“Hallo, ini siapa?” tanya Zahra bingung.
“Maaf Mbak, ini saya kurir mau mengantar barang. Benar atas nama Mbak Elzahra Winata?” tanya sipenelepon.
“Benar itu saya, barang dari siapa ya Mas?” tanya Zahra.
“Dari Arhan Narendra,” jawab kurir tersebut membuat Zahra akhirnya paham.
“Baik, tunggu sebentar saya ke depan,” kata Zahra.
Wanita itu memilih keluar dari ruangannya dan berjalan ke depan, saat ini Zahra berada di kampus. Masih ada satu mata kuliah lagi yang harus dimasukinya siang ini, maka itu Zahra tak bisa langsung pulang. Baru saja Zahra selesai mengajar dan ingin memesan makan siang namun sudah ada yang menghubunginya.
Zahra menerima barang tersebut ternyata makanan dan sebuah bunga yang cukup besar. Zahra cukup terkejut dengan barang yang diterimanya. Zahra mencoba menghubungi Arhan namun pria itu tak menjawabnya. Bunga tersebut langsung saja disusunnya di atas meja kerjanya lalu memotret bunga dan makanan tersebut untuk dikirimnya pada Arhan.
Mas Arhan Narendra
Bunga dan makanan dari kamukan Mas? Kenapa nggak bilang, tumben banget kirim beginian. Makasih ya.
Pesan tersebut langsung saja terkirim, namun Arhan tak langsung membalas seperti biasanya. Zahra tak mau ambil pusing, namun tetap menikmati makanan tersebut. Zahra suka dengan makanan yang dikirim oleh Arhan untuknya. Bahkan Zahra menghabiskannya dengan cukup cepat dari biasanya.
Setelah selesai mengajar Zahra langsung saja pulang menggunakan mobilnya. Bunganya ditinggal untuk menghiasi mejanya, sesampainya di rumah Zahra menghubungi Narti untuk bertanya tentang Bella. Cukup lama Zahra melakukan panggilan video bersama Bella melihat gadis mungil itu bermain dan berceloteh. Setelah itu Zahra mandi dan begitu selesai langsung turun ke bawah dan menemukan Aska.
“Dari tadi kayaknya Papa sama Bunda nggak ada di rumah. Kamu tahu mereka pergi ke mana?” tanya Zahra pada adiknya itu.
“Enggak,” jawab Aska cuek. Lalu Zahra menuju dapur untuk mencari makanan, saat mencari makanan Zahra mendengar suara Vania. Membuat Zahra langsung saja ke depan.
“Bunda habis dari mana?” tanya Zahra begitu tiba dihadapan Vania.
“Habis jalan sama Papa kamu, kenapa?” tanya Vania.
“Tumben nggak pamer di grup keluarga, biasanya langsung post foto untuk kasih tahu kita. Makanya aku bingung,” kata Zahra. Adrian menatap putrinya sejenak sehingga pandangan keduanya bertemu. Namun Adrian langsung saja melewati Zahra dan Vania membuat Zahra berdecak kesal.
“Papa apa-apaan sih, masih marah?” tanya Zahra pada Vania membuat wanita itu tertawa.
“Sayang ayo mandi!” teriak Adrian membuat Vania langsung saja memberikan tatapan tajam pada Adrian yang sedang menunggunya di tangga. Setelah itu Adrian tertawa dan menggaruk kepalanya yang tak gatal. “Aku tunggu ya,” kata Adrian pelan namun Vania masih tahu perkataan suaminya itu.
“Kamu buatin kita makan malam dong, Bunda kangen masakan kamu,” kata Vania pada putri sulungnya itu.
“Mau dimasakin apa?” tanya Zahra.
“Apa aja yang kamu masak akan kita makan. Bunda minta tolong ya?” Zahra menganggukkan kepalanya. “Yaudah Bunda mau susul Papa kamu dulu, nanti yang ada Papa kamu ngambek susah melebihi anak kecil,” curhat Vania membuat Zahra tertawa.
“Tapi Papa selalu aja luluh sama Bunda, aku tahu kelemahannya Papa itu ada di Bunda,” kata Zahra membuat Vania tertawa.
“Papa kamukan cinta sama Bunda, nanti kamu juga akan merasakan hal yang sama kalau Arhan juga udah jatuh cinta sama kamu,” goda Vania sambil mengedipkan matanya.
Vania langsung saja meninggalkan putrinya yang masih terdiam itu untuk menyusul suaminya. Cukup lama Zahra terdiam sampai akhirnya berjalan ke dapur untuk menyiapkan makan malam untuk mereka. Saat sibuk menyiapkan bahan-bahan yang akan digunakannya handphonenya berdering dan ternyata Arhan yang menghubunginya. Zahra mengaktifkan pengeras suaranya supaya tetap bisa melakukan aktivitasnya yang ingin memasak itu.
“Hai, maaf ya baru hubungi kamu. Tadi lagi ada kerjaan baru bisa pegang handphone, kamu suka sama kiriman yang aku kasih?” tanya Arhan begitu Zahra mengangkat panggilannya.
“Suka, udah aku makan sampai habis. Kamu kenapa nggak bilang mau kirim barang Mas? Tumben banget kamu kirim begituan,” kata Zahra membuat Arhan tertawa.
“Iya emang sengaja mau kasih kejutan aja, syukurlah kalau kamu suka. Aku takut banget tadi kalau kamu nggak akan suka. Bunganya kamu juga suka?” tanya Arhan lagi.
“Iya suka,” jawab Zahra singkat.
“Tadi kamu pulang jam berapa?” tanya Arhan lagi mencoba mencari topik pembicaraan mereka.
“Jam empat kayaknya sampai rumah,” jawab Zahra singkat.
“Kamu lagi sibuk ya? Kayaknya kamu lagi nggak niat untuk ngobrol sama aku,” kata Arhan membuat Zahra sadar dengan apa yang dilakukannya. Disaat Zahra sedang fokus ia akan lupa segalanya.
“Aku lagi mau masak buat makan malam disuruh Bunda,” kata Zahra memberitahu.
“Oh ya? Kamu bisa masak? Jadi nggak sabar mau cobain masakan kamu juga, aku jadi nggak sabar buat nikah sama kamu supaya bisa makan makanan kamu setiap hari. Pasti masakan kamu enak sampai Bunda kamu aja percaya sama kamu,” kata Arhan membuat Zahra terdiam. “Zahra, kamu masih di sana?” tanya Arhan ketika tak mendengar suara Zahra.
“Mas, kamu kenapa kasih aku bunga sama makanan?” tanya Zahra membuat Arhan terdiam sejenak.
“Karena aku emang mau kasih kamu aja, emang salah kalau aku kasih kamu kejutan kecil seperti itu? Kamu harus terbiasa, karena nanti kamu akan menerima banyak kejutan lagi dari aku setelah kita menikah,” jawab Arhan. “Kenapa? Kamu nggak suka ya?” tanya Arhan membuat Zahra terdiam sejenak.
“Kamu kenapa mau coba masakanku? Kalau emang hanya sekedar mau coba makanan aku harus sampai dinikahi?” tanya Zahra membuat Arhan terkejut.
“Kamu tersinggung sama perkataan aku tadi? Maaf ya kalau buat kamu tersinggung, maksud aku bukan seperti itu. Kalau kita udah nikah akukan bisa dimasakin terus sama kamu karena kamu istriku. Aku juga mau dimasakin sama istriku sendiri, bawa bekal yang hasil masakan istrinya. Emang salah ya kalau aku mau itu dari kamu? Maaf ya kalau kamu nggak nyaman, mungkin akan jadi beban buat kamu karena harus masakin aku ya? Maaf,” kata Arhan pelan. Zahra menghela napasnya panjang.
“Mas, jangan terlalu berusaha,” tegas Zahra membuat Arhan mengernyitkan keningnya bingung.
“Maksudnya apa?” tanya Arhan.
“Kalau kamu melakukan itu semua dan mengatakan itu hanya untuk supaya aku mau menikah sama kamu lebih baik berhenti Mas. Aku akan tetap nikah sama kamu karena permintaan Meisya dan juga Bella. Kamu nggak perlu melakukan sejauh itu untuk mencoba ambil hati aku, sejauh ini aku nggak akan berubah pikiran. Aku udah janji sama Meisya, aku nggak mau nantinya salah paham sama semua yang coba kamu lakukan itu. Tidak perlu terlalu berusaha untuk mencoba melakukan semuanya, aku tahu kamu nggak benar-benar sungguh melakukannya untukkukan Mas?” tanya Zahra membuat Arhan terdiam.
Cukup lama terdiam akhirnya Zahra mematikan sambungan tersebut dan menghela napasnya panjang. Arhan juga tak menjawabnya lagi. Namun tak lama setelah sambungan tersebut berakhir Arhan mengirimkan pesan pada Zahra.
Mas Arhan Narendra
Maaf kalau apa yang aku lakukan buat kamu nggak nyaman. Aku hanya sedang berusaha untuk kebaikan hubungan kita ke depannya.
Aku mau belajar untuk terbiasa dalam hubungan ini dan melibatkan kamu di dalamnya. Bagaimanapun aku akan hidup sama kamu sampai kita tua nanti, jadi aku mau membuka hati.
Tolong jangan tolak usahaku untuk hubungan kita, aku akan terus berusaha sampai kamu akhirnya yakin juga sama aku. Terima kasih Zahra untuk semuanya, sampai bertemu kembali.
Setelah membaca pesan tersebut Zahra kembali menghela napasnya kasar. Entah sudah berapa kali Zahra menghela napasnya dari tadi hanya karena seorang Arhan Narendra. Zahra hanya membacanya tak berniat menjawab sama sekali. Sedangkan Arhan hanya bisa menatap nanar handphonenya ketika Zahra hanya membacanya saja.
Arhan melihat fotonya bersama sang istri yang berada di dinding kamar. Cukup lama Arhan menatap foto pernikahannya dengan Meisya yang sibuk dengan pikirannya sendiri. Arhan tersadar ketika pintu kamarnya diketuk dan ternyata Narti yang memanggilnya.
“Kenapa?” tanya Arhan ketika pintu kamarnya terbuka.
“Bella bilang mau main sama Tuan,” kata Narti membuat Arhan tersenyum.
“Ya sudah kamu istirahat saja, Bella biar tidur sama saya malam ini,” kata Arhan sambil menggendong Bella membuat bayi dua tahun itu kesenangan. Arhan mencium puncak kepala Bella bertubi-tubi sambil menutup pintu kamarnya. “Papa kangen banget sama Mama kamu sayang, Papa nggak tahu apa Papa benar-benar bisa terima orang lain untuk menggantikan Mamamu. Kamu bahkan sangat mirip dengan Mamamu,” kata Arhan sambil mengusap pipi Bella. Mata pria itu sudah berkaca-kaca, tiap malam Arhan selalu saja memikirkan Meisya.
“Papa, boneka,” racau Bella membuat Arhan tersenyum.
“Ayo, kamu mau main apa?” tanya Arhan semangat. Bella merupakan sumber penyemangat untuk Arhan, jika tak ada Bella mungkin Arhan juga sudah terpuruk dan larut dalam kesedihan saat ini.