Dari Waktu ke Waktu

2117 Kata
Apakah definisi cinta? Yang ku tahu, cinta adalah kamu. Terkadang, kau ingin selalu mengejar mereka yang kau cintai. Kau terus berlari, lagi dan lagi. Ada beberapa yang akan menyadari usahamu, namun beberapa lagi semakin mempercepat langkah dan membuatmu tertinggal jauh di belakang. Pada akhirnya, kau hanya bisa menatapnya yang terus menjauh. Menahan perasaanmu dan memberikan senyum terbaikmu saat dia menoleh untuk melihat dirimu sekilas. Dari waktu ke waktu, cintamu yang tertinggal itu tak ‘kan bisa dibunuh, meski dia kembali melanjutkan langkah dan meninggalkanmu dalam penderitaan. “Aku nggak nyangka kalau kamu bisa masak, tapi aku malah takut kamu akan mengajari resep obat pencuci perut pada anakku,” Ucap Andrew yang tak ingin mengakui kebahagiaannya. Dirinya menatap Delia dengan tatapan mengejek, membuat wanita itu menatapnya kesal seraya berdecak kesal. Gadis kecil itu juga memberikan Andrew tatapan yang sama kesalnya. Andrew tertawa melihat keduanya. Tak mengerti mengapa kedua wanita itu bisa sangat kompak. “Kamu nggak begitu mengenalku yang sekarang, makanya kamu meremehkanku,” Delia melipat kedua tangannya di dadaaa dan menatap Andrew tajam, “Aku benar-benar sudah berubah. Delia yang dulu kamu kenal sudah lama mati. Aku bisa dikatakan telah menjadi istri idaman para lelaki di muka bumi ini,” Lanjut Delia dengan nada penuh percaya diri. Andrew mencoba menahan tawa, membuat Delia dan gadis kecil itu menatap Andrew garang. Beberapa detik kemudian, tawa pria itu pun pecah. Rasanya, begitu sulit untuk mempercayai apa yang Delia ucapkan. Wanita itu tak seperti wanita pada umunya. Bila wanita lain suka bersolek dan memasak, maka Delia memusuhi kedua kegiatan itu. Bila wanita lain suka berbelanja dan memakai pakaian lain, maka Delia yang ia kenal membenci kedua hal itu. Sekarang, Delia yang sama pula yang mengatakan bila dirinya pintar memasak. “Kamu mungkin bisa menipu orang lain, tapi nggak diriku, Dee. Kamu dan memasak itu nggak pernah bisa disatukan. Kamu bahkan membenci banyak hal yang membuatmu tampak seperti seorang wanita. Sudahlah … nggak perlu memaksakan diri untuk terlihat berubah,” Andrew menggeleng-gelengkan matanya, “Toh, aku menyukaimu apa adanya.” Perkataan pria itu semakin memancing amarah Delia. Wanita itu mendengkus kesal dan menggebrak meja. Dirinya menatap Andrew dengan tajam, tak menerima semua tuduhan Andrew padanya. Sementara itu, Andrew terkesiap sesaat dan kini keduanya saling berpandangan. Delia menarik napas panjang dan menghelanya perlahan, mencoba meredakan amarahnya, sebelum dirinya meledak di hadapan putri dari pria yang mengesalkan itu. Entah mengapa, Delia bisa jatuh cinta pada orang yang menyebalkan seperti Andrew. Pasti ada yang salah dengan otak ataupun hatinya. Bagaimana bisa dirinya menganggap orang seperti Andrew sebagai pria yang begitu mempesona dan menyukai semua hal dari diri pria itu, termasuk sikap menyebalkan Andrew yang sekarang pria itu tunjukkan. Ah … cinta memang tak ada logika. “Beberapa orang memang berubah, nggak seperti dirimu yang masih saja seperti anak-anak,” Delia mendengkus kesal, “Lebih baik aku nggak terus mengatakan hal yang nggak bisa kamu percayai. Oleh karena itu, nanti malam, aku akan membuatkan makan malam untuk kita,” Lanjut wanita itu seraya tersenyum penuh percaya diri. Ia dapat membayangkan wajah Andrew yang terlihat kalah dan terdiam bila menyantap masakannya nanti. Ia akan membuktikan pada Andrew, bila Delia yang sekarang bukan lagi wanita yang dulu pria itu kenal. Andrew mengangguk-angguk dan tersenyum meremehkan, membuat Delia menatap pria itu tajam. Sementara Andrew tergelak pelan dan menatap Delia dengan tatapan meneliti. “Baiklah, mari kita lihat keahlianmu nanti malam,” Andrew mengedipkan sebelah matanya pada Delia. Wajahnya tampak begitu tenang, tak seperti Delia yang terlihat berapi-api. “Tenang aja, Tante. Dee akan membantu Tante memasak nanti malam, agar papa nggak lagi mengejek Tante,” Gadis kecil itu tersenyum dan menggenggam tangan Delia. Entah mengapa, Delia merasa hatinya menghangat karena genggaman dan juga pembelaan gadis itu padanya. Gadis itu terlihat seperti malaikat yang sangat mempesona. Gadis itu kemudian mengarahkan pandangannya pada ayahnya dan menatap pria itu kesal, lalu dirinya mengulurkan lidah pada ayahnya, “Papa pasti akan sangat menyesal karena mengejek Tante. Kami berdua akan membuat makanan yang luar biasa, sampai papa nggak lagi bisa berkata-kata. Bukan begitu, Tante?” Lanjut gadis kecil itu seraya mengarahkan pandangannya pada Delia. Wanita itu tersenyum dan mengangguk yakin. Perkataan dan dukungan gadis kecil itu, membuat semangat Delia semakin membara. Hatinya bergejolak senang melihat perlakuan gadis itu padanya. “Ya, kita pasti akan membuat makanan yang sangat enak, hingga papamu kehabisan kata,” Keduanya saling bergenggaman tangan dan bertukar senyum. Andrew lagi-lagi tak bisa mencegah kebahagiaan yang menguasai sanubarinya saat melihat pemandangan menghangatkan hati itu. Keduanya secara serempak mengarahkan pandangan mereka pada Andrew, membuat pria itu segera menghilangkan senyum yang tadi sempat terukir di wajahnya. Pria itu memasang wajah serius, seolah menantikan bukti nyata atas perkataan Delia. “Aku sangat nggak sabar menanti masakanmu itu,” Andrew mengedipkan sebelah matanya pada Delia, sedang kedua perempuan itu menatapnya tajam. Andrew tertawa keras melihat sikap keduanya. Bukan hanya namanya saja yang mirip, akan tetapi keduanya sama-sama mengerikan. “Sekarang kita harus habiskan makanan kita, lalu kita bisa pergi berbelanja untuk membeli bahan untuk masakan kita nanti,” Delia melirik gadis kecil di sampingnya, gadis itu mengangguk antusias, “Selamat makan!” Lanjut Delia datar seraya menatap ke arah Andrew. Ketiganya, kembali melanjutkan acara sarapan yang sempat tertunda. Delia dan gadis kecil di sampingnya sibuk membicarakan tentang apa yang ingin mereka masak. Tentang kegitan berbelanja setelah makan nanti dan hal-hal yang akan menyukseskan rencana keduanya. Keduanya tampak begitu gembira dan tak mengajak Andrew dalam pembicaraan keduanya. Mereka sangat kompak dan juga antusias. Sementara Andrew hanya bisa menikmati pemandangan itu dalam diam. Sudah lama sekali, ia tak melihat putrinya begitu bersemangat. Apa lagi setelah hari ibu di sekolahnya. Putrinya pulang menangis dan bertanya pada Andrew; “Kenapa Mama harus pergi dan membuat Dee nggak punya ibu?” Andrew tahu, bila gadis kecil itu tak sadar bila perkataannya yang sederhana itu akan melukai hati Andrew. Pria itu hanya bisa mengukir senyum di wajahnya, meski kesedihan menguasai setiap relung hatinya. Pria itu tak menunjukkannya. Dirinya merasa gagal dan juga kalah karena apa yang dikatakan oleh gadis kecilnya. Saat itu, Andrew hanya bisa memeluk Delia, mengusap lembut punggungnya, lalu berbisik pelan; “Mama pergi karena dia sangat menyayangi Dee. Mama begitu mencintai Dee, hingga dia harus menerima panggilan Tuhan agar Dee bisa lahir ke dunia ini dan menikmati keindahan dunia. Dee bukannya nggak punya ibu, Mama akan selalu berada di sisi, Dee. Sesuatu yang terlihat bukan berarti nggak ada, Sayang.” Dari waktu ke waktu, semakin banyak hal menyakitkan yang ditemui Andrew. Hal-hal yang tak bisa dijawabnya seorang diri sebagai ayah. Akan tetapi, Andrew tak pernah menyerah. Dirinya sudah berjanji pada Christie bila dirinya akan membahagiakan kedua anak mereka, memberi keduanya begitu banyak cinta, dan melindungi mereka dengan segenap kekuatannya. Namun sayang, waktu telah menunjukkan padanya, jika semua itu tak cukup untuk membuat anak-anaknya benar-benar bahagia. Pada akhirnya, ia harus mengakui ketidak berdayaannya. Beberapa menit telah berlalu. Setelah menghabiskan sarapan, Delia kecil memberikan obat untuk Delia. Dengan senang hati Delia menerima dan meminum obat dari gadis kecil itu. Perhatian dan juga kasih sayang gadis kecil itu semakin membuat Delia jatuh cinta padanya. Delia tak menyangka, bila dirinya bisa sangat menyukai gadis kecil itu. Padahal, di awal pertemuan, Delia takut bila ia tak bisa akrab dengan anak dari sahabatnya. Siapa sangka, nama dan juga sikap yang hampir sama membuat keduanya mudah akrab. “Apakah Tante benar-benar sudah sembuh total?” Tanya gadis kecil yang kini berdiri di sisi Delia sembari menggenggam tangannya, “Kalau memang Tante belum kuat untuk banyak berjalan, biarkan Dee yang berbelanja dengan papa. Tante cukup menuliskan bahan-bahan apa saja yang mau dibeli agar kami bisa mendapatkan semua bahannya,” Lanjut gadis itu khawatir. Delia tersenyum, lalu berjongok di depan Delia kecil dan mensejajarkan tubuh mereka. Ia mengusap lembut wajah gadis kecil di hadapannya. “Tante baik-baik saja, Sayang,” Wanita itu mengusap puncak kepala Delia kecil, “Tante bisa pergi berbelanja denganmu. Lagipula, Tante nggak mau kalau papamu mengambil kesempatan di dalam kesempitan dengan memilihkan bahan masakan yang jelek untuk Tante agar Tante kalah darinya,” Delia melirik ke arah Andrew dan menatap pria itu tajam, sedang Andrew hanya bisa menarik napas panjang dan menghelanya perlahan. Kemudian Delia kembali mengarahkan pandangannya pada gadis kecil itu. “Kita berdua harus melakukan semua yang terbaik. Dari berbelanja dan memasak. Kita akan menang dan membuat papamu yang sombong itu nggak lagi bisa berkata-kata,” Delia tersenyum pada gadis di hadapannya. Gadis itu terlihat senang, semakin bersemangat, dan menganggukkan kepalanya dengan antusias. Keduanya saling bertukar senyum, lalu Delia kembali berdiri dan menggandeng tangan gadis kecil itu. Keduanya berjalan bersama. Andrew tak ingin membuat mereka terus-terusan bertengkar. Oleh karena itu, Andrew mengikuti langkah keduanya dari belakang. Lagi-lagi, ia tak mampu mencegah kebahagiaan yang menguasai sanubarinya. Dirinya berharap bila waktu bisa berhenti untuk sesaat. Ia ingin lebih lama lagi berada di dalam kebahagiaan yang sudah lama tak ia rasakan. Beberapa menit telah berlalu, mereka sudah tiba di sebuah pasar tradisional. Kedua perempuan itu bergandengan tangan dan mulai berbelanja dengan riang. Delia mengajarkan gadis kecil di sisinya cara memilih bahan yang bagus dan juga segar. Keduanya terlihat seperti pasangan ibu dan anak yang sedang melakukan kegiatan belanja bersama. Diam-diam, Andrew mengamati Delia. Ternyata, wanita itu memang telah banyak berubah, tak seperti dulu lagi. Delia benar-benar telah berubah seperti apa yang wanita itu katakan. Andrew tak pernah membayangkan jika wanita yang tak tahu apa pun tentang sayuran, maupun bahan yang segar, bisa tampak begitu lihai menjelaskan semua hal yang tak diketahuinya pada putrinya. Wanita yang dulu paling benci berbelanja bahan masakan itu, kini terlihat sangat menikmati kegiatan mereka itu. Delia sungguh telah banyak berubah. Mungkin, hanya Andrew yang tak banyak berubah. Nyatanya, dirinya masih sama seperti dulu. Seorang yang bodo0jh dan juga jahat. “Wah … senengnya adek ini punya mama yang benar-benar pintar memilih bahan-bahan masakan. Adek ini beruntung sekali karena bisa memiliki mama yang mengajarinya banyak hal sejak dini,” Puji seorang penjual sayuran yang merasa begitu senang melihat kedua perempuan di depannya tampak begitu antusias saat memilih sayuran. Ia pun tak kuasa mencegah dirinya menguping pembicaraan keduanya tentang bagaimana cara memilih wortel yang baik. Sangking gemas melihat pesona keduanya, dirinya pun tak tahan melontarkan pujian. Ketiga orang itu mendadak terdiam. Senyum dan tawa yang tadi sempat terlihat saat memilih sayuran sirna begitu saja. Andrew sendiri mendadak takut dan juga sedih, ia langsung menggenggam lengan anaknya dan meneliti wajah gadis kecil itu. Di luar dugaannya, wajah murung Delia kecil, kini telah berubah. Digantikan dengan senyuman indah. Senyum yang membuat Delia dan Andrew terpaku sesaat. Mereka berdua tahu, bila Delia kecil berusaha terlihat kuat. Keduanya tahu, bila Delia memiliki pemikiran dewasa di usianya yang masih muda. Mungkin semua itu karena kehilangan yang ia rasakan, membuat gadis itu berusaha tegar. “Ini pertama kalinya Dee berbelanja dengan mama dan Dee sangat senang,” Gadis itu mengarahkan pandangannya pada Delia yang terkesiap mendengarkan perkataan Delia kecil. Jantungnya berdegub kencang dan hatinya bergejolak riang. Matanya pun mulai berkaca-kaca, merasa terharu dan juga sedih dengan sikap Delia yang begitu tegar. Anak seusia Delia tak seharusnya bersikap tegar agar tak membuat para orang dewasa terluka. “Dee memang sangat beruntung. Bila sudah dewasa nanti, Dee mau jadi wanita seperti mama yang pintar memilih bahan masakan,” Gadis kecil itu mengarahkan pandangannya pada penjual sayuran yang menatap kagum gadis kecil yang tersenyum lebar itu. “Anda beruntung juga karena memiliki putri sepintar dan secantik adek ini,” Penjual sayur itu mengarahkan pandangannya pada Delia. Delia tersenyum dan mengangguk, lalu ia mengarahkan pandangan pada Delia kecil mengusap puncak kepala gadis kecil di sisinya. Keduanya saling bertukar senyum, lalu Delia kembali mengarahkan pandangannya pada Si penjual yang menatap keduanya dengan tatapan penuh kekaguman. “Ya, aku sangat beruntung karena memilikinya sebagai anakku,” Perkataan Delia membuat Andrew meneteskan air mata. Pria itu membuang wajahnya ke samping agar tak ada seorang pun yang tahu bila dirinya menangis menatap pemandangan yang menghangatkan hati itu. Ketiganya kembali melanjutkan langkah untuk membeli bahan lainnya. Tak ada satupun di antara mereka yang mau menjelaskan apa yang terjadi tadi. Tak ada juga yang mau membahasnya. Hanya ada kebahagiaan di wajah ketiganya. Terutama Delia kecil yang semakin mengeratkan genggaman tangannya pada tangan Delia. Ia tak mampu mencegah kebahagiaan yang menguasai sanubarinya, perasaan yang dulu selalu ia rindukan, namun entah mengapa tak bisa ia dapatkan dari siapa pun. Rasa bahagia memiliki seorang ibu yang bisa menjadi tempatmu berbagi. Kebahagiaan yang membuatnya menjadi seorang anak yang beruntung. Andrew menikmati kebersamaan mereka semua. Ia mengukir keindahan itu di dalam hatinya. Meski ia bahagia, otaknya terus-menerus memperingatkan dirinya agar tak terbuai dengan apa yang sekarang mereka nikmati. Delia benar-benar telah berubah. Hidupnya pun tak lagi sama. Yang paling menyakitkan adalah, ada seorang pria yang sudah menempati hati dan juga mewarnai hari-hari Delia. Andrew harus sadar diri. Semua itu bisa saja segera berakhir.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN