7 - Luka

1176 Kata
“Bu, ada Maminya Bu Meisya di depan katanya mau bawa Bella pergi,” kata Narti, pengasuh dari Bella melapor pada Zahra yang sedang memotong buah untuknya dan Bella. “Oh ya? Masih di depankan? Kamu nggak kasihkan?” tanya Zahra membuat wanita yang masih muda itu menggelengkan kepalanya. Zahra langsung saja mencuci tangannya dan bergegas ke depan. Bella sudah berada dalam gendongan Hanna yang terlihat mulai gelisah. “Hai Tante, apa kabar?” sapa Zahra ramah. Zahra bahkan hendak mencium tangan Hanna namun wanita itu menolak dengan bergerak mundur. “Kenapa kamu ada di sini? Ternyata benar ya kamu udah punya hubungan sama Arhan. Kamu berani tinggal di sini? Bahkan kamu sama Arhan belum menikah, atau jangan-jangan dulu saat ada Meisya kamu nginap di sini supaya bisa menggoda Arhankan?” tuduh Hanna lagi. Namun Zahra membalasnya dengan senyuman. “Aku emang nginap di sini Tante, tapi ini pertama kalinya,” jawab Zahra tenang. Hal itu benar adanya, walaupun sudah bersahabat dengan Meisya. Namun Zahra tak pernah menginap di rumah Meisya dan Arhan sekalipun. Bahkan ketika terlalu malam Zahra tetap memutuskan untuk pulang ke rumahnya. “Pembohong! Saya nggak percaya sama kamu, ngapain kamu ada di sini? Dimana Arhan?” tanya Hanna marah. “Mas Arhan lagi ada di Bandung Tante. Aku nginap karena Mas Arhan yang minta supaya Bella ada temannya di rumah, dari kemarin Mas Arhan udah pergi karena ada kerjaan. Jadi Mas Arhan nitipin Bella sama aku,” jawab Zahra masih dengan baik. “Alasan, kamu pasti bohong. Bella punya pengasuh, apa salahnya? Kenapa Arhan nggak minta saya atau Mamanya saja untuk menjaga Bella? Kenapa harus kamu? Kami lebih berhak karena kamu neneknya, kamu bukan siapa-siapanya Bella,” kata Hanna marah. “Nanti Tante boleh tanya itu langsung sama Mas Arhan, biar Mas Arhan aja yang jawab. Kata Narti, Tante mau bawa Bella pergikan? Udah bilang sama Mas Arhankan Tante? Bagaimanapun Mas Arhan Papanya Bella, jadi saya pikir nggak salah kalau Mas Arhan tahu. Coba Tante hubungi Mas Arhan apa boleh atau tidak,” saran Zahra. “Siapa kamu mencoba mengatur dan melarang saya? Saya berhak membawa Bella kemanapun saya mau karena saya ini neneknya Bella. Siapa kamu yang bisa melarang saya bawa Bella? Kamu harus tahu diri kamu itu bukan siapa-siapanya Bella, jangan coba-coba punya hak atas Bella. Jangan besar kepala kamu hanya karena Arhan mau nikahi kamu atau sekedar nitip Bella sama kamu. Kamu itu nggak lebih hanya sekedar pengasuh aja bagi Meisya dan Arhan. Kamu emang wanita jahat yang mendekati suami dari sahabat kamu,” hina Hanna lagi. Hati Zahra kembali terasa sakit, namun Zahra berusaha menahan dirinya agar tidak terpancing. “Terserah Tante Hanna mau bilang apa tentang aku. Tapi aku hanya mau menjalankan tugas aja Tante, kalau emang bawa Bella coba hubungi Mas Arhan. Aku nggak mau nanti Mas Arhan ngiranya aku lalai jaga Bella,” kata Zahra berusaha sopan. “Kamu jangan sok berkuasa, kamu nggak punya hak melarang saya,” teriak Hanna. Bella yang berada dalam gendongan Hanna menangis. “Tante lihat Bella nggak nyaman sama Tante, dia nangis. Tolong kasih Bella sama aku Tante, supaya Bella jangan nangis lagi,” kata Zahra berusaha mendekat. Namun Hanna menampar Zahra dan mendorong Zahra, sehingga kening Zahra mengenai meja dan berdarah. “Awww,” pekik Zahra kesakitan membuat Bella semakin keras menangis. Hanna sedikit terkejut melihat Zahra sampai jatuh dan keningnya berdarah. “Bu Zahra,” pekik Narti berniat menolong. “Kamu ambil Bella aja, Bella nangis tolong tenangkan,” kata Zahra menolak ditolong. Narti akhirnya mengambil Bella dan Hanna tidak menolak kali ini. Zahra bangkit sendiri dan menatap Hanna. “Dari tadi aku udah coba menahan diri Tante, tapi lain kali kalau Tante mau berurusan sama Bella silahkan tanya atau minta izinnya Mas Arhan dulu. Aku hanya menjalankan tugas saja, Mas Arhan lebih berhak atas Bella karena Mas Arhan Papanya Bella. Aku memang bukan siapa-siapanya Bella, tapi kalau aku emang harus memakaikan hak bagaimana kalau aku bilang calon istrinya Mas Arhan? Itukan yang Tante mau? Hak itukan yang Tanten minta? Dari tadi aku nggak mau pakai hak atau alasan itu, tapi Tante yang paksa aku pakai alasan itu dan bersikap seperti sekarang. Tante bisa lihat bagaimana Bella nggak nyaman sama Tante, jangan dipaksa kalau emang nggak mau. Lebih baik Tante pulang aja sekarang, kalau mau ketemu Bella lagi Tante bisa hubungi Mas Arhan. Datanglah saat Mas Arhan ada di rumah itu jauh lebih baik,” tegas Zahra dengan berani. Hanna terkejut dengan keberanian Zahra. “Berani kamu ya sama saya,” tantang Hanna sambil maju mendekati Zahra. Sedangkan Zahra berdiri tegak menatap Hanna. Wanita itu berusaha tegar, Hanna mendorong bahu Zahra kasar. Hampir saja kembali jatuh kalau Zahra tak memegang sofa, Hanna segera pergi dari sana. Setelah Hanna pergi, Zahra duduk di sofa dan menangis sambil menyembunyikan wajahnya ditelapak tangannya. Mbok Ayumi datang kaena sudah mendengar dari belakang. “Non, sudah jangan menangis lagi. Saya obati ya,” kata Mbok Ayumi yang sudah membawa kotak obat. “Lain kali kalau Tante Hanna datang kamu bisa tanya apa sudah izin sama Mas Arhan apa belum, jangan dibiarkan seperti itu,” kata Zahra marah pada Narti. “Saya minta maaf Bu, saya hanya takut. Ibu tahu sendiri bagaimana sikap Ibu Hanna tadi. Saya minta maaf Bu, karena saya Ibu terluka,” kata Narti merasa bersalah. Bella masih saja menangis digendongan Narti. “Sini Bella sama saya,” kata Zahra. “Tunggu di obati dulu keningnya, berdarah,” kata Mbok Ayumi. Zahra menyeka keningnya benar saja berdarah, bahkan rasa sakitnya tak lagi terasa. Saat diberikan alkohol barulah Zahra merasakan sakit dan meringis. “Apa saya salah ya? Sikap saya terlalu berlebihan?” tanya Zahra pada Narti dan Ayumi. “Non Zahra harus semangat ya, saya kenal betul Non Zahra seperti apa. Non Meisya juga suka cerita tentang Non Zahra ke kita. Non Zahra itu baik, kita yakin kalau Non Zahra nggak ada niat jahat atau seperti yang dikatakan Nyonya Hanna. Kita tahu kalau Non Zahra itu tulus sama Bella, harus semangat ya demi Bella,” kata Mbok Ayumi. Zahra kembali menangis ketika dikatakan seperti itu. Zahra senang setidaknya masih ada yang percaya padanya. “Saya tahu Bu Zahra sayang sama Bella, pasti Ibu Meisya beruntung banget punya sahabat kayak Bu Zahra. Kita senang kalau Bu Zahra jadi istrinya Pak Arhan dan Bundanya Bella,” kata Narti lagi mencoba menghibur dan Zahra kembali menangis. “Makasih ya kalian udah percaya sama saya,” ucap Zahra tulus. “Tolong jangan bilang sama Mas Arhan tentang ini, saya nggak mau Mas Arhan marah. Saya nggak mau Tante Hanna menuduh saya mengadu atau apapun itu, saya capek dituduh yang tidak baik seperti itu,” kata Zahra dengan mengusap air matanya. “Iya Non,” jawab Mbok Ayumi. Setelah keningnya di obati, Zahra mengambil Bella dalam gendongan Narti. “Biar Bella sama saya saja, kita main di kamar dan akan menidurkan Bella,” kata Zahra. “Baik Bu,” kata Narti. Zahra mencium pipi Bella dengan gemas, Bella sudah mulai reda menangisnya sejak digendong Zahra. “Kasihan ya mbok,” kata Narti pada Mbok Ayumi.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN