Kamu Lumayan Juga

1383 Kata
Di dalam sebuah kamar apartemen. Sepulangnya dari bekerja. "Aku ingin mandi dulu. Atau ingin sekalian mandi bersama??" tanya Cedric, yang malah membuat Valerie ngeri sendiri. Sebelum-sebelumnya, atasannya ini seolah tidak menginginkannya. Tapi sekarang, ia malah mengajaknya mandi bersama. Apa pandangan akan dirinya, sudah mulai berubah sekarang? "Nanti saja. Aku mau istirahat dulu. Menyiapkan stamina perlu bukan?" ucap Valerie dengan penuh percaya diri. Padahal aslinya, gugup setengah mati. "Ok baiklah. Istirahat saja dulu. Aku duluan." Cedric menghilang dari balik pintu kamar mandi. Ia menanggalkan kain penutup di tubuhnya satu persatu. Hingga habis tanpa sisa. Sudah polos. Cedric berdiri di bawah shower, yang kini ia putar perlahan kran airnya. Menyirami tubuh, hingga terbasuh sepenuhnya. Ia gosok setiap bagian tubuhnya menggunakan sabun dan membersihkan tanpa celah sedikitpun. Kemudian, ia basuh kembali hingga bersih. Sementara itu di dalam kamar. Valerie tengah duduk dan tertegun di tepian ranjang. Keputusan yang cukup berani, yang baru kali ini ia lakukan. Namun, siapa peduli. Yang terpenting, ia bisa membalas rasa sakit hatinya. Bisa memberikan ganjaran yang setimpal, bagi Felix, mantan suaminya yang brengsekk itu. Pintu kamar mandi pun terbuka. Valerie tersentak kaget dan menelan salivanya sendiri, saat melihat seorang lelaki yang keluar dari dalam kamar mandi. Seperti Dejavu. Pemandangan ini, sudah pernah ia lihat sebelumnya. Namun sekarang, akan ada adegan lainnya yang akan terjadi. Valerie menundukkan kepala, setelah tertangkap mata, sedang memandangi enam undakan di tubuh Cedric. Ia pun bergegas bangkit dan pergi ke kamar mandi. Membersihkan diri, untuk memberikan sebuah imbalan, yang akan diberikan untuk setiap bantuan, yang akan bos-nya berikan. Sudah melakukan hal yang sama dengan Cedric tadi. Valerie keluar dari dalam kamar mandi. Tubuhnya hanya berbalut selembar handuk putih saja dan ia pun, mendekati lelaki yang tengah duduk di tepi tempat tidur dan masih berbalut sebuah handuk putih saja di pinggangnya. Kini, mereka berdua telah saling berhadapan. Cedric terlihat menelan salivanya sendiri. Untuk ukuran seorang wanita, tidak dapat dipungkiri, bila Valerie cukup menggoda. Makanya, Cedric berpikiran untuk mencoba. Valerie naik ke atas tempat tidur dan bertumpu pada kedua lututnya. Ia berada persis di sisi Cedric, yang tidak melepaskan pandangannya sedikitpun dari Valerie. Valerie sendiri, kini mengalungkan kedua tangannya di leher Cedric, berusaha menampilkan sebuah senyuman. Cedric menyentuh lengan Valerie dan memberikan sebuah kecupan di sana. Ia memandangi Valerie, yang cukup membangkitkan selera ini. Dikecupnya leher polos dan jenjang milik Valerie, sampai keduanya memejamkan matanya. Selanjutnya, Cedric merengkuh tubuh Valerie dan membawa ia ke pangkuannya. Kecupan Cedric semakin naik, ia membelit lidah Valerie dengan lidahnya, saling berbagi saliva dalam waktu yang lumayan lama. Valerie mencoba mendominasii ia dorong tubuh Cedric ke atas tempat tidur dan ia segera mulai permainan panas, yang membuat Cedric menjadi ganas dan kemudian lemas. Setelah berpuluh-puluh menit berlalu, dua insan yang telah menyatu, terlihat mengatur napas mereka satu sama lain di atas tempat tidur. "Kamu lumayan juga," ucap Cedric yang merasa cukup terpuaskan. Valerie tersenyum masam. Rasanya seperti sedang berselingkuh. Tetapi ia kembali ingat, bila ia sudah tidak memiliki suami sekarang ini. Cedric keluar dari dalam selimut dan pergi ke kamar mandi, untuk membersihkan diri. Sementara Valerie masih tergeletak di atas ranjang, sambil mengatur napasnya yang terengah-engah. Selang beberapa puluh menit, Cedric yang telah selesai membersihkan diri itupun kembali. Ia mengeluarkan sebatang rokok, yang tergeletak di atas nakas sambil berkata, "Istirahat saja dulu, kalau memang masih lelah. Aku mau pergi merokok dulu," ucap Cedric sembari berjalan ke arah balkon dan menyalakan ujung rokok, saat sudah berada di pintu balkon dan menutup pintunya. Valerie menghela napas dan keluar dari dalam selimut. Ia pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diri dan kembali berpakaian lagi setelah. Ia sisir rambutnya yang panjang dan bergelombang, serta ulaskan lagi makeup di wajahnya, agar tidak pucat. Setelahnya, ia pun ikut menyusul ke balkon kamar dan berdiri di samping Cedric, sambil mengulurkan tangannya. "Boleh minta rokok," ucap Valerie dengan tangan terulur. Cedric memberikan rokok miliknya beserta dengan koreknya juga. Rokok diapit di bibir Valerie dan dinyalakan ujungnya dan dihisap, kemudian mengembuskan kepulan asap. "Aku pikir, kamu tidak merokok." "Yah, tadinya. Tapi, beberapa bulan ini, aku mencobanya sesekali. Rokok itu, cukup menenangkan juga. Pantas saja, banyak laki-laki menggemarinya." Cedric tersenyum. "Yah begitulah," ucapnya sambil menghisap kembali batang rokok di apitan jemari tangannya. "Jadi, apa yang kamu inginkan??" tanya Cedric, yang kini membicarakan masalah bantuan, yang Valerie minta darinya. "Manager pemasaran yang sekarang, Felix Bagaskara. Dia lelaki brengsekk, yang sudah memanfaatkan aku untuk kepentingannya semata. Aku ingin kamu memecatnya!" seru Valerie dengan bengis. Cedric menyunggingkan senyumnya dan berbalik arah, lalu menyandarkan punggungnya pada pagar pembatas balkon, sambil menatap Valerie. "Hanya seperti itu?? Apa tidak terlalu mudah?? Apa tidak ingin bermain-main dulu sedikit??" "Maksudnya??" tanya Valerie dengan dahi yang mengerut. "Kalau dipecat, rasanya itu terlalu mudah untuknya. Kenapa tidak kamu siksa saja dia pelan-pelan dan nikmati serta tonton rasa sakitnya," saran yang baru terpikirkan oleh Valerie dan rasanya boleh juga. "Caranya??" tanya Valerie. "Soal itu, biarkan aku yang urus. Kamu hanya tinggal duduk tenang dan lihatlah." Valerie tersenyum dengan lebar, setelah merasa mendapatkan angin segar. Tidak sia-sia, ia mendekati bosnya ini. Dengan begitu, rasa sakit hatinya bisa terbalaskan. "Ok. Aku tunggu. Aku sudah tidak sabar melihatnya." Esok harinya. Felix menghela napas panjang sambil membetulkan letak dasinya, di depan sebuah ruangan. Pintu ruangan diketuk dan orang yang berada di dalam pun menyuruhnya masuk. "Masuklah!" seru suara dari dalam ruangan. Pintu didorong dan Felix pun masuk ke dalam ruangan. Ia melirik ke arah meja, yang letaknya tidak jauh dari meja bosnya ini. Seorang wanita, yang ia berikan tatapan meremehkan serta senyuman mengejek. Felix maju ke depan dan berhenti di depan meja, dengan Cedric yang sedang menatapnya dengan tatapan serius. "Iya, Pak. Ada yang bisa saya bantu?" Cedric menyentuh sebuah berkas di atas meja kerjanya, lalu melemparnya ke depan meja yang berada di hadapan Felix. "Salah. Buat ulang dan lebih teliti lagi!" Felix mengerutkan keningnya dan mengambil berkas laporan di atas meja. Seingatnya, ia sudah membuat laporan dengan seteliti mungkin. Bahkan, sebelum diberikan, sudah ia cek ulang. "Tunggu apa lagi?? Cepatlah!! Saya tunggu hari ini juga!!" seru Cedric. Felix tersenyum kaku dan mengangguk. "Baik, Pak. Akan segera saya kerjakan." Felix berbalik dan pergi dari hadapan Cedric. Sementara Cedric sendiri, menumpu kedua siku tangannya di atas meja dan menautkan jemari kedua tangannya, sambil melirik menoleh kepada Valerie di sisi kirinya, lalu melontarkan senyuman yang angkuh. Valerie tersenyum masam dan geleng-geleng kepala. Ia lanjutkan kembali pekerjaannya. Tidak kemana-mana, hanya di dalam ruangan bersama Cedric saja, sambil menonton Felix, yang tengah bolak balik memberikan laporan. Bola mata Cedric tertuju beberapa detik, pada laporan yang sudah keempat kalinya Felix berikan. Felix sudah tersenyum dengan sangat lebar. Ia yakin, kali ini sudah benar dan tidak lagi ada kesalahan. Cedric mendongak pelan-pelan, ditatapnya Felix yang sedang tersenyum semringah. Namun, setelahnya senyuman itu pergi, saat kedua ujung jemari tangan Cedric, menyobek kertas menjadi dua bagian. "Perbaiki dengan benar!" cetus Cedric dengan tatapan mata yang tajam. Felix tersenyum masam dan mengambil berkas laporan yang dilemparkan ke hadapannya. Kemudian keluar dari dalam ruangan dengan langkah yang bengis. Cedric menoleh dan melihat Valerie yang tengah menundukkan kepalanya. Tadinya, dahinya itupun mengerut. Ia pikir, mungkin Valerie sedang bersedih atau kenapa. Namun, saat mengangkat kepalanya, senyuman Valerie terlihat lebar dan disertai tawaan yang puas. "Astaga, Bos. Kamu memang yang terbaik!!" ucap Valerie sambil mengangkat tangannya dengan cukup tinggi dan memberikan applause bagi Cedric yang ikut tersenyum juga. Valerie bangkit dari kursi yang tengah ia duduki dan datang ke sisi Cedric. Ia pun menyentuh bahunya dan memuji Cedric dengan begitu tinggi. "Hebat. Sangat sangat hebat. Bukan hanya memiliki karir yang cemerlang di usia muda. Bapak memang paling pintar dalam memberikan penyiksaan. Saya benar-benar salut dan juga takjub." "Apa kamu menikmatinya??" tanya Cedric sambil menyentuh tangan Valerie di bahunya dan mengecup tangannya tersebut. Valerie tersenyum dan mengangguk. "Sangat. Sangat sangat menikmati tontonan seru tadi. Rasanya, ingin tertawa dengan keras di depan wajah kesalnya itu," tutur Valerie. Cedric meletakkan tangannya yang lain di belakang tubuh Valerie dan mengusapnya. Tatapan matanya mengisyaratkan hal lain. Seperti tengah menginginkan sesuatu. "Bagaimana kalau bermain sebentar. Aku akan berikan pelajaran lain untuknya besok," pinta Cedric dengan hasrat yang terlihat mulai naik. "Ya sudah. Nanti sepulang bekerja," ucap Valerie mengiyakan, sembari bergeser dari sisi Cedric. Cedric bangkit dengan cepat dan merengkuh tubuh Valerie dari belakang. Ia lingkarkan satu tangan di perut Valerie dan tangan lainnya di leher Valerie. "Aku ingin sekarang. Di sini," ucap Cedric sambil mengendus tengkuk leher Valerie.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN