Bab 7

2476 Kata
HAPPY READING *** “Eros, kita mau ke mana?” Tanya Kenny, ia mulai jengah memandang Eros yang tidak menjawab pertanyaan. “Mau kamu apa sih?” Tanya Kenny lagi. Eros menatap Kenny ia menyungging senyum, “Berdua sama kamu.” “Iya, tapi ke mana?” Eros melirik jam melingkar di tangannya menunjukan pukul 10.20 menit, “Kita chek in hotel.” Kenny yang mendengar itu nyaris menganga, “What?” “Apa kamu gila membawa aku ke hotel? Emang aku cewek apaan, hah!” Protes Kenny tidak terima. “Putar balik.” “Enggak, aku mau berdua dengan kamu.” “Tapi jangan di hotel juga, bisa kan?” Kenny memandang Eros, pria itu memandangnya balik. “Eros, kita nggak ada hubungan apa-apa selain pertemuan kita kemarin. Berhentilah mengejar aku.” Eros menyungging senyum, “Gimana tadi makan malamnya?” Tanya Eros menatap Kenny ia mengalihkan pertanyannya kepada Kenny. Jujur ia cemburu ketika melihat Kenny bersama pria lain apalagi ketika melihat Kenny tertawa bersama dengan dirinya, ia tidak tahu siapa pria itu, yang pasti pria itu saingan terberatnya. Mobilnya dan mobil pria itu yang mendekati Kenny, tidak jauh bedanya dengan miliknya, yang pasti ia tahu bahwa dia sangat baik secara finansial jika sudah menggunakan mobil mahal itu. Ia tidak tahu bagaimana mendeskripsikan rasa cemburu. Jujur jika cemburu ditahan itu sakit, kalau dikeluarkan malah jadi berantem dan mengganggu ketenangan warga. Cemburu itu sulit diutarakan tapi kalau lihat wajahnya pengen menampar beribu-ribu kali. Cemburu itu tidak bisa ditentukan, kadang muncul tiba-tiba, kadang tiba-tiba saja muncul. Tak kenal waktu, tempat dan situasi. Cemburu itu buta, bisa melupakan seribu senyum dan tawa hanya karena satu colekan dan tatapan. Cemburu itu paranoid hanya karena objek yaitu gebetan yang sepadang dengannya. Dan satu hal lagi, bahwa cemburu itu egois, tidak pernahh menerima alasan. Ia tahu bahwa ia tipe pria yang perhatian, namun jika ada pria lain yang memperhatikan wanita yang dinginkannya, ada perasaan kesal mengenai hal tersebut. Siapa dia? Apa mereka sudah pacaran? Bisa-bisanya ia cemburu pada pria yang mendekati Kenny, padahal sudah jelas Kenny itu bukan kekasihnya. Inginnya tadi, ia membunuh laki-laki b******k yang bersama Kenny. “Fine,” ucap Kenny sekenanya. “Apa pria itu menyukaimu?” “Kamu tidak perlu tahu urusan asmara aku, Eros.” Eros melirik Kenny, wanita itu enggan memandangnya, “Kamu suka bersamanya?” “Dan itu tidak perlu kamu tahu, Eros.” “Kenny.” “Apa lagi?” Kenny menatap Eros, pria itu memanuver mobil dan membelah jalan, dengan kecepatan tinggi, karena jalanan terlihat lengang. “Kamu merasa tidak nyaman dengan aku?” Tanya Kenny. “Bukan nggak nyaman, cuma aku tuh kadang mikir, buat apa menjalin hubungan pria yang statusnya belum jelas seperti kamu.” “Statusku sudah jelas Kenny. Sudah sudah resmi bercerai, hanya tinggal nunggu sidang dua Minggu lagi.” “Terus mau kamu apa?” “Aku sudah mengatakan kepada kamu sejak awal, bahwa aku suka kamu,” ucap Eros diplomatis. “What? Kamu bisa suka dengan seorang wanita yang belum kamu kenal.” “Aku pikir kalau kita proses pacaran itu sama juga dengan proses pendekatan Kenny. Selama pacaran kita bisa menyelami kehidupan masing-masing. Aku bisa belajar karakter kamu seperti apa, kita ngobrol apa saja, dan kamu tahu kepribadian aku. PDKT tidak perlu lama menurut aku, beberapa kali pertemuan saja, dan hati saya klik, maka memutuskan pacaran dengan kamu, justru tidak bertele-tele. Karena rasa ketertarikan itu insting setiap pria. PDKT sekedar pejajakan yang ringan sekali. Apalagi kita sudah tidur sama kamu.” “Kemarin kita juga sudah berciuman dan kamu mencium aku balik, itu sudah menandakan bahwa aku dan kamu memiliki ketertarikan lebih.” “The real deal-nya adalah masa pacaran.” Kepala Kenny seketika pusing mendengar ucapan Eros yang mengajaknya pacaran. Sementara hatinya bingung akan mengatakan apa. Kenny menutup wajahnya dengan tangan beberapa detik, karena efek frustasi. “Aku hanya tidak ingin kalah start dengan pria tadi. Aku harap kamu mengerti tindakan aku,” ucap Eros lagi. Kenny menoleh menatap Eros yang memandangnya, ia menelan ludah. Hatinya bingung, pikirannya berkecamuk. Tadi Andre juga mengatakan hal yang sama menyukainya. Ia tidak menjawab ucapan Eros. Kenny mengerutkan dahi, ketika mobil Eros belok ke kiri, masuk ke area hotel Kempinski Hotel, yang letaknya di Jl. M.H Thamrin, Menteng, Jakarta Pusat. Kenny menelan ludah, ternyata Eros benar-benar membawanya ke hotel. “Kamu bawa aku ke hotel?” Tanya Kenny. “Iya.” “Buat apa?” “Kita ngobrol-ngobrol.” “Aku tidak yakin kalau itu hanya sekedar ngobrol aja.” Eros menyungging senyum, “Aku nggak akan menyakiti kamu. Aku hanya perlu teman ngobrol saja,” ucap Eros lagi. “Kamu nggak nganggap aku w************n kan?” Tanya Kenny lagi. Eros lalu tertawa, “Kalau mengatakan w************n, pahami dulu definisinya. Definisi murahan menurut aku itu orang yang rela dan sadar melakukan hal yang jelas-jelas melanggar norma dan hakikatnya sebagai manusia terutama wanita.” “Stigma itu muncul karena ditujukan ke wanita, karena di era patriarki yang dituntut lebih sempurna.” “Murahan hanya lebel bagi yang menganut norma, selebihnya kita nggak tau kan apa yang dialami wanita tersebut.” “Maksudnya?” Kenny tidak mengerti arah pembicaraan Eros. Pria itu menghentikan mobilnya tepat di lobby hotel, Eros menatap Kenny dan mereka saling berpandangan beberapa detik, “Analoginya seperti ini, Kenny. Misalnya kamu ada sekelompok oran mengenakan cadar lalu menjudge bahwa mereka calon teroris. Padahal itu bukan tolak ukur yang akurat menurut aku. Sama adilnya jika wanita yang mengenakan rok mini dan tang top, sebagian mengatakan murahan? Semua tidak bisa dipukul rata, kita tanpa menyadari telah memiliki bias dan standar ganda.” Kenny menarik nafas, ia memandang Eros membuka sabuk pengaman, “Kita ngapain ke sini?” Tanya Kenny. “Temani saya ngobrol.” “Kamu nggak apa-apain aku kan?” Tanya Kenny, ia juga membuka sabuk pengaman. “Kecuali saya dan kamu khilaf melakukannya.” “Eros.” Eros hanya tertawa, “Aku nggak apa-apain kamu Kenny. Aku tidak akan melakukannya jika salah satu diantara kita tidak ingin. Kemarin kita melakukannya, karena kamu duluan yang mulai.” Eros lalu membuka pintu mobil begitu juga dengan Kenny. Kenny mengikuti langkah Eros menuju counter receptionis. Kenny melihat Eros memberikan kunci mobilnya kepada billboy, Eros tidak lupa mengucapkan terima kasih. Kenny nelangsa dalam hati, kenapa ia mau saja mengikuti Eros ke hotel ini. Kenny melihat Eros melakukan transaksi kepada receptionis, ia melihat di area lobby tidak ada orang, kecuali para staff yang berjaga. Mungkin para tamu hotel sedang istirahat. Penerangan hotel ini sangat baik, elegan dan mewah. Kenny menyelipkan rambut di telinga, jujur selama ia tinggal di Jakarta, baru kali ini menginjakan kakinya di sini. Untuk apa ia ke sini? Apa mereka akan bercinta? Oh Jesus, apa yang harus ia lakukan, sementara besok ia bekerja. Beberapa menit kemudian Eros sudah menyelesiakan transaksinya. Kenny menatap tangan Eros terdapat kunci akses. Eros menyungging senyum dan meraih jemari Kenny, mereka melangkah menuju lift. Kenny menelan ludah, ia melirik Eros yang tampak tenang. “Kamu sering chek ini hotel bersama teman wanita kamu?” Tanya Kenny. Eros menyungging senyum, “Apa itu harus diceritakan juga kepada kamu?” “Aku hanya ingin tahu.” Pintu lift membawa mereka menuju lantai empat, “Pernah dulu dengan mantan aku, waktu masih pacaran. Kalau kamu?” “Saya baru pertama kalinya ke sini,” ucap Kenny. Pintu lift terbuka, Kenny dan Eros melewati koridor yang terhampar karpet berwarna merah. “Aku boleh tanya nggak?” Tanya Eros, memandang Kenny. “Iya apa?” “Apa yang membuat kamu cinta dengan seseorang?” Tanya Eros, ia menghentikan langkahnya, karena nomor 5012 ini tepat di hadapannya, inilah roomnya. Eros menempelkan kartu akses ke daun pintu, terdengar suara kunci kamar terbuka. Eros membuka hendel pintu dan mempersilahkan Kenny masuk. Kenny melangkahkan kakinya ke dalam, ia memandang tempat tidur berukuran king size berdiri kokoh di sana. Di sudut terdapat standing lamp, di sana ada sofa berwarna coklat dan kursi kerja. TV flat berukuran besar di depan tempat tidur. Kenny melirik ke arah kamar mandi, kamar mandi itu luas ternyata dilengkapi dengan fasilitas bathtub yang besar. Ia yakin betapa nyamannya berendam air hangat di sana, sambil menikmati indahnya bundaran HI dari ketinggian. “Apa yang membuat kamu cinta dengan seseorang?” Tanya Eros lagi, ia membuka kulkas, mengambil bir dua kaleng untuk dirinya dan Kenny, agar pembicaraan mereka lebih rileks. Kenny menatap Eros, Eros menyerahkan botol bir itu kepada Kenny, dan Kenny mengambil dari tangannya, “Jujur aku nggak terlalu memperhatikan fisik, aku lebih mencari isi hati seorang laki-laki. Biasanya aku diawali saling mengamati, cara bicaranya, tingkah lakunya, topik pembicaraanya, jika itu tertarik maka aku akan mendekati dan mengenalnya lebih dalam.” “Dekat aja nggak cukup untuk menjalin hubungan, aku harus percaya kepadanya, biasanya itu akan dimulai ada rasa. Apalagi saling berbagi dan memahami, semua terlihat natural, dan aku yakin, aku jatuh cinta padanya.” “Berarti tipe friendzone?” Tebak Eros. “Sepertinya begitu.” Eros memandang Kenny, ia menyurih Kenny duduk di sofa, agar mereka sama-sama menikmati bir sambil memandang bundaran HI dari ketinggian. Kenny duduk tepat di sebelah Eros, ia membuka kaleng bir itu dan menyesapnya. Bir memang selalu menyegarkan menurutnya. Kenny melihat Eros bersandar di sofa dengan tangan menompang di belakang kepala. “Pelajaran apa yang kamu dapatkan selama hubungan percintaan kamu?” Tanya Kenny, ia menyesap bir bintangnya. Eros menarik nafas panjang ia menatap Kenny, ia lalu tertawa, “Kamu harus menanyakan pada diri kamu, why do we need love if in the end it's all about feeding, breeding, protecting?" “Nikah itu menyatukan dua keluarga, dengan masa pacaran, pakai masa itu untuk pendekatan, kalau respon jelek, jangan buru-buru baper, itu bisa diselesaikan. Make sure itu bisa diubah, tidak perlu meninggalkan satu sama lain. Yang penting saling ngomong dan menyampaikan pendapat.” “Dan selanjutnya eksplor kegiatan seks kamu sama pasangan. Ini bukan tabu dan takut, katakan kepada mereka apakah dia sudah cocok dengan ranjang pasangan mereka. Kamu yang berhubungan intim, kamu yang merasakan dan kamu yang tidur. Enggak mau kan kita berhubungan intim dengan wanita dan pria yang tidak cocok dengan kita.” “Kata orang morning s*x boost your day.” “Jangan malu mengatakan kepada pasangan ada yang tidak beres dalam hubungan kamu. ketawa bersama.” “Kamu tau?” “Apa?” “Love found us in several ways. Nggak harus dimulai dari staring each other and be boyfriend and grilfriend. Bisa juga dimulai dari debate, need each other, and even sex.” “I see.” “Sudah waktunya untuk mind our own happiness. Bukan lagi oh aku harus menyenangkan hati pacarku supaya aku nggak diselingkuhin.” “Restu orang tua bukan segalanya, kamu lah yang menentukan segalanya. Kamu yang bertanggung jawab atas kehidupan kamu sendiri.” Kenny tersenyum memandang Eros, ia menyesap bir itu lagi, “Kata-kata kamu sangat bermanfaat. Aku yakin kehidupan kamu seperti naik roller coaster. Ucapan kamu banyak benarnya,” ucap Kenny terkekeh. “Thank you atas sharingnya,” ucap Kenny. “Iya sama-sama.” Eros dan Kenny saling berpandangan beberapa detik, mereka meneguk bir itu bersama, “Kamu pernah melakukan eksperimen dalam bercinta?” Tanya Eros. Kenny menggelengkan kepala, “Enggak, kenapa? Kamu pernah?” “Pingin sih, pernah kepikiran s*x under shower, bercinta diparkiran mall, bercinta di balkon apartemen, di dapur, di sofa.” Kenny tertawa, “Bisa-bisanya kamu ingin bereksperimen seperti itu.” “Yah, sepertilah, sepertinya sangat menyenangkan.” “Kamu pernah mencobanya dengan istrimu?” “Mantan istri Kenny.” “Owh, ya. Aku ralat lagi, pernah mencoba dengan mantan istri kamu?” “Enggak pernah, palingan di ranjang, tidak memiliki memoriable yang berarti.” Kenny menyungging senyum, ia tidak tahu kenapa mereka membahas ranjang di sini. Ia menyesap bir nya lagi menahan gugup. Sementara Eros menatap Kenny, ia pandangi wajah cantik itu. Mereka dua orang dewasa tidak mungkin tidak melakukan apa-apa di sini. Mereka menegak bir, walau masih dalam keadaan sadar. Ini realita kehidupan, tidak semua yang mau dalam hidup selalu di dapati, begitu dengan cinta. Eros merasa nyaman dengan segala keadaan dan kondisi ini, ia sudah berdamai dengan hatinya dan kehidupan ini tidak semua tanteng cinta. Membahas apa saja dengan Kenny, begitu menyenangkan, ia merasa di hargai dan di dengarkan olehnya. Dia tipe wanita yang mandiri dan dewasa. Tutur kata kepada lawan bicara terdengar santun dan lembut, membuat daya tarik itu kuat menurutnya. “Mau bercinta dengan aku lagi?” Tanya Eros pada akhirnya. Kenny lalu menoleh, memandang Eros, ia menelan ludah. Ia bingung akan berbuat apa, ketika pria itu mengajaknya bercinta. Ia tahu bahwa pada akhirnya akan melakukan itu, karena sangat mustahil jika hanya ngobrol saja di kamar mewah ini, jika tidak menikmati tempat tidur yang super empuk di sana. Ia masih ingat betul bagaimana Eros menciumnya, itu membuatnya hilang kendali. Lalu bagaimana jika bercinta, ia pernah bercinta sebelumnya saat pertemuan pertama. Namun ia tidak terlalu merasakannya, karena efek brandy yang mereka tegak. Ia yakin, pria itu sangat pandai memanjakan wanitanya, karena dia sangat berpengalaman atas hal itu. “Kenapa?” Tanya Kenny. “Aku merasa kamu juga menginginkannya,” ucap Eros. Kenny menyesap bir bintannya lagi, bagaimana pria itu bisa tahu bahwa ia juga menginginaknya. Kenny dan Eros saling berpandangan beberapa detik. Kenny tidak sanggup berhadapan dengan Eros lebih lama, karena bisa jadi ia tidak bisa mengontrol dirinya. Kenny beranjak dari sofa, ia memilih mendekati jendela dan menatap pemandangan bundaran HI dari ketinggian. Eros meletakan keleng bir nya di meja, ia mendekati Kenny dan mereka menatap pemandangan yang sama. “Ken…” Kenny menoleh dan memandnag Eros, “Iya.” “Kamu belum jawab ...” “Apa aku harus menjawab.” “Iya.” “Besok aku kerja, Eros.” “Apa hubungan kerja dengan bercinta?” “Aku …” “You want?” “Apa aku perlu menjawab.” “Kamu hanya perlu menjawab iya atau tidak. Aku tidak memaksa Kenny. Tapi aku merasa kamu menginginkannya juga.” “Sok tau.” Eros lalu tertawa, “Aku, memang sok tau.” Kenny ikut tertawa, “Dasar kamu, ya.” “Bagaimana?” “Eros.” Eros seketika menarik pinggang Kenny dan merapatkan tubuhnya, sehingga tidak ada lagi jarak diantara keduanya. Kini hembusan nafas terasa dipermukaan wajahnya. Mereka saling mantap merasakan getaran dikeduanya. Jika diukur tinggi badan Kenny hanya sebatas dagunya, “Tinggi badan kamu berapa, hem?” Tanya Eros penasaran. “163. Kamu berapa?” Kenny mendongakan wajahnya menatap Eros. “Untuk ukuran wanita sangat ideal. Aku 180.” “Perfect,” ucap Kenny. “Kamu cantik sekali.” “Gombal.” “Aku bukan anak ABG lagi Kenny, yang mengeluarkan kata gombal.” Kenny tertawa, sehingga Eros merasakan getaran pada wajahnya, Eros mendekati telinga Kenny, “Aku mau lihat tato kamu lagi,” bisik Eros, yang membuat Kenny merinding. “Liat aja.” “Barati kamu menyetujuinya” Kenny tersenyum dan mengangguk, “Yes.” “Sweet Jesus.” Bisik Eros. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN