Cium Aku

2365 Kata
"Yang benar saja!??" ucap Valerie yang hampir memekik keras. Cedric tersenyum menyeringai. "Tentu saja benar," ucap Cedric sambil melepaskan pelukannya dan pergi ke pintu. Ia menyentuh kunci ruangan, memutarnya sebanyak dua kali dan kembali ke hadapan Valerie yang sedang menganga. Beberapa puluh menit setelahnya. Valerie mengusap-usap wajahnya di kamar mandi. Sungguh gila bosnya itu, yang meminta dilayani di ruangan kantornya seperti tadi. Padahal, hanya tinggal beberapa puluh menit saja, jam kerja usai. Tapi ia sudah tidak sabaran rupanya. Mau tak mau. Valerie ikuti saja kemauannya itu. Toh ujung-ujungnya, ia akan mendapatkan pertukaran yang cukup menyenangkan juga nantinya. Valerie menghela napas dan tertegun sejenak, sambil memandangi wajahnya sendiri, melalui cermin di depannya kini. Apa yang kurang darinya? Ia sudah cukup sempurna bukan? Bahkan, bosnya sendiri saja, sampai menginginkannya lebih dari satu kali. Padahal, bila dilihat-lihat, antara Felix dan bosnya itu, malah lebih tampan bosnya juga. Tetapi kenapa Si Bodoh Felix malah mengkhianatinya?? Gelengan kepala cepat Valerie lakukan. Sungguh gila, bila ia terus-menerus mencari kesalahan pada dirinya sendiri. Padahal, ia banyak melihat pada berita yang berseliweran. Bila terkadang selingkuhan tidak lebih cantik dari Istri sah. Memang saja, Felix yang terlalu bodoh. Karena lebih memilih berselingkuh dengan Leticia. Valerie kembali memulas wajahnya dengan makeup, agar tidak ada yang curiga nanti. Tidak boleh sampai terlihat berantakan, bila keluar dari dalam ruangan bos-nya. Wajah sudah kembali rapi seperti sebelumnya. Valerie pun keluar dari dalam kamar mandi dan melewati sang bos, yang sedang memejamkan mata, sambil menyandarkan punggungnya. Tidak mengatakan satu patah katapun dan terlihat bernapas dengan teratur. Apa mungkin, ia sedang tertidur? Valerie kembali dan berdiri persis di dekat Cedric. Ia menghela napas dan kemudian, Cedric malah membuka matanya. "Saya mau pulang," ucap Valerie. "Ya sudah," ucap Cedric singkat. Valerie mengangguk dan tersenyum sinis, lalu berbalik dan berjalan pergi meninggalkan Cedric. Namun, baru beberapa langkah menjauh. Tiba-tiba saja Valerie berhenti. Ia memutar tubuhnya dan kembali ke hadapan Cedric. Cedric, belum sempat melayangkan pertanyaan dan Valerie lebih dulu berkata, "Apa aku cantik?? Apa aku cukup menarik??" tanya Valerie penuh harap. Cedric mengerutkan keningnya. Ia memberikan Valerie tatapan heran. Sementara Valerie sendiri, bergeming saja sambil menunggu jawaban dari Cedric. Akan tetapi, dari raut wajahnya, Valerie malah merasa, pertanyaan yang ia layangkan cukup konyol. "Lupakan saja!" cetus Valerie yang kini berbalik dan benar-benar pergi. Valerie menghela napas, ketika sudah berada di luar ruangan. Bahkan, ia juga menepuk-nepuk kepalanya dengan kedua kepalan tangan, karena merasa telah bertindak sangat bodoh tadi. "Kamu sedang apa di sini??" suara berat milik lelaki, yang sempat Valerie tertawakan tadi. Valerie menurunkan tangannya dan menoleh dan melihat Felix, yang sedang menyilangkan kedua tangan di atas dadanya sendiri. "Apa rencanamu sebenarnya??? Kenapa kamu kembali bekerja di sini??" tanya Felix dengan tatapan mata yang tajam dan menusuk. Valerie tersenyum masam. "Kenapa memangnya?? Bahkan, sebelum kamu bekerja di sini. Aku sudah lebih dulu bekerja di perusahaan ini." "Aku tidak tahu apa yang sedang kamu rencanakan. Tapi, asal tahu saja, kamu tidak akan pernah bisa mengambil tempatku!!" seru Felix dengan penuh penekanan. Valerie tertawa renyah. "Apa yang kamu katakan tadi hm?? Mengambil tempatmu?? Apa aku tidak salah dengar?? Bukankah, itu malahan tempatku dan kamu yang sudah mengambilnya!!" "Sayang," panggil wanita, yang kini datang ke sisi Felix dan langsung menimbulkan raut wajah yang tidak enak dari Valerie. Felix mengangkat tangannya dan merangkul bahu wanita tersebut. Sementara Valerie langsung membuang muka. Felix yang sadar akan berbuah sikap dari Valerie itu pun, mulai mencoba-coba untuk memanasi. "Kamu sedang apa di sini??" tanya Leticia dengan tatapan curiga. Felix tersenyum menyeringai. "Tidak ada sayang. Hanya sedang melihat-lihat barang bekas." "Kamu tidak berniat memungutnya lagi kan??" "Untuk apa?? Itu sudah jelek. Sudah usang! Makanya aku buang!" cibir Felix tanpa ampun. Leticia tersenyum lebar. "Baguslah. Kalau begitu, ayo kita pergi dari sini. Kita makan di luar." "Baik sayang. Sekalian, aku juga ingin membelikan kamu banyak pakaian." Dua orang yang sudah membuat moodnya hancur lebur itupun pergi dari hadapan Valerie. Sudah berusaha untuk membangkitkan kembali rasa percaya diri, setelah diselingkuhi dan pasca perceraian yang ia jalani. Valerie malah mendapatkan pukulan telak lainnya. Dalam sekejap rasa percaya dirinya runtuh. Tubuhnya jadi lemas. Semangatnya menghilang entah kemana. Valerie berjalan perlahan-lahan ke arah lift sambil melamun. Namun, rangkulan tangan di bahu Valerie membuatnya tersentak dna juga menoleh. "Kenapa lambat sekali?? Liftnya keburu tertutup nanti!" cetus lelaki, yang kini membawa Valerie ke dalam lift dan itu adalah Cedric. Valerie berdiri di samping Cedric, yang baru saja selesai menekan lift untuk turun ke lantai dasar. Cedric, terlihat fokus melihat ponselnya. Tidak dengan Valerie, yang malah sibuk memandangi atasannya tersebut. "Pak??" panggil Valerie kemudian. Cedric pun menoleh kepada Valerie, dengan satu alis yang terangkat ke atas. "Ada apa?" tanya Cedric. "Bisa temani saya minum?? Saya ingin minum. Ingin sekali," ucap Valerie dengan tatapan mata yang sendu. Cedric menghela napas. Sudah ada janji dengan kawannya Mathias. Namun sepertinya, akan ia batalkan saja dulu untuk kali ini. "Baiklah. Ayo." Di sebuah apartemen mewah. Valerie duduk di lantai, sambil menekuk kedua lututnya. Di tangannya sudah ada gelas berukuran kecil, yang sempat kosong, namun diisi kembali oleh orang yang juga duduk di sisinya. Sudah meminta ditemani untuk minum. Tetapi malah dibawa ke apartemennya. Tapi memang, akan cukup bahaya juga, bila mereka pergi bersama dengan status yang sekarang. Bisa-bisa jadi buah bibir orang-orang di kantor. Dan menurut Cedric, hanya tempat ini yang aman. Untung saja, ia memang memiliki banyak stok minuman juga di sini. Valerie meneguk isi dalam gelas dan kembali meminta untuk yang kesekian kalinya. "Aku mau lagi. Tolong tuangkan lagi." Tidak ada yang menuangkan minuman untuknya, Valerie jadi memutar kepalanya ke samping dan hanya mendapati Cedric, yang sedang terpaku sambil menatap dirinya. "Sudah. Jangan minum lagi. Nanti mabuk," peringatan yang Cedric berikan. "Tidak akan. Ayolah! Aku ingin lagi!!" seru Valerie, yang agaknya sudah mulai mabuk. "Sudah hentikan. Terakhir kali, saat mabuk kamu seperti orang yang tidak waras. Bahkan sampai muntah di bajuku segala!" cetus Cedric yang benar-benar jengkel. Valerie meletakkan gelasnya. Ia mendekap lututnya yang masih menekuk dan merebahkan kepalanya, tepat di atasnya. "Aku cantik kan??" pertanyaan yang Cedric dengar entah untuk yang keberapa kalinya. Tapi hanya direspon dengan tertawaan saja. Orang mabuk. Memang suka sekali melantur. Valerie mengangkat kepalanya, saat tidak mendapatkan jawaban apa-apa. Ia menatap Cedric dengan serius dan berkata lagi. "Cium aku," pinta Valerie. Cedric berhenti tersenyum maupun tertawa, ia menatap mata merah nan sayu dan juga beraut wajah sendu. Cedric menghela napas dan menggelengkan kepalanya. "Kamu mabuk! Sana istirahat! Naik saja ke tempat tidur," perintah Cedric. Tapi tetap tidak dilakukan. "Aku ambil minum dulu!" cetus Cedric yang baru akan bangkit untuk mengambilkan Valerie air putih. Namun sudah lebih dulu dicegah, oleh Valerie yang malah mengalungkan kedua tangannya di leher Cedric. "Ayo cium. Aku tidak sekotor itu meskipun barang bekas," ucap Valerie dan sontak membuat Cedric mengerutkan keningnya. Masih dengan setengah sadar. Valerie menurunkan tangannya lagi. Karena minum lumayan banyak, ia sudah mulai melantur begini. Valerie terlihat murung sambil menatap kosong ke arah depan. Ingin minum lebih banyak lagi, agar bisa melupakan nasib sial di hidupnya sekarang. Suara hembusan napas kasar Valerie dengar, sebelum sepasang tangan menyentuh kedua pipinya dan memutar wajah Valerie ke arah pemilik tangan tersebut, yang sudah terlihat memejamkan mata dan memajukan wajah serta bibir, yang kali ini meraup bibir Valerie. Tautan bibir Cedric lepaskan, meskipun Valerie masih sangat asik melumatnya sendirian. "Sudahkan?? Sana naiklah ke tempat tidur. Tidur saja dulu, sampai efek minumannya hilang. Kamu suka menyusahkan saat mabuk!" "Gendong aku," pinta Valerie lagi, saat bibir Cedric masih basah saat berucap tadi. "Benarkan," gumam Cedric sambil mengangkat tubuh Valerie dan menggendongnya sampai ke atas ranjang. Tubuh Valerie diletakkan di atas ranjang, lalu ditinggalkan ke balkon, untuk merokok. Rokok dikeluarkan dan dibakar ujungnya lalu dihisap dalam-dalam. Kepulan asap dihembuskan dari mulut sambil Cedric berkali-kali menghela napas. Ponsel milik Cedric berdering nyaring. Namun hanya ia lihat saja, lalu abaikan dan bahkan ponselnya ia nonaktifkan. Belum habis satu batang rokok. Tiba-tiba saja, Cedric merasakan tubuhnya ditubruk dari arah belakang. Cedric pun cepat-cepat menoleh dan melihat wanita yang sudah ia letakkan di atas ranjang tadi, kini malah berada di dekatnya begini. "Astaga aku kira siapa tadi! Sudah sana pergi tidur!" perintah Cedric yang sudah mulai jengkel. Kenapa ia bisa lupa, kalau wanita ini akan jadi sangat menyebalkan saat mabuk. "Aku ingin ditemani. Temani aku ya??" Ingin rasanya Cedric menyeret wanita di dekatnya ini keluar. Tapi tidak benar-benar ia lakukan, karena takutnya malah akan menambah masalah baru saja nantinya. Cedric memadamkan ujung puntung rokok dengan menggoreskannya pada dasar asbak. Kemudian, ia cekal lengan Valerie dan membawanya kembali ke dalam dan ke atas ranjang. "Sudah, ayo tidur!" seru Cedric. "Apa tidak jadi ditemani?" tanya Valerie sudah duduk bersimpuh di atas ranjang. "Ck! Aku sudah di sini! Cepat tidur sana!" seru Cedric yang benar-benar jengkel. "Tidak naik ke atas sini," ucap Valerie dengan mata yang sayu dan kedua tangan yang tengah mengusap-usap kasur. Cedric menarik napas dalam-dalam dan mengembuskannya dengan kasar. Tapi kemudian ia akhirnya naik juga ke atas ranjang dan duduk di sisi Valerie. "Sudahkan?? Ayo, tunggu apalagi? Tidurlah!" cetus Cedric. Valerie berangsur mendekati Cedric dan merebahkan tubuhnya di sisi Cedric. Ia juga, malah melingkarkan tangannya di tubuh Cedric, seolah tanpa beban ataupun rasa tidak enakan. Sementara Cedric sendiri, hanya dapat menghela napas sambil memijat-mijat ruang diantara kedua matanya. Sudah terlewati beberapa puluh menit. Rasa-rasanya sudah ada yang mulai terlelap. Niatnya ingin pergi melarikan diri, dari wanita yang entah kenapa, kadang-kadang bersikap cukup gila ini. Akan tetapi, ujung-ujungnya Cedric malah diam saja, sambil sesekali melirik kepada Valerie. Hembusan napas panjang keluar dari mulut Cedric. Tidak kemana-mana sama sekali, sampai ia akhirnya ikut terlelap juga bersama Valerie. Esok harinya. Kelopak mata Cedric masih menutup rapat. Tapi hidungnya sudah bergerak-gerak, mengikuti aroma sesuatu yang terasa enak. Tiba-tiba saja kelopak matanya terbuka. Cedric bangkit dari tempat tidur dan langsung melirik ke samping, dimana kemarin seorang wanita terlelap sambil mendekap erat tubuhnya. Wanita tersebut sudah tidak lagi ada di tempat terakhir kalinya Cedric lihat kemarin. Cedric menyingkap selimut dari atas tubuhnya dan menurunkan kedua kakinya satu persatu, sebelum akhirnya ia beranjak dan berdiri dengan tegak. Aroma yang masih tercium membawa sepasang kaki Cedric untuk mendekati aroma tersebut. Cedric berjalan mengendap-endap dan melihat tubuh yang cukup tinggi semampai, yang hanya mengenakan kemeja putih kebesaran saja, sampai ke atas lutut, hingga kaki jenjang nan mulus itu terlihat. Tubuh itu berbalik dengan sebuah fry pan di tangan kirinya dan spatula di tangan kanannya. "Kamu sudah bangun, Bos??" tanya Valerie dengan sedikit formal. Setelah bangun dan ingat dengan kejadian kemarin, ia jadi malu sendiri. Bisa-bisanya, ia begitu manja kepada orang yang hanya sekedar atasannya di tempat kerja. "Em, ayo sarapan. Saya sudah siapkan, hanya tinggal ditaruh di piring." Cedric dengan muka bantalnya pergi ke kamar mandi, untuk membasuh wajah dan juga menggosok gigi terlebih dahulu. Setelahnya, ia datang kembali dan duduk pada kursi dengan makanan yang sudah tersaji di atas meja. Secangkir teh hangat pun kini datang dari tangan Valerie dan ia letakkan di sisi piring yang berisi telur mata sapi, di hadapan Cedric. "Sudah, Bos. Selamat menikmati," ucap Valerie sambil tersenyum kaku dan mulai memakan bagiannya duluan. Ia menggigit ujung garpu, sambil melirik kepada orang yang hanya bergeming sambil menatapnya saja. Cedric menghela napas pelan dan mengambil garpu, lalu melahap apa yang sudah Valerie buatkan untuknya. Secangkir teh hangat pun ikut Cedric seruput dan hembusan napas dari mulut Cedric lakukan setelahnya. Piring yang sudah kosong Valerie tarik dan bawa ke wastafel. Ia cuci sekalian piring bekas makannya juga. Sementara Cedric, memperhatikan dari belakang, wanita yang sedang sibuk sendiri itu. Dilihatnya jam pada dinding dan bangkit lah Cedric dari kursi, saat Valerie baru saja selesai mencuci bersih semua piring. Ia mendekati Valerie pelan-pelan dan lalu kemudian melingkarkan tangan kirinya di perut Valerie. Valerie agak melonjak kaget. Tapi mencoba untuk rileks, saat tahu bila bosnya sudah berada di belakang tubuhnya seperti saat ini. "Kenapa kamu suka sekali menggodaku??" pertanyaan yang Cedric layangkan dan sejenak membuat Valerie kebingungan. Rasa-rasanya, ia tidak melakukan apapun. Hanya memasak saja. Apa hal itu, masuk ke dalam kategori menggoda?? "Jangan terlalu sering menggunakan pakaian minim seperti ini, apalagi sampai digunakan di depan orang lain," ucap Cedric yang sepertinya mulai membuat Valerie sedikit mengerti, artian kata menggoda bagi Cedric. Tapi agak bingung juga, saat ia bilang jangan digunakan di depan orang lain. Belum sempat berpikir lebih, agaknya ada yang ingin meminta jatah di pagi hari, dari kecupan, yang Valerie rasakan di tengkuk lehernya. "Nanti kita terlambat ke kantor, Pak." ucap Valerie mengingatkan. "Tidak akan lama. Hanya sebentar saja," bisik Cedric sambil merengkuh tubuh Valerie dan membawanya ke atas ranjang. Setelah pagi yang cukup melelahkan. Valerie datang ke kantor. Sambil duduk dan mengerjakan pekerjaannya, ia memijat-mijat bahunya sendiri dan terperanjat, saat merasakan bahunya yang malah dipijat oleh tangan lain. Tadinya, ia pikir itu Cedric. Tapi masa iya, di tempat yang cukup ramai begini, dengan para staf yang bisa saja melihat kedekatan mereka. Valerie memutar kepalanya ke belakang dan malah menemukan Felix di belakang tubuhnya. Dengan kasar, Valerie menepis tangan Felix. Ia memberikan Felix tatapan muak dan selanjutnya, Felix yang tangan kirinya bertumpu pada meja dan tangan kanannya di sandaran kursi, yang sedang Valerie duduki itupun membungkukkan tubuhnya, lalu berbisik di dekat indra pendengaran Valerie. "Apa kamu sedang memainkan sebuah trik kotor??" bisik Felix. "Apa maksudmu!?" cetus Valerie. "Tidak usah berpura-pura bodoh. Aku tahu, kamu tahu pasti apa yang aku maksud. Mendekati atasan, agar bisa menghancurkan ku pelan-pelan bukan??" ucap Felix, yang menyadari bila ada hal yang tidak beres, setelah kejadian kemarin. "Jangan bicara sembarangan. Lagipula, aku bukan dirimu, yang memanfaatkan aku hanya demi kepentingan kamu sendiri." "Benarkah itu??" bisik Felix kembali sambil tersenyum puas. Valerie tidak menjawab. Ia hanya mengarahkan pandangannya, pada seseorang yang berdiri di belakang tubuh Felix, yang sedang menyilangkan kedua tangannya di depan dadanya. "Sepertinya bukan aku yang menghancurkan. Tapi dirimu sendiri," ucap Valerie sambil menatap Felix, lalu melirik ke belakang sambil mengangkat dagunya. Felix pun menoleh dengan cepat dan melihat Cedric, yang sudah berada di belakang tubuhnya, entah sejak kapan. "Apa yang sedang kamu lakukan di jam kerja seperti ini??" tanya Cedric dengan bengis. "Tidak ada, Pak," ucap Felix yang nyalinya langsung menciut. "Saya permisi, Pak," ucap Felix sambil melengos pergi dengan tubuh membungkuk, sementara Valerie terlihat menahan senyuman di bibirnya. "Tidak usah ditahan-tahan," ucap Cedric yang memutar bola matanya ke arah sekeliling, sambil berjalan pergi meninggalkan Valerie, yang kini tersenyum dengan lebar.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN