HAPPY READING
***
“Bagaimana perasaan kamu setelah menikah?” Tanya Kenny ia meneguk air mineral dingin, untuk melepas dahaga.
“Kalau aku menikah dengan orang yang tepat, mungkin aku akan bahagia menjalaninya. Punya keluarga, punya anak, hidup rukun, ngobrol banyak hal, traveling bersama pasangan. Aku akan memprioritaskan keluarga kecil aku, dan itu membuat hidup menjadi lebih baik.”
Eros memandang Kenny, “Kamu tau nggak?”
“Apa?”
“Harusnya kamu bertanya seperti ini.”
“Apa?” Kenny mengerutkan dahi ia memandang Eros, ia memakan udang dan nasinya.
“Bagaimana perasaan kamu setelah menikah dengan orang yang salah?” ucap Eros.
Kenny tertawa, “Ah ya, aku ralat sekali lagi pertanyaanya. Bagaimana perasaan kamu menikah dengan orang yang salah?”
Eros memakan nasinya, ia melirik Kenny, wanita itu tersenyum, senyumnya sangat cantik.
Eros menarik nafas, “Perasaan aku, sangat kacaulah, setiap hari hidup tertekan dan putus asa. Padahal saat itu kehidupan pernikahan aku baru dimulai.”
“Setiap hari aku memikirkan bagaimana aku harus pisah darinya. Hingga saatnya aku memantapkan hati bahwa keputusan aku udah bulat. Aku harus berpisah darinya.”
“Istri kamu terima nggak kalau kamu berpisah darinya?” Tanya Eros.
“Yah, mau nggak mau. Harus terima, kan aku yang gugat cerai, buktinya aku.”
“Bener juga sih,” di sini Kenny hanya menjadi pendengar yang baik.
“Istriku menuduhku selingkuh, bahkan dia menuduh beberapa karyawan di kantorku dan menganggap mereka selingkuhanku. Alhasil, banyak karyawanku resign karena diteror olehnya. Aku benar-benar tidak habis pikir dengan wanita itu.”
“Istri kamu toxic banget ya.”
“Bukan toxic, melainkan sakit jiwa.”
Eros memakan makananya dengan tenang, “Menurut saya pacaran itu penting sebelum menikah.”
“Exactly,” Kenny setuju dengan steatmen Eros.
“Aku sering loh denger orang bilang gini, “langsung nikah aja selagi ada yang mau!” Ucap Eros.
“Itu pernyataan paling absurd menurut aku. Emang bisa nikah asal comot gitu aja?” Timpal Kenny.
“Enggak bisa lah, apalagi kalau nikahnya bermodal kemauan dan ayat suci agama, semua orang sanggup menikah. Dan saya pastikan tidak bahagia dan tidak berumur panjang.”
“Apalagi pengalaman aku yang dijodohkan, tidak pakai pacaran, tidak pakai cinta. Kalau timbul cinta setelah menikah bersyukur kalau nggak, kamu akan menjalaninya seperti di neraka.”
“Kamu tau?”
“Apa?”
“Pacaran sebelum menikah itu penting dan harus sih menurut aku, karena pacaran itu proses adaptasi dan saling mengenal satu sama lain. Kalau pacaran dulunya dia ternyata memang baik, ya tinggal nikah. Enggak rugi apapun kan, menikmati pacaran.”
“Iya bener banget,” sahut Kenny.
“Intinya kalau masa pacaran kamu sudah banyak konflik, lebih baik tunda menikah. Memutuskan ketika masa pacaran jauh lebih baik dari pada bercerai karena memakan waktu, biaya, dan itu sangat ribet belum lagi keluarga ikut campur,” ucap Eros lagi menjelaskan.
Kenny lalu berpikir, “Itu juga sih alasan kenapa aku nggak pengen nikah cepat, deket sih boleh. Kalau mau ke jenjang lebih serius, yah nanti dulu lah, pikirin nanti. Banyak yang harus pikirkan baik mental ataupun fisik. Soalnya menikah itu jangka panjang.”
“Banyak sekali orang menikah tanpa pacaran, ternyata dapat zonk, dan suka main pukul. Menikah itu katanya buat stress, buang-buang waktu dan tenaga, apalagi terancam keselamatannya,” ucap Kenny lagi.
“Itu kalau dapat pasangan yang nggak bener.”
Eros tersenyum mendengar ucapan Kenny, ia tidak menyangka bahwa pemikiran Kenny sangat terbuka,
“Iya kamu benar. Aku suka dengan pemahaman kamu. Kamu tuh cerdas ya,” ucap Eros, memandang Kenny.
“Thank you,” Kenny tersenyum menatap Eros.
“Kamu mau dapat calon suami seperti apa?”
“Aku nggak ada spesifik memilih pasangan, asal obrolan kita nyambung, bisa saling memahami satu sama lain karena aku tahu kalau menikah itu isinya ngobrol seumur hidup. Kalau ngobrol aja nggak nyambung, gimana bisa memulai hubungan.”
“Iya, kamu bener.”
Eros lalu melanjutkan makannya, begitu juga Kenny. Kini hanya terdengar dentingan sendok dan garpu terdengar. Eros tidak menyangka bahwa ia tertarik dengan wanita yang statusnya hanya karyawan bank biasa.
“Kamu pulang kerja selalu malam?” Tanya Eros, ia melupakan sejenak tentang pembicaraan pernikahan yang membuatnya pusing.
“Kalau nasabah lagi sepi, ya pulang awal. Biasa sih hari senin lagi rame-ramenya.”
“Capek?”
Kenny tertawa, ia melirik Eros, “Capek lah, namanya juga kerja.”
“Kamu kerja?” Kenny balik bertanya.
“Kerja, tapi palingan meeting aja sih. Kalau ada masalah ya aku turun tangan juga. Sisanya berjalan aja, mengalir. Kamu mau kerja sama aku?”
Kenny mencoba berpikir, urusannya semakin ribet jika bekerja di perusahaan pria itu, “Enggak deh, aku masih betah kerja di tempat aku, lagian sebentar lagi diangkat menjadi karyawan tetap.”
“Owh ya.”
“Iya.”
Mereka terdiam beberapa saat, Eros memperhatikan gerak-gerik Kenny yang terlihat natural. Dia terlihat ramah, walau ada sedikit penolakan darinya, mungkin dia sudah tiga tahun kerja di pelayanan. Tutur katanya sopan dan santun.
“Kamu ada dekat dengan dengan seorang pria?” Tanya Eros, ke topik pembicaraanya, karena ini lah yang ia ingin tahu tentang Kenny dari tadi, hanya saja pembicaraanya memutar terlebih dahulu.
Kenny mengambil gelas dan meneguk air mineralnya, ia memandang Eros, “Kalau deket sih ada, status pacaran belum ada.”
“Kenapa?” Tanya Kenny.
Eros menyungging senyum, “Cuma tanya aja.”
Kenny lalu mulai berpikir, “Menurut aku nih, kalau nikah itu kuncinya, keyakinan hati kamu, kestabilan emosi, cara menyelesaikan masalah dengan cara sehat dan masalah keuangan. Intinya semua harus dibicarakan baik-baik,”
Eros melirik Kenny, ia tersenyum, “Jangan bahas pernikahan, nggak asyik soalnya,” ucap Eros terkekeh.
“Iya, sih garing. Apalagi aku yang belum pengalaman gini.”
Kenny dan Eros melanjutkan makananya dan mereka makan dalam diam.
“Apa kamu menyesal menikah?” Tanya Kenny.
“Sebanarnya aku nggak menyesal, hanya aku kurang mempelajari tentang pernikahan.”
“Sorry ya, aku bahas lagi tentang pernikahan,” ucap Kenny.
“Enggak apa-apa.”
Kenny mengangguk paham, ia diam beberapa detik ia menatap Eros yang memandangnya. Tatapan itu seolah berpusat kepadanya. Kenny merasakan getaran pada saku jasnya. Ia merogoh ponsel, ia melihat nama “Andre Calling” pada layar persegi itu.
Kenny menelan ludah, jujur ia merasa tidak enak jika mengangkat panggilan ini saat dirinya bersama pria lain.
Agar tidak terjadi kesalah pahaman antara ia dan Andre, karena tadi Andre berjanji akan mengirimnya gofood, ia yakin pria itu menunggunya pulang. Namun kini ia bersama Eros. Kenny lalu mengangkat panggilan itu. Ia letakan ponsel itu di telinga kirinya.
“Iya halo,” ucap Kenny tenang.
“Kamu di mana?” Tanya Andre.
“Aku lagi di luar.”
“Udah nyampe kost?”
Kenny melirik Eros, pria masih memandangnya intens, “Belum, ini baru selesai makan.”
“Jadi nggak pingin nasi bebek?” Tanya Andre.
“Enggak, aku barusan selesai makan.”
“Habis nggak kamu makannya?”
“Habis.”
“Kamu masih lembur?”
“Masih, jam sebelas sih selesainya.”
“Setelah ini kamu langsung pulang?” Tanya Andre lagi.
“Iya.”
“Yaudah, kamu hati-hati di jalan. Sampe kost kasih tau aku.”
“Iya, kamu juga.”
Kenny menyimpan ponselnya lagi di saku jas nya, ia memandang Eros yang memperhatikannya, seolah menyelidikinya.
“Siapa?” Tanya Eros.
“Temen.”
“Bukan pacar kamu?”
“Aku udah bilang, aku belum punya pacar, kalau deket sih ada.”
“Perhatian banget.”
“Namanya juga deket.”
Eros melihat wajah cantik itu. Jujur ia tidak suka jika ada pria lain yang dekat dengan Kenny. Ia merasa seperti ada rival dalam hidupnya.
“Kamu ngekost?”
“Iya.”
Eros memicingkan matanya, “Kenapa nggak tinggal di apartemen, lebih save.”
“Biaya sewanya mahal, enggak mampu,” ucap Kenny terkekeh.
“Mau pakek apartemen aku?”
“HAH!” Kenny terbelalak kaget mendengar Eros menawarkan apartemennya.
“Iya, mau nggak? Kamu bebas menggunakannya, itu apartemen pribadi aku.”
“Eh, jangan-jangan,” tolak Kenny.
“Kalau mau, kita bisa lihat apartemennya.”
“Jangan. Aku udah nyaman kok di kost aku, beneran,” tolak Kenny, sangat bahaya jika ia menerima tawaran apartemen Eros, bisa-bisa ia menjadi simpanan Eros.
Eros tidak memaksa Kenny untuk tinggal di apartemennya, karena mungkin mereka baru kenal. Ia akui bahwa ia terlalu agresif mengejar wanita ini.
“Kost kamu, kost putri?” Eros kembali bertanya, ia melihat table di dekat meja sudah terisi.
Kenny mengangguk, “Iya.”
“Cowok nggak boleh masuk?”
“Enggak boleh, boleh sih tapi di ruang tunggu aja di sediain.”
“Bukan kostan exsclusive?”
“Bukan, kost putri biasa.”
“Jadi kamu nggak pernah bawa cowok ke kamar.”
“Enggak pernah.”
“Good.”
Menurut Kenny pertanyaan Eros lebih mirip introgasi, terkesan seperti over protektif. Sebenarnya bukan menjadi permasalahan dirinya tinggal di kost mana saja.
“Di kost kamu pernah kejadian aneh-aneh nggak?” Tanya Eros.
“Kejadian seperti apa?”
“Apa aja, misalnya ada yang kepergok bawa cowok masuk ke dalam kamar,” ucap Eros, ia mencairkan suasana.
Kenny tertawa, “Iya pernah lah, sering malah.”
“Kejadiannya seperti apa?”
“Namanya kost putri sih, tapi tetep aja masih ada penghuni kost yang bandel berani bawa pacarnya ke kamar. Sering kejadian seperti itu, maklum penjaganya nggak setap hari stay di tempat.”
“Yahh, pandai-pandai atur strategi gimana, kalau pulang malam bawa pacarnya masuk ke dalam kamar udah sering terjadi sih. Apalagi kalau kamarnya di lantai empat. Sepertinya peraturan dibuat untuk di langgar.”
“Enggak ada ibu kost?”
“Enggak ada, kostan aku bukan kost yang ada ibu kostnya. Lebih ke penjaga kost.”
“Kamu pernah bawa pacar kamu ke kamar?”
“No, enggak pernah.”
“Tipe pacaran kamu seperti apa?”
“Tipe pacaran aku, aku sebenernya nggak suka dikekang sih, saling membebaskan. Nggak selalu kasih kabar setiap menit, bahkan detik. Cukup ceritkan kegiatan kamu, hanya beberapa kali seminggu, tidak perlu usaha banyak ini itu, ketemu kalau sama-sama senggang. Me time berdua, itu udahh cukup menjalani sebuah hubungan, enggak muluk-muluk, karena udah dewasa juga.”
“I know, aku dulu juga mikirnya kayak gitu, namun tetap saja kepikiran dan ingin selalu menghubungi,” ucap Eros.
“Posesif banget dong.”
“Enggak juga sih.”
“Itu kamu ngubungin setiap saat.”
Eros memanadnag Kenny, “Kamu takut cowok posesif?”
“Dulu aku pernah dekat dengan cowok posesif, aku menyerah karena nggak sanggup berdebat dengannya yang meributkan hal yang sepele. Lantaran dia posesif.”
“Nope, aku nggak posesif, aku tetap ingin pasangan aku berkembang, bebas melakukan apa aja yang dia mau, tapi tetap dalam pengawasan aku.”
Kenny melirik jam melingkar di tangannya menunjukan pukul 20.30 menit, “Pulang yuk, kayaknya udah nggak macet lagi,” Kenny berusaha mengakhiri pertemuannya dengan Eros.
“Yaudah kalau gitu.”
Eros tahu bahwa Kenny pasti lelah karena baru saja pulang kerja. Kenny dan Eros beranjak dari kursinya. Kenny memandang Eros membayar tagihan makannya di kasir. Mereka lalu melangkah menuju parkiran depan. Kenny masuk ke dalam mobil begitu juga dengan Eros.
Semenit kemudian mobil meninggalkan area restoran.
“Kost kamu di mana?” Tanya Eros.
“Di slipi.”
“Bisa masuk mobil?”
Kenny mengangguk, “Iya bisa.”
Eros menjalankan mobilnya menuju kostan Kenny. Kenny bersandar di kursi sambi mendengarkan radio dan sementara Eros memanuver mobil, tubuhnya bersandar di kursi.
“Kamu biasa pergi kerja pakai apa?”
“Gojek, kalau nggak telat pakek busway.”
“Kamu nggak ada kendaraan pribadi?”
“Enggak ada.”
“Bisa pakek mobil?”
“Bisa.”
“Pakek mobil aku aja ya.”
“Jangan-jangan,” tolak Kenny, ia tahu Eros memiliki segalanya, namun ia tidak bisa menerima pemberian pria lain yang tidak memiliki hubungan apa-apa darinya.
Eros melirik Kenny, “Kenapa kamu selalu menolak pemberian saya?” Tanya Eros.
“Karena saya tidak pantas menerimanya, kita juga tidak memiliki hubungan apa-apa kan,” ucap Kenny.
“Saya hanya ingin membuat hidup kamu menjadi lebih mudah, Kenny.”
“Tapi itu dapat membuat saya ketergantungan, Eros. Saya tidak terbiasa menerima pemberian pria lain yang tidak memiliki status apapun.”
Eros menarik nafas, “Oke.”
Selama perjalan menuju kost mereka saling terdiam satu sama lain. Eros tidak menanyakan lagi tentang prihal tempat tinggal apartemen dan mobil. Ia sekarang jadi tahu siapa Kenny, ternyata dia sangat keras kepala. Apa susahnya menerima pemberiannya walau mereka tidak memiliki status apapun.
***
Kenny menunjukan arah tempat tinggalnya dan Eros mengikuti intruksi Kenny. Kost Kenny letaknya berada di komplek perumahan warga. Eros memandang bangunan gedung empat lantai di hadapannya. Ternyata di sinilah Kenny tinggal. Padahal jika tinggal di apartemen miliknya, jauh lebih baik dari pada tinggal di gang sempit ini.
“Ini kost kamu?” Tanya Eros.
“Iya.”
Eros melihat Kenny membuka sabuk pengaman, wanita itu tersenyum kepadanya,
“Makasih ya, udah anterin aku pulang,” ucap Kenny, ia merapikan roknya.
“Iya sama-sama.”
Kenny membuka hendel pintu mobil namun Eros dengan cepat menahannya.
“Kenny,” ucap Eros pelan.
Kenny menoleh menatap Eros, “Iya,” ucap Kenny.
Seketika Kenny tertegun, bukan karena pria itu memanggilnya namun tangan hangat Eros berada di pergelangan tangan, menyentuhnya. Kenny tidak bisa berkata-kata seolah ada getaran menjalar ketubuhnya. Pintu mobil sedikit terbuka sehingga mereka bisa saling melihat.
Beberapa detik berlalu, membuat Kenny menarik nafas. Tanpa pikir panjang Eros melepas sabuk pengamannya ia dengan cepat menangkup wajah Kenny ia mendaratkan bibirnya ke bibir Kenny. Sehingga Kenny tidak bisa berpikir panjang, karena bibirnya sudah dilumat oleh Eros.
Eros mencium Kenny penuh hati-hati, tangan kirinya menarik pintu lagi dan tangan kanannya mematikan lampu dasbor. Suasana remang tercipta, ia memegang tengkuk Kenny agar ia dapat mencium bibir itu dengan leluasa.
Sekian detik berlalu Eros menunggu Kenny melayangkan tamparan pada wajahnya, namun tamparan itu tidak kunjung ia layangkan. Mungkin Kenny masih shock apa yang telat ia lakukan, jangankan Kenny ia saja tidak percaya, ia bisa melakukannya.
Jujur ia masih tidak bisa menjauhkan diri dari bibi Kenny, bibirnya masih bereaksi di bibir Kenny. Ia menghisap dan mengecap serta memainkan lidah. Ia seperti pria berengsek yang memaksakan seorang wanita untuk berciuman dengannya. Eros mencoba menjauhkan diri dari bibir Kenny, namun Kenny malah menahannya. Bibir Kenny bereaksi dan membalas kecupannya.
Sweet Jesus, teriak Eros dalam hati, kecupan Kenny sangat lembut, sehingga membuatnya tidak bisa berkedip. Semua kontrolnya hilang, Eros membelas lumatan Kenny lalu menarik pinggang Kenny merapat ke tubuhnya, hingga tubuh mereka tidak ada jarak.
Beberapa detik kemudian gairah mereka meledak, Kenny membalas lumatannya hingga menimbukan suara-suara kooperatif tanpa diperintah. Kedua tangan Kenny melingkar di lehernya. Mereka pernah berciuman sebelumnya di kamar hotel kemarin. Namun ciuman ini lebih b*******h karena mereka melakukannya secara waras tanpa menegak alkohol.
Kenny memiliki tubuh hangat dan berisi, tidak seperti tubuh wanita jaman sekarang yang kurus kering seperti anoreksia. Eros menenggelamkan tubuhnya ke tubuh Kenny. Ia menyatukkan semua partikel-partikel tubuhnya ke tubuh Kenny. Ia ingin mencium Kenny semalamaman dan saling memeluk.
Eros membuka matanya, tatapannya kurang fokus, dan bibir mereka masih saling berpangutan tanpa henti. Ritme kecupan mereka perlahan berhenti, Eros melepas kecupannya. Ia lalu memberikan senyuman terbaiknya dan ia lalu memeluk tubuh Kenny dengan lembut. Ia berikan kecupan pada puncak kepala itu. sambil meremas jemari Kenny.
Kenny sadar apa yang telah ia lakukan kepada Eros, ketika pria itu meremas jemarinya. Kenny menutup mulutnya dengan tangan, merasa shock dan tidak percaya. Kenny melepaskan diri dari pelukan Eros, ia menutup wajahnya dengan tangan, wajahnya merah padam.
Eros mengelus pipi Kenny, “Kita harus menghentikannya, karena berada di komplek rumah warga. Saya nggak ingin kita berakhir di rumah pak RT nantinya.”
Eros menelan ludah, “Besok aku jemput kamu.”
“Kamu istirahat, jangan begadang.”
Kenny tidak tahu akan berbuat apa, ia lalu membuka hendel pintu mobil dan meninggalkan Eros begitu saja. Eros membuka jendela mobil, ia menatap Kenny di sana, yang masih menatapnya.
“Masuk sana.”
Kenny gugup luar biasa, ia balik badan dan meninggalkan, Eros yang masih berada di mobilnya. Kenny lalu berlari menuju lobby.
“OMG! Gue ciuman sama Eros!” teriak Kenny dalam hati.
***