11 - Syarat Restu

1445 Kata
Selama dua hari ini Arhan terus saja mengirimkan Zahra makanan ke kampusnya, bahkan Arhan juga memakai Bella untuk melakukan panggilan video dengan Zahra. Semua hal itu dilakukan Arhan untuk memenanangkan hati Zahra. Selama itu juga Zahra akhirnya berpikir tentang rencana pernikahan mereka. Setelah selesai mandi Zahra turun ke bawah untuk menemui kedua orangtuanya. Zahra juga baru saja selesai melakukan panggilan video dengan Bella. “Pa, Bun, aku mau bicara,” kata Zahra sambil duduk di sofa yang berhadapan dengan keduanya. Vania dan Adrian sedang menonton itu saling pandang dan mematikan televisi tersebut. “Kamu mau bicara apa?” tanya Vania lembut. Zahra menatap Adrian sejenak lalu menghela napasnya panjang. “Aku tahu Papa keras sama aku dan ngediamin aku belakangan ini karena keputusan aku yang udah terlanjur janji sama Meisya buat Papa kesal, ta—“ “Tidak,” potong Adrian dengan cepat. “Bukan karena itu,” koreksi Adrian. “Jadi karena apa?” tanya Zahra lembut, namun Adrian tak menjawab membuat Zahra kembali menghela napasnya panjang. “Papa kesal sama mereka semua yang menuduhku tidak baik, menghinaku dan menjelekkanku. Aku tahu Papa nggak terima aku diperlakukan seperti itu, tapi posisi aku juga sulit saat ini Pa,” kata Zahra sambil menatap Adrian cukup lama. “Lalu kamu mau apa sekarang?” tanya Adrian akhirnya. “Aku mau menikah sama Mas Arhan, aku sudah cukup berpikir belakangan ini. Bunda pasti udah kasih tahu Papa apa yang sudah kami bahas sebelumnya, Bunda minta aku untuk memikirkan semuanya termasuk konsekuensi yang akan aku terima. Sebisa mungkin aku sudah memikirkan semuanya dan aku siap dengan apapun yang terjadi ke depannya. Dari awal aku tahu bahwa ini nggak akan mudah, aku hanyalah orang asing yang berusaha masuk di sebuah keluarga yang sudah terbangun. Tapi aku pikir aku bisa melakukannya sama seperti Bunda yang berhasil masuk dalam keluarga kita,” kata Zahra dengan tegas. “Permasalahan kamu sama Bunda itu beda sayang, kamu tidak bisa menyamakannya. Kamu juga tidak bisa hanya melihat Bunda sebagai role model kamu. Banyak diluar sana yang seperti itu tapi gagal, mungkin kamu bisa bilang seperti itu karena yang kamu lihat berhasil. Lalu bagaimana dengan yang gagal? Apa kamu tidak pertimbangkan itu?” tanya Vania membuat Zahra akhirnya terdiam. Cukup lama mereka terdiam sampai akhirnya Adrian bertanya. “Apa yang buat kamu yakin untuk menikah dengan Arhan?” tanya Adrian denga tegas sambil menatap mata Zahra tepat dimanik mata putrinya itu. “Aku juga nggak tahu Pa, jujur saat ini aku hanya mencoba menepati janjiku pada Meisya dan ingin menyelamatkan Bella saja. Aku sayang sama Bella, aku nggak mau dia tumbuh tanpa ada Ibu di sampingnya sama seperti yang kulakukan dulu sejak Mama pergi. Sejak Bunda datang kehidupanku berbeda, maka itu sebelum Bella merasakan apa yang kurasakan dulu aku ingin menyelamatkan Bella. Kalau seandainya aku pakai alasan ini untuk menikah dengan Mas Arhan apa Papa bisa terima?” tanya Zahra dengan hati-hati. “Apa alasan itu bisa membuatmu akan bertahan nantinya apapun yang akan terjadi padamu? Pernikahan bukanlah suatu permainan, kamu tidak akan bisa pisah dengan Arhan. Apa kamu sadar dengan itu? Kamu tidak akan pernah berpikir jika gagal akan berpisah dengan Arhan bukan?” tanya Adrian dengan cepat. “Aku tidak pernah berpikir seperti itu sedikitpun, apapun yang terjadi aku akan menerima resikonya,” tegas Zahra. “Mungkin Bella cukup menjadikanku alasan untuk bertahan,” kata Zahra yang terdengar tidak yakin sehingga membuat Adrian tersenyum. “Jika kamu bisa menjanjikan tidak adanya perceraian di antara kalian Papa akan pertimbangkan pernikahan kalian,” kata Adrian membuat Zahra terkejut. “Papa serius?” tanya Zahra bersemangat. “Apa kamu bisa melakukan hal itu?” tanya Adrian membuat Zahra terdiam. “Kalau kamu tak bisa melakukan hal itu maka tidak akan ada pernikahan. Papa membenci perceraian, di saat Bundamu ingin berpisah Papa juga menentang hal itu sejauh apapun masalahnya perpisahan bukanlah solusi,” kata Adrian menasehati. “Apa kamu nggak percaya sama Arhan? Apakah Arhan tak bisa membuatmu yakin dengan hubungan kalian?” tanya Adrian lagi. “Aku mengenal Mas Arhan hanya sekedar, aku banyak tahu tentangnya hanya karena Meisya. Aku nggak pernah sedikitpun melihat Mas Arhan sebagai pria, aku menghargai Mas Arhan karena Meisya. Hanya saja melihat bagaimana Mas Arhan bersikap pada Meisya dan mendengar bagaimana Mas Arhan selama ini pada Meisya aku tahu kalau Mas Arhan orang yang baik. Aku yakin Mas Arhan tidak akan menyakitiku seperti kekerasan dalam rumah tangga, untuk yang lainnya aku tidak tahu. Apa mungkin Mas Arhan melihat wanita lain nantinya?” tanya Zahra tak yakin. “Sebelum hal itu terjadi kamu harus buat Arhan jatuh cinta sama kamu,” jawab Vania cepat. “Apa itu tak jahat?” tanya Zahra dengan perasaan bersalahnya. “Kenapa jahat?” tanya Vania. “Aku nggak mau menggantikan Meisya dihati Mas Arhan. Aku takut Meisya akan kecewa nantinya Bun. Bagaimanapun Meisya sahabat akukan?” tanya Zahra dengan sedih. “Bukannya Meisya yang minta kamu untuk menikah sama Arhan? Itu berarti dari awal Meisya harus siap menerima kenyataan jika suatu saat nanti suaminya mencintai wanita lain. Bunda nggak bilang kamu akan menggantikan Meisya, sampai kapanpun Meisya tidak akan terganti untuk Arhan dan Bella. Meisya pasti mempunyai tempat tersendiri di hati mereka, jadilah dirimu sendiri Zahra bukan seperti Meisya. Sama kayak yang Bunda lakukan, Mama Rianty pasti punya tempat tersendiri untuk kamu dan Papa kamu. Bunda nggak bisa pungkiri itu, begitu juga dengan kamu. Tapi hidup terus berlanjut dan kita harus memikirkan apa yang sedang kita jalani di sini, semua orang perlu melanjutkan hidupnya. Sekarang Bunda tanya, apa kamu mau membuka hati kamu untuk Arhan? Apa kamu mau buat Arhan jatuh cinta sama kamu?” tanya Vania membuat Zahra bungkam. “Kalau kamu siap Bunda akan setuju dengan pernikahan kalian, harus dari dalam diri kamu dulu. Jadi gimana kamu bisa melakukan itu?” tanya Vania. Zahra menatap Vania dan Adrian secara bergantian. “Menurut Bunda aku bisa?” tanya Zahra. “Tergantung kemauan kamu bagaimana, kalau kamu mau pasti bisa. Kamu lupa gimana kerasnya kamu kayak Papamu ini?” ejek Vania sambil menoleh pada suaminya. “Kamu lupa gimana berjuangnya kamu sampai bisa jadi dosen? Gimana kamu yang suka kabur-kaburan dari rumah hanya karena mau berjuang sama keinginan kamu yang selalu ditentang sama Papa kamu? Kalau kamu bisa seperti itu juga nantinya untuk buat Arhan jatuh cinta, Bunda yakin kamu bisa,” tegas Vania membuat Zahra tersenyum. “Yaudah kalau kayak gitu aku akan berusaha buat Mas Arhan jatuh cinta sama aku. Tidak akan ada perceraian juga di antara kita, aku janji sama Papa,” tegas Zahra sambil tersenyum senang. “Jadi gimana Papa merestui hubunganku dengan Mas Arhankan? Papa akan menikahkankukan?” tanya Zahra dengan semangat. “Bagaimana kalau Arhan tidak jatuh cinta sama kamu dan jatuh cinta dengan orang lain?” tanya Adrian membut senyum Zahra luntur. Namun dengan seketika Zahra kembali tersenyum. “Papa tahu lagunya Dewa 19 yang judulnya Risalah Hati nggak?” tanya Zahra membuat Vania tertawa. Sedangkan Adrian menggelengkan kepalanya. “Papa terlalu kuno,” ejek Zahra membuat tawa Vania semakin keras. “Kamu tahu?” tanya Adrian pada istrinya dan Vania menganggukkan kepalanya. “Nanti Bunda tolong kasih tahu lagunya sama Papa ya,” pinta Zahra. “Jadi intinya aku akan buat Mas Arhan jatuh cinta dan aku nggak akan menyerah untuk itu. Papa bisa ikhlasin aku sama Mas Arhankan? Papa percaya sama Mas Arhankan? Aku bisa bilang sama Mas Arhan untuk bicara sama Papa kalau emang Papa mau,” kata Zahra mencoba membujuk. “Jika dia menyakitimu maka dia akan menerima akibatnya dan kamu tidak boleh membelanya, apa kamu bisa?” tanya Adrian dan Zahra menganggukkan kepalanya. “Baik, Papa akan menikahkanmu dengannya. Suruh dia beserta dengan keluarganya datang untuk melemarmu secara resmi, Papa tahu keluarganya masih belum bisa menerimamu. Tapi setidaknya tolong hargai, jika Arhan bisa melakukannya Papa tak akan berpikir panjang,” ucap Adrian dengan tegas sambil bangkit berdiri. “Papa seriuskan mau menikahkan kita?” tanya Zahra memastikan sambil ikut berdiri. “Iya,” jawab Adrian cepat. Pria itu hendak pergi namun Zahra menahannya dan memeluk Adrian dengan erat. Hal itu yang sangat jarang dilakukan keduanya. Mereka terlalu gengsi untuk melakukan itu karena mereka terlihat sangat mirip. Vania yang melihat itu terlihat senang. “Makasih ya Pa,” ucap Zahra tulus membuat Adrian berdecak. “Kamu seperti ini kayak cinta banget sama dia,” sindir Adrian yang sukses merusak suasana haru itu. Zahra langsung saja melepaskan pelukannya dan Adrian pergi ke dapur untuk mengalihkan. Adrian tak mau ketahuan sedang tak baik-baik saja saat ini. Sedangkan Zahra langsung saja berdecak dan berteriak. “Papaaaaaaa aku benci banget sama Paapaaaaa!” teriak Zahra dengan keras. Sedangkan Vania hanya bisa menggelengkan kepalanya melihat kelakuan suami serta putrinya itu.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN