Hanya Dimanfaatkan
Seorang wanita yang sedang berada di atas tempat tidur, terlihat terburu-buru mengais-ngais pakaian yang sempat membalut tubuhnya dan berserakan di lantai.
Namun, cekalan pada tangannya, membuat ia berhenti dan menoleh kepada lelaki yang sedang tersenyum puas menatapnya itu.
"Kamu mau kemana?? Kenapa terburu-buru sekali hm?"
Kibasan rambut hitam panjang yang kusut, disertai dengan kilasan senyum masam dilontarkan oleh wanita itu.
"Aku pikir, aku harus segera pergi dari sini. Bagaimana kalau Valerie pulang dan memergoki kita di sini??"
Tawa yang terbahak-bahak terdengar sampai keluar kamar, hingga seseorang yang baru menyentuh gagang pintu kamar itupun, menghentikan gerakan tangannya. Kepalanya perlahan-lahan mendekati daun pintu dan menempelkan daun telinganya pada pintu tersebut.
"Dia tidak akan pulang malam ini. Dia bilang, dia ingin menginap di rumah orang tuanya. Jadi, kita bebas di sini."
Senyuman menyeringai muncul di bibir wanita itu, kemudian sebuah protes pun ia layangkan. "Kenapa kamu masih bersamanya?? Bukankah, kamu bilang, dia sudah tidak ada gunanya lagi?? Kamu sudah mendapatkan jabatannya kan??"
"Ya, memang benar. Aku juga sudah muak. Dia hanya membuang-buang waktuku saja. Sudah tidak bisa memberikanku keturunan, apalagi yang bagus darinya?? Aku mendekati dia juga, supaya dia melepaskan jabatannya itu. Sehingga aku bisa mendudukinya."
Sebuah tawa yang kecil terdengar dengan ia yang kembali berucap lagi. "Wanita yang bodoh. Dia pikir, aku mencintainya?? Sungguh lelucon yang menggelikan. Aku rasa, aku sudah tidak membutuhkannya lagi."
"Tidak butuh, tapi masih dipertahankan juga??" ucap Leticia sambil melipat kedua tangan di depan dadanya.
"Hey... Are u jealous, baby?? Huh?" Tangan kanan lelaki itu menyentuh dagu Leticia dan mengusap-usapnya.
"Bukan begitu. Aku hanya lelah main belakang begini!"
"Jadi, ingin bermain di depan hm??"
"Ck! Aku serius, Felix! Aku muak begini terus! Bermain petak umpet terus! Kamu tidak mengerti, karena kamu bukan perempuan!"
Felix menghela napas sambil menerawang ke atas langit-langit kamar. Sementara Leticia mengenakan lagi, kemeja putih ketatnya itu.
"Aku belum banyak belajar darinya. Aku masih harus banyak bertanya tentang seluk beluk pekerjaannya. Nantilah, setelah tidak ada lagi yang bisa aku ambil darinya. Aku akan segera membuangnya jauh-jauh!" ucap Felix sambil mengendus aroma rambut hitam panjang milik Leticia dari arah belakang.
Brakk!!
Pintu kamar terbuka. Felix menganga dan mengerjapkan matanya. Saat melihat wanita, yang sudah hampir satu tahun menjadi istrinya itu datang ke hadapannya.
Sepasang bola mata wanita tersebut memandang ke arah dua orang, yang sedang berada di dalam satu selimut yang sama. Menjijikkan. Jadi itulah sebabnya, ia didekati?? Hanya untuk diambil keuntungannya saja, lalu kemudian akan ditinggalkan? Lelaki brengsekk. Berani sekali ia mempermainkannya.
"Apa dia bisa memuaskan mu?? Aku bahkan tidak bisa merasakan miliknya, saat melakukan itu dengannya," ucap Valerie dengan dagu yang terangkat.
"A-apa??? Apa kamu bilang!!??" seru Felix tak terima. Ia jadi merasa harga dirinya sedang diinjak-injak.
"Selama ini, aku hanya berpura-pura puas saja. Sepertinya, kamu perlu meminum obat kuat, atau pergi ke tempat pijat."
"Jaga mulutmu Valerie!! Aku ini suami kamu!!" seru Felix dengan kedua bola mata yang membulat sempurna.
"Oh ya?? Mulai hari ini sudah tidak lagi."
Valerie mengeluarkan ponselnya dan memotret dua insan, yang masih terlihat berantakan di atas tempat tidur.
"Ini akan jadi bukti di pengadilan nanti. Supaya proses perceraian kita bisa dipercepat! Ya sudah ya? Have fun! Teruskan bersenang-senangnya!" cetus Valerie yang berbalik pergi.
"Dia benar-benar!" seru Felix saat Valerie meninggalkannya.
Di sebuah Bar.
Valerie duduk sambil menggenggam segelas minuman dan meneguknya. Kedua matanya sudah terlihat sayu. Ia mabuk, karena entah sudah berapa banyak minuman yang ia teguk.
"Dasar Felix brengsekk!!" seru Valerie, yang tidak bisa menguasai diri.
Valerie menghela napas panjang dan menoleh, saat merasakan seseorang duduk di sisinya. Seorang lelaki, yang cukup tampan serta gagah.
Tangan Valerie bertumpu pada meja, untuk menopang kepala, yang sedang ia condongkan ke samping, sambil memerhatikan laki-laki di sampingnya ini.
"Hey tampan," sapa Valerie, dengan senyuman manis, pada lelaki yang duduk di sebelahnya dan sedang memesan minuman.
Lelaki itu menoleh sekilas, kemudian tidak lagi mempedulikan seorang wanita mabuk itu.
"Kenapa kamu tidak mau menatapku?? Apa aku kurang menarik?? Tidak cantik??" cecar Valerie, pada lelaki yang baru dilihatnya ini. Diselingkuhi sampai sejauh ini, membuatnya krisis kepercayaan diri. Padahal, ia tahu, lelaki itulah yang b***t. Tapi kenapa, ia masih merasa kalah saing. Merasa bila, ia tidaklah secantik itu, sampai bisa membuatnya dikhianati.
Valerie turun dengan terhuyung dan meletakkan tangannya dengan sembarangan, pada bahunya lelaki yang mengernyit heran tersebut.
"Lihatlah aku. Apa aku sudah tidak cantik? Apa aku sudah tidak menarik lagi di mata kamu??"
Lelaki itu merasa risih. Ia melepaskan rangkulan tangan wanita mabuk ini dan pergi dari kursinya duduk.
Valerie tertegun. Sementara lelaki itu terlihat dirangkul oleh kawannya.
"Hey, kenapa? Kamu bahkan belum memesan minuman."
"Minum di sini tidak asyik. Aku bahkan diganggu wanita yang mabuk."
"Ya sudah. Kalau begitu, tunggulah di table. Biar aku yang memesan minuman untukmu!" cetus kawan dari lelaki itu, yang maju ke depan.
Mathias, teman dari lelaki tadi duduk di samping Valerie. Valerie menoleh sekilas dan nampak tidak memperdulikannya.
"Hey, sendirian saja??" sapa Mathias.
Valerie menoleh sekilas dan membuang muka, sambil meneguk minumannya kembali. Sudah tidak peduli dengan sekitar dan hanya menenggelamkan diri, pada rasa benci dan juga kesepian.
Mathias kembali ke table, sambil membawa minuman. Ia duduk di dekat lelaki yang sedang memperhatikan seseorang, yang kini malah mendekat ke arahnya dan duduk dengan sembarangan di sisinya.
Mathias mengernyit heran. Itu adalah wanita yang ia sapa tadi, yang tiba-tiba saja merangkul bahu kawannya, Cedric.
"Kenapa kamu menghindari ku?? Kamu bahkan belum menjawab pertanyaan ku tadi," ucap Valerie, yang kehilangan kewarasannya dan malah bergelayut manja di bahu lelaki, yang baru pertama kalinya ia lihat ini.
"Pergilah!! Jangan menggangguku!!" seru Cedric.
Valerie mencengkram kerah kemeja Cedric, lalu mengangguk ke depan.
"Hoekkk!"
Keesokan harinya.
Sinar mentari pagi, begitu menyilaukan mata. Valerie menghentikan pancaran sinar, yang cukup menyilaukan itu, dengan telapak tangannya yang ia letakkan di depan wajahnya.
Valerie bangun perlahan-lahan dan duduk sambil menyipitkan mata. Ia mengernyitkan dahinya, saat melihat tempat yang cukup asing ini. Ruang tidur yang cukup mewah. Bahkan, lebih mewah dari kamar miliknya.
Kepala yang masih terasa pusing dan berat Valerie pijat. Tetapi selanjutnya Valerie tiba-tiba saja membuka kelopak matanya lebar-lebar. Apalagi, saat melihat sosok pria, yang baru saja keluar dari dalam kamar mandi, dengan menggunakan selembar handuk putih saja di pinggangnya.