Bab 5

2840 Kata
HAPPY READING *** Kenny buru-buru menaiki tangga, sumpah ia tidak menyangka bahwa ia dan Eros berciuman di mobil. Ia bisa gila memikirkan ciuman mereka. Ia dan Eros benar-benar berciuman, ciuman itu sangat dalam, seolah tidaak bertemu lama. Sialnya, kenapa ia bisa mudah sekali berciuman dengan seorang wanita yang bukan siapa-siapanya. Ia takut Eros menyalah artikan ciuman itu. Ia juga terlalu bodoh, mau saja di cium oleh Eros dan malah membalasnya balik, saat di dalam mobil. Oh Jesus, masih teringat jelas bagaimana ia dan Eros saling bertukar lidah, mengeksplor mulut dan menghisap bibir dengan penuh gairah. Mengemut dan mengigit kecil, tanpa peduli tempat. Andai saja Eros tidak menghentikannya, sudah ia pastikan akan berakhir di ranjang. Kenny merutuki kebodohannya, ingin membenturkan kepalanya ke dinding, bisa-bisanya ia terlena atas ciuman itu. Kenny melangkah menaiki tangga ia memandang Rubi yang menatapnya. “Itu si mas sultan?” Tebak Rubi, celingukan dari arah tangga. Alis Kenny terangkat, bisa-bisanya Rubi mengatakan bahwa yang menggunakan mobil mahal itu adala mas Sultan. Entah dari mana Rubi menyematkan Eros sebagai mas Sultan. Kenny mengangguk dan lalu membuka pintu kamarnya, “OMG! Serius itu dia?” Tanya Rubi antusias, ia menutup mulutnya dengan tangan. “Iya itu dia,” Kenny melepas jasnya dan menggantungnya di hanger. “Gila, sumpah. Tebakan gue bener, itu si mas sultan yang punya Mayapadi Group,” Rubi memandang Kenny dan lalu duduk di sisi tempat tidur. “Dia jemput lo di kantor?” “Dia Tiba-tiba dia nongol di depan tower office, sepertinya emang niat nunggu gue balik. Dan you know lah, dia maksa dengan alasan nganterin pulang dan ngajak lalu gue makan malam.” “Terus, kok lo lama tadi di depan?” Tanya Rubi, karena ia memperhatikan mobil itu dari jarak jauh. Alis Kenny terangkat, lalu menatap Rubi, “Lo liat?” Rubi mengangguk, “Iya.” “Jangan bilang lo kissing sama dia di sana, soalnya lama banget kan.” Kenny menggigit bibir bawah, “Beneran lo liat gue kissing?” “Tuh kan lo sama dia kissing, bener dugaan gue,” timpal Rubi. “Lo liat nggak?” “Enggak. Tapi feeling sih kalian bersilat lidah di sana. Soalnya lama banget. Tapi nggak nampak kok burem, kaca mobilnya, gelap gitu,” Rubi menjelaskan kepada Kenny. “Lo beneran kissing sama dia?” Tanya Rubi lagi. Kenny lalu mengangguk, “Iya, dia tiba-tiba nyium gue, pas gue mau keluar.” “Deg-deg kan nggak?” Tanya Rubi. “Iya lah. Nggak bisa mikir gue, tiba-tiba dia narik gue, lalu cium gue, bar-bar banget orangnya.” “Enak?” “Lumayan.” “So hot, gitu ya kayaknya,” Rubi tertawa kecil. Kenny ikut tertawa, “Entar deh lo nilai sendiri kalau ketemu dia langsung.” “Mas sultan suka banget tuh sama lo,” ucap Rubi. “Terus gue gimana?” “Terserah lo sih, lo ada feeling nggak sama mas sultan?” “Enggak tau, kan baru kenal,” ucap Kenny, ia duduk di samping Rubi dan menggerai rambutnya. “Kalau gue jadi lo sih, mau aja. Kapan lagi kan pacaran sama konglemerat. Setidaknya merubah garis kemiskinan. Kalau lo sama mas sultan, gue tinggal sama lo ya, di apartemen.” “Belum apa-apa udah mikir gue tinggal di apartemen,” Ucap Kenny terkekeh. “Biasa modelan om-om tajir kayak gitu, bakalan fasilitasin semua buat ceweknya.” “Ya kali gue simpanan.” “Pacar Ken, pacar.” Rubi seketika tertawa, “Habisnya tajir kayak gitu, sayang banget disia-siain. Kapan lagi kan punya doi sultan. Pasti loyal banget, pakek mobil mahal.” “Takut gua kalau dikejar-kejar sama cowok modelan kayak gitu,” ucap Kenny membaringkan tubuhnya di tempat tidur. “Terus maunya kayak apa? Kayak manager finance itu? Si Andre?” “Maunya sih gitu.” “Nanggung amat, bagus sama mas sultan lah,” timpal Rubi. “Ah, lo kompor banget.” Rubi tertawa geli, “Lagian mas sultan, mau cere sama istrinya, udah nggak ada masalah lagi. Lo juga udah bobo bareng dia kemarin, pastilah dia bakalan susah lepas dari lo, udah terikat. Udah enak, udah nyaman, males gonta ganti pasangan lagi.” “Gua masih shock tau, jangan deh.” “Tapi lo nikmatin juga kan?” Kenny mengangguk, “Iya.” “Yaudah lah, nikmatin aja. Mumpung ada cowok tajir yang demen. Hati-hati aja kalau sama dia jangan bablas aja.” Kenny tau bahwa Rubi adalah sahabat terbaik, dia satu-satunya wanita yang mau berteman dengannya. Rubi selalu ada di sampingnya dan mereka menceritakan banyak hal, seperti pengganti Ova. Rubi itu sama seperti Ova, memiliki sikap seperti teman sejati, bahkan tak jarang mereka maskeran bersama bahkan tidur bersama, jika sudah ngobrol banyak hal hingga larut malam. Rubi itu benar-benar teman yang tulus menurutnya, wanita itu seakan menjadi pelindung dan selalu ada saat dibutuhkan. Ia juga tidak pernah berpikiran negative tentang Rubi. Rubi itu tidak pernah menghakimi apapun yang terjadi padanya, karena mereka sama-sama bobrok kalau soal asmara. Rubi pernah bercerita, ia hampir nyerah karena betapa susahnya sekolah kedokteran, namun ia sebagai sahabat selalu mensupport temannya itu, “Kamu nggak boleh nyerah, capek itu wajar. Tapi ingat, masa depan ada di tangan kamu. Kamu pasti bisa menjalaninya. Jangan mengecewakan orang tuamu.” Sejak saat itu mereka sangat akrab karena saling mendukung satu sama lain. Jujur ia cenderung tipe wanita introvert agak sulit berinteraksi. Tapi ia juga memiliki sifat supportive dan empati. Jadi dengan bekerja di pelayanan ia bisa mengatasi siat introvert nya. Bahkan jika libur ia bisa seharian di kamar, karena betapa nyamannya berada di dalam ruangan pribadinya. “Besok si Andre ngajak gue ngedate?” Alis Rubi terangkat, “Andre yang manager finance itu?” “Iya.” “Wah, terus.” Kenny memutar ingatannya, ia teringat dengan kata-kata Eros tadi di mobil, bahwa pria itu akan menjemputnya, “Omaigat, Eros besok amu jemput gue dan Andre juga. Gimana dong, Bi?” “Siapa yang duluan ngajak ngedate?” “Andre sih,” ucap Kenny. “Yaudah sama Andre aja, dia udah duluan yang ngajak. Lo tadi nggak bilang kalau besok lo nggak bisa sama Eros?” “Habis dicium, Eros gue shock tau. Mana bisa mikir panjang, nggak jawab apa-apa gue, sumpah.” “Cepat gih, hubungin dia, bilang lo besok ada janji sama orang, jangan jemput. Lo ada nomor HP nya, nggak?” “Enggak ada.” “HAH! Nggak ada? Gimana ceritanya?” “Emang nggak ada,” Ucap Kenny. “Ih, aneh banget.” “Terus gimana?” Kenny semakin bingung. “Semoga aja Eros ngubungin lo dan lo jawab kalau lo nggak bisa di jemput dia.” Obrolan Kenny dan Rubi pun semakin panjang. Mereka ngobrol banyak hal sambil maskeran. Rubi menceritakan aktivitasnya di rumah sakit dan kekasihnya yang membosankan. Dia juga mengatakan bahwa ia ingin putus dengan kekasihnya itu, karena ia merasa tidak memiliki kecocokan lagi. Kenny hanya mendengarkan dan menerima keputusan Rubi atas tindakannya, karena ia tahu bahwa cinta itu tidak perlu dipaksakan. Kenny tahu bahwa setiap orang memiliki kisah cinta yang unik, ada yang penuh warna-warni ada juga yang diselimuti duka. Bahkan ada yang memberi pelajaran berharga dalam hidup dan menciptakan perubahan besar. Setiap kisah cinta menjadi bagan yang tidak terlupakan dari kehidupan seseorang. *** Keesokan harinya, Kenny berharap bahwa Eros menghubunginya paling tidak mengirimnya pesan, namun pria itu tidak mengirimnya sama sekali setelah ciuman panjangnya di mobil. Kenny memasukan bodycon dress nya ke dalam tas. Ia melihat perlengkapan make upnya masih di dalam. Kenny memandang penampilannya di cermin. Tidak ada kekurangan apapun pada penampilannya. Kenny merasakan ponselnya bergetar, ia lalu mengangkat panggilan itu, dan meletakan ponsel itu di telinga kirinya. “Andre Calling” “Iya, halo,” ucap Kenny, ia beranjak dari duduknya. Ia mematikan AC dan melangkah menuju pintu sambil membawa tas dan paperbagnya. “Saya di bawah kost kamu.” Alis Kenny terangkat, “Kamu jemput aku?” “Iya. Aku udah di bawah.” “Ih, kok kamu nggak ngasih tau sih, kalau mau jemput?” Tanya Kenny, ia melirik jam melingkar di tangannya menunjukan pukul 07.20 menit. “Semalam pulang kerja langsung ketiduran, capek banget,” Andre mencoba menjelaskan. Kenny menuruni tangga menuju lobby kost yang masih tampak sepi. Kenny menatap mobil BMW berwarna putih terparkir di depan kostan nya. Kenny tersenyum kepada pria yang membuka power window, ia melihat pria itu berada di kemudi setir. Senyum terbaik ia berikan, dan Andre tersenyum kepadanya. Kenny menarik nafas, ia berharap Eros tidak menjemputnya juga, ia takut tiba-tiba pria itu nongol di hadapannya, akan menjadi masalah besar dalam hidupnya. Kenny melangkah mendekati mobil itu, ia menatap Andre keluar dari mobil. “Hai,” ucap Andre, melihat penampilan Kenny mengenakan pakaian dinasnya. Rambut panjangnya tersanggul hingga struktur wajah cantik itu terlihat. Kenny memang aslinya cantik dan bermakeup membuat wanita itu semakin cantik. Hidungnya kecil mancung, matanya bening, bulu matanya lentik dan bibirnya penuh. Dia seperti wanita masa kini. “Hai.” “Enggak apa-apakan, aku jemput?” “Ah, nggak apa-apa kok.” Andre membukakan pintu untuknya, lalu Kenny mendaratkan pantatnya di kursi. Kenny tidak lupa memasang sabuk pengaman begitu juga dengan Andre. Setelah itu mobil meninggalkan area kostan. Andre memanuver mobil, tangan kirinya menghidupkan audio mobil. Andre melirik Kenny yang berasandar di kursi, “Nanti malam kita dinner ya,” ucap Andre. Kenny mengangguk, “Iya.” “Kamu udah breakfast, nggak?” Tanya Andre. “Belum,” ucap Kenny. Andre memberikan paperbag bertulisan Aroma pada pada Kenny, “Ini toast dan kopi untuk kamu.” “Thank you. Kamu baik banget.” “Tadi sebelum ke sini, aku mampir sebentar ke Aroma. Menuju ke sini aku makan toast, dan sudah habis. Sisa kopinya aja, itu,” ucap Andre menunjuk gelasnya di dekat persneling. “Aku makan ya,” ucap Kenny melirik Andre. “Iya.” Kenny membuka paperbag itu dan menyesap kopi yang masih hangat itu. Ia juga memakan toast nya dengan tenang. “Gimana tidur kamu? Nyenyak?” Tanya Andre. “Nenyak kok. Semalam kamu pulang jam berapa?” “Aku pulang hampir jam 12.” “Wah.” “Tapi aku lega, akhirnya selesai juga tutup laporan. Kamu nanti malam pulang jam berapa?” Tanya Andre lagi. “Seperti biasa sih, jam tujuh.” “Oiya, tadi malam kamu makan sama siapa?” Tany Andre penasaran. Kenny mencoba berpikir, apa ia harus menceritakan bahwa ia tadi malam makan bersama Eros, rasanya tidak etis mengatakan bahwa ia makan dengan seorang pria bernama Eros. “Sama temen,” ucap Kenny sekenanya. “Temen kost?” Kenny mengangguk pelan, sambil memakan toastnya, “Iya,” ucap Kenny pelan. Sepanjang perjalan mereka mendengarkan penyiar radio yang kocak menyambut pagi, setelah itu Take You To Hell - Ava Max, mengalun sepanjang perjalanan. Jarak kost dan tempat kerjanya tidak begitu jauh dan kini akhirnya mobil Andre berhenti di depan tower. Kenny melepas sabuk pengamannya, ia memandang Andre, “Makasih ya, Andre udah di jemput.” Andre tersenyum, “Iya sama-sama Kenny. Semangat kerjanya.” “Iya kamu juga.” Kenny membuka hendel pintu dan melambaikan ke arah Andre, “Hati-hati di jalan.” “Iya.” Kenny menatap mobil Andre menjauh darinya dan sedangkan dirinya meneruskan langkahnya menuju area lobby. Ia menoleh ke belakang sekilas, entah perasaannya saja, bahwa ia merasa ada seseorang yang mengikutinya dari belakang. Namun ia lihat tidak ada siapa-siapa di sana, selain karyawan yang sedang bergegas masuk ke tower. *** Beberapa jam kemudian, Kenny menatap penampilannya di cermin bodycoon dress berwarna hitam menjadi pilihannya. Rambut panjangnya yang tersanggul kini ia urai. Kenny memastikan makeup nya sempurna. Ia mengoles lipstick berwarna nude pada bibirnya. Kenny memandang ponselnya bergetar, ternyata notifikasi dari nomor ponsel yang tidak ia kenal. “Saya ada di depan tower office kamu. by Eros.” Jantung Kenny seketika bergemuruh hebat, ia tidak tahu dari mana Eros mendapatkan nomor ponselnya. Kenapa pria itu tiba-tiba menghubunginya? Oh Jesus, kenapa seperti ini. Seketika ia juga teringat dengan Andre yang mengajaknya makan malam juga yang sudah terjadwal, dan Andre sedang menuju ke sini. Inginnya saat ini ia menghilang dari muka bumi ini sekarang juga. Kenny memejamkan mata beberapa detik dan ia membuka matanya. Ia harus menghadapi Eros terlebih dahulu, meminta maaf karena ia tidak bisa pulang. Andre dan Eros bukan kekasihnya, pria itu hanya sedang melakukan pendekatan. Jadi, ia tidak perlu mengkhawatirkan hal itu. Kenny menatap seorang wanita masuk ke dalam toilet dan tersenyum kepadanya, “Hai Ken, mau ngedate?” Tanya Lilis supervisornya. “Iya, nih mba.” “Sama cowok mana?” Lilis membuka keran mencuci tangannya. “Office sebelah, udah pulang mba?” ucap Kenny kikuk, masalahnya ia di kantor tidak ada yang akrab, kecuali fokus membicarakan hal-hal kerja. Ia juga tidak ambil pusing tentang asmara di kantor, si A yang selingkuh dengan kepala cabang yang statusnya masih suami orang. Si B katanya udah jadian sekarang satu apartemen demi menghemat biaya. Masih banyak lagi pria-pria yang ada di kantornya yang melakukan perselingkuhan, namun ia mengabaikannya. Lilis mengangguk, “Iya ini udah mau pulang, capek banget, pingin istirahat.” Kenny mendengar kabar bahwa mba Lilis, inilah yang menjadi selingkuhan kepala cabang di sini, semua satu kantor mengetahuinya, namun mereka tidak banyak bicara. Jika dipikir-pikir kasihan sekali istri dan anak atasanya itu. Perselingkuhan sekejam itu, ia tidak membayangkan mental anak dan istrinya, jika ketahuan nanti. “Duluan ya, mba.” “Iya.” *** Kenny melangkahkan kakinya menuju lobby, ia melihat jam pada ponselnya menunjukan pukul 18.30 menit. Kenny menarik nafas panjang, ia memandang mobil BMW Eros sudah terparkir sempurna di depan gedung office. Kenny menatap pria mengenakan kemeja hitam di balik kemudi setir, seperti biasa pria itu sangat tampan, wajahnya tidak ada cela. Kenny menelan ludah, ketika pria itu keluar dari mobil dan menyambutnya dengan senyuman terbaik yang dia miliki. Eros memandang penampilan Kenny, dia tidak mengenakan pakaian kerjanya melainkan pakaian mengenakan dress berwarna hitm bertali spaghetti. Dia terlihat sangat cantik. “Hai,” ucap Eros, ia memandang Kenny, ia mendekati wanita itu lalu memeluk tubuh ramping itu. Kenny tidak percaya bahwa Eros datang lalu memeluk tubuhnya, pelukan Eros sangat hangat dan lembut. Jujur ini merupakan pelukan ternyaman yang pernah ia rasakan seumur hidupnya. Ia tidak habis pikir ia mau saja dipeluk oleh Eros, ia merasakan roma parfume khas dari tubuh Eros yang menenangkan. Tubuh Andre yang bidang membuatnya nyaman untuk bersandar. Beberapa detik berlalu Eros melepas pelukannya, ia memandang Kenny, menatap wajah cantik itu. “Kamu cantik sekali,” ucap Eros. “Thank you,” Kenny tersenyum. Kenny mendongakan wajahnya, ia memandang Eros cukup serius, “Maaf, aku nggak bisa pulang sama kamu. Aku udah janjianlebih dahulu dengan temanku,” ucap Kenny memberi alasan. Eros mengerutkan dahi, “Owh, ya? Bukannya aku udah ngasih tau kamu kemarin mau jemput?” “Iya tahu, cuma sebelum kamu kasih tau aku. Ternyata aku udah punya janji duluan. Aku juga nggak tahu nomor ponsel kamu, jadi kita misscom,” ucap Kenny menjelaskan. Eros menatap penampilan Kenny, dia mengenakan high heels dan berdandan cantik, “Kamu mau ngedate dengan seorang pria?” Kenny mengangguk, “Hanya makan malam.” Jujur Eros tidak suka jika ada seorang pria mendekati Kenny, ia bisa saja membawa Kenny sekarang juga dan menariknya masuk ke dalam mobil nya. Namun ia mengurungkan niatnya itu. “Kamu makan malam dengan pria yang menelfonmu tadi malam?” Tanya Eros menyelidiki. Kenny mengangguk, “Iya.” “Jam berapa selesai makan malamnya?” Tanya Eros lagi, ia melirik jam melingkar di tangannya menunjukan pukul 19.01 menit. “Oke, satu jam setengah kalian sudah selesai makan malam. Dan nanti aku jemput kamu jam sembilan.” Kenny menarik nafas panjang, ia mulai jengah dengan tindakan Eros, “Ya nggak bisa gitu dong, aku nggak bisa memastikan akan pulang jam berapa, Eros.” “Kalian cuma makan malam aja, kan!” “Ya, tapi kamu nggak ada hak untuk ngatur aku mau ke mana, aku bukan apa-apa kamu, Eros.” “Dia juga bukan apa-apa kamu, Kenny!” “Tapi tindakan kamu itu, mengatur aku.” “Itu urusan aku, dan itu hak aku, mau keluar dengan siapa saja.” Eros menangkup wajah Kennya, memandang iris mata bening itu, “Tapi, aku yang tidak ingin kalah start dari pria itu, paham!” Ucap Eros penuh penekanan. Eros tidak ingin berdebat terlalu panjang dengan Kenny, ia mengelus pipi Kenny, “I miss you,” bisik Eros. “Saya tetap tunggu kamu selesai makan malam dengannya,” bisik Eros. Kenny yang mendengar itu hanya menelan ludah, ia tidak tahu akan berbuat apa menghadapi Eros yang bertindak seenaknya kepadanya. Kenny merasakan Eros mengecup keningnya, kecupan itu sangat menenangkan. Setelah beberapa detik Eros melepas kecupannya dan pria itu lalu masuk ke dalam mobil. Sementara Kenny memandang mobil itu menjauhinya. Oh Jesus, kenapa seperti ini? Apa yang telah mereka lakukan sebenarnya. Ia seperti wanita yang sedang berselingkuh dengan pria lain, padahal mereka tidak memiliki hubungan apapun. Kenny memejamkan matanya sejenak, ia menutup wajahnya dengan tangan. Seketika ponselnya bordering, Kenny melihat pada layar ponsel, “Andre Calling” “Iya, halo, Ndre?” Ucap Kenny. “Saya sebentar lagi sampai.” “Iya, aku sudah di depan kok.” “Oke.” ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN