mana para undangan sudah berkumpul menikmati pembukaan acara. Crisysian meminta Devan untuk masuk lebih dulu, sementara ia menunggu sesaat. Baru saja Crisy hendak melangkahkan kaki menyusul Devandra, tiba-tiba saja kakinya terhenti seketika. Suara Valeri mengehentikannya.
“Gadis kampung, sampai detik ini rupanya kamu belum sadar juga, ya. Aku jadi iba melihatnya.”
“Apa maksudmu?” tanya Crisysian tak mengerti.
“Ck, ck, ck, orang bodoh di mana pun akan selalu gampang untuk ditipu. Sudah sampai sejauh ini ternyata masih belum sadar juga kalau dirinya hanya dimanfaatkan. Ah, sudahlah. Nanti juga kamu akan mengerti sendiri. Semoga setelah ini kamu nggak lantas bunuh diri, ya. Bye bye ....”
Crisy masih terdiam mematung melihat Valeri pergi menjauh. Masuk ke dalam ruangan kemudian duduk di antara keluarganya. “Dimanfaatkan?” gumam Crisy tak mengerti. Ia mencoba menerka-nerka maksud perkataan Valeri tadi, karena merasa buntu, ia pun menyerah. Crisy pun masuk dan duduk di tempat yang disediakan untuknya. Setelah beberapa acara berlalu, Crisysian pun dipanggil dan diperkenalkan di atas panggung sebagai founder program itu. Devan mendampinginya berdiri di atas panggung selaku CEO yang memimpin Travel J saat ini. Suara tepuk tangan pun riuh terdengar ketika Devan menyerahkan sebucket bunga sebagai ucapan selamat atas buah pikiran Crisysian yang luar biasa.
“Selamat, Sayang,” ucap Devandra setengah berbisik membuat Crisy merona seketika. Ingin rasanya ia segera memeluk Devan, tetapi Crisy masih sadar jika itu terjadi maka akan jadi masalah besar nantinya. Jadi ia hanya menahan diri dan melempar senyum termanisnya untuk Devandra.
Setelah acara pengenalan dirinya selesai acara pun kembali dilanjutkan. Penjelasan tentang ECV dan ECV-D diungkapkan secara singkat. Beberapa iklan tentang dua kartu spesial itu pun diputar beberapa kali dan jangan lupakan penampilan Milenia Band. Dua puluh menit memasuki akhir acara, ketika Milenia Band akan kembali tampil tiba-tiba pentolan keluarga Justin maju ke atas panggung. Pria paruh baya itu meminta waktu sesaat karena ingin mengumumkan sesuatu yang sangat penting. Semua hadirin tampak sedikit bingung, tetapi tetap antusias mendengarkan apa yang akan disampaikan pria hebat itu.
“Saya ingat, beberapa bulan lalu ketika Devandra diutus untuk menggantikan kakaknya memimpin Travel J pusat. Putraku itu menolak dengan sangat keras dengan alasan ia akan sangat jauh dengan orang yang sangat ia cintai.” Papa Devandra terkekeh geli mengingat kenangan itu. Sementara Devan menggaruk tengkuknya sedikit malu. Sesaat setelah itu, Devandra pun dipanggil ke atas panggung. Dua pria tampan berbeda usia itu kini berdiri dengan gagah menguarkan aura penuh karisma yang membuat tertegun siapa saja yang memandangnya. Devan melihat Crisy sekilas lalu tersenyum manis. Crisy pun melakukan hal yang sama.
“Hari ini, putraku berdiri di sini dengan rasa bangga karena ia bukannya kehilangan cinta, tetapi justru sebaliknya. Ia berjuang dengan didukung oleh cintanya.” Devan tersenyum pada ayah dan keluarganya. Tak menyangka jika ayahnya justru akan mengumumkan hal berbahagia itu di hadapan semua orang.
“Karena itulah para hadirin sekalian, kali ini saya akan umunkan bahwa hari di mana program ECV dimulai, juga akan menjadi tonggak awal bagi putraku Devan untuk menjalin hubungan yang lebih serius dengan sang kekasih. Kami sekeluarga sepakat akan mempersatukan mereka lewat acara pertunangan yang akan disaksikan oleh kalian semua.” Pria paruh baya itu menjeda kalimatnya, lalu bertepuk tangan dua kali.
Seketika datanglah seorang wanita melangkah masuk ke panggung dengan nampan berisi kotak yang tertata indah dengan dua cincin bertengger di sana. Devan sekali lagi melirik Crisy, gadis itu sepertinya gugup. Terlihat jelas dari bagaimana ia menautkan kesepuluh jemarinya. Degup jantung Devandra berontak sama gugupnya. Berpacu dengan cepat memikirkan dirinya akan segera disandingkan dengan orang yang ia cintai.
Tak pernah ia sangka ternyata sang ayah tahu hubungan mereka, padahal ia baru bercerita sebagian pada mamanya. Devandra melirik mamanya yang tiba-tiba saja menundukkan wajah saat bertemu pandang dengannya. Devandra mengerutkan dahi, bukannya bahagia mamanya malah terlihat membingungkan. Apakah itu artinya Liana Justin—sang mama—tak menyetujui hubungan mereka.
“Untuk mempersingkat waktu maka kepada sahabatku Razeva Etrama dan putrinya yang paling cantik Valeri Etrama silahkan naik ke panggung.”
Suara pria paruh baya itu menggema di seantero ruangan, disambut riuh tepuk tangan dari semua hadirin yang berdiri. Crisy tergugu, jantungnya serasa meledak mendengar ucapan itu, hatinya hancur. Ia menatap nanar sosok Devan yang menatapnya penuh kebingungan. Crisy tersenyum tipis. Papa Devandra kini memanggil istrinya dan ibu Valeri juga memanggil putra pertamanya dan Raiza Etrama untuk naik kepanggung menjadi saksi penyematan cincin sejoli itu. Devandra dan Valeri.
Devandra mematung, menerima cincin itu dengan perasaan yang kacau-balau. Namun, sesaat kemudian ia pun tersenyum ke arah Valeri. Setelah Valeri menyematkan cincin di jari Devandra, ia pun memasangkan cincin yang dipegangnya ke jari manis Valeri. Suara tepuk tangan kembali terdengar riuh. Crisy pun melakukan hal yang sama. Gadis itu bertepuk tangan sambil tersenyum kecut, perlahan memundurkan langkah di antara para hadirin yang berdiri.
Liana Justin hanya melihat pergerakan Crisy dalam diam. Ia sendiri bingung dengan apa yang tengah terjadi sekarang. Semua begitu cepat dan tak terencana. Sementara itu Raiza yang sejak tadi menatap Crisy pun berlari turun dari atas panggung. Ia mengejar gadis itu. Berbeda dengan Raiza, Devandra justru kini tengah menerima ucapan selamat dari tamu undangan sambil mengumbar senyum manis. Milenia Band pun melanjutkan penampilannya membawakan lagu-lagu romantis sebagai penutup acara.
Crisy berlari secepat yang ia bisa meninggalkan tempat itu, ia melemparkan bucket bunga yang diterimanya tadi sebagai bentuk penghargaan atas apa yang dicapainya. Sekarang Crisy mengerti apa arti dari perkataan Valeri tadi. Ia baru menyadari betapa bodohnya dirinya, karena membiarkan Devan memanfaatkannya hingga sedemikian rupa. Tak peduli berapa kali ia sudah terjerembab jatuh karena larinya yang membabi buta dengan heels sebelas centi di kakinya. Hingga ketika ia hampir jatuh menggelinding dari atas tangga sebuah tangan kokoh menariknya dan merengkuhnya dalam pelukan. Gadis itu pun menangis sejadi-jadianya.
“Za‒ternyata Devan hanya memanfaatkanku ....”