Pria Baik

1014 Kata
Dirga membasuh tubuhnya dengan rahang mengeras. Masih mengingat akan perdebatan dirinya bersama Alana beberapa menit lalu. Entah mengapa putri tirinya itu dengan mudahnya mengatakan jika dirinya bernafsu melihat tubuh gadis itu. Jujur saja, Dirga memang merasa syok saat melihat Alana dalam balutan handuk mini yang mempertontonkan lekuk tubuhnya. Namun dia tidak sampai merasa bernafsu melihat putrinya itu. Hal itu hanyalah respon alamiah dari seorang pria pada lawan jenisnya ketika baru pertama kali melihatnya. Pria itu menyugar rambutnya yang basah dengan gerakan slow motion. Membuat aura tampannya semakin terpancar. Dia menyudahi acara mandinya setelah merasa sudah cukup. Dirga keluar dari kamar mandi hanya dengan handuk yang melingkar di pinggangnya. Menyembunyikan keperkasaannya yang masih tertidur lelap menanti kehadiran sarangnya. Dia baru saja selesai menggarap sawah miliknya sendiri sehingga membuatnya bebas untuk pulang kapan saja. Berkat jerih payahnya itu, dia bisa mencukupi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Namun ketika musim kemarau tiba, Dirga akan dengan senang hati mengumpulkan kayu bakar di hutan untuk dijual lagi pada tetangganya yang membutuhkan. Hitung-hitung sebagai uang tambahan baginya. Masih dengan bertelanjang d**a dan hanya menggunakan handuk sebagai penutup tubuh bawahnya, Dirga berjalan menuju ke kamarnya. Namun saat melewati ruang tengah rumahnya, dia melihat Alana tengah berbaring telentang di atas karpet usang dengan hanya mengenakan tanktop dan hotpans saja. Dirga menggelengkan kepalanya tak habis pikir dengan kelakukan putri tirinya. Mengapa gadis itu susah sekali untuk dinasihati. Tak ingin mempedulikan keberadaan gadis itu, Dirga pura-pura tak melihat Alana. Dia berjalan santai menuju kamarnya tanpa ingin menoleh ke arah gadis itu. "Sial. Dia pura-pura nggak liat Alana." decak Alana sebal saat ayah tirinya tampak begitu saja melewatinya. Gadis itu mendengus sebal dan berguling-guling di atas karpet usang yang sudah sangat tipis. Melampiaskan kekesalannya pada ayah tirinya yang bersikap acuh padanya. Gadis itu menegakkan tubuhnya dan menatap lorong yang mengarah ke kamarnya dan kamar orang tuanya dengan pandangan sebal. "Awas aja. Alana nggak akan semudah itu nyerah." kata Alana penuh tekad. Di sisi lain, Dirga tengah berganti baju di dalam kamarnya. Sebenarnya dia ingin beristirahat sejenak dengan berbaring di depan TV sembari menontonnya. Namun dia mengurungkan niatnya karena mendapati Alana berada di sana. Pria itu memakai kaos berwarna biru muda yang sudah hampir pudar warnanya dipadukan dengan celana pendek selutut berwarna grey. Rambut hitam legamnya yang basah sengaja tidak dia sisir dan hanya dia rapikan dengan tangan saja. Dirga memang berpenampilan sangat sederhana dalam kesehariannya. Namun pria itu selalu tampak tampan dan memukau dalam keadaan apapun. Pria itu mematut dirinya di depan cermin dengan pandangan seksama. Dia kembali mengingat akan wajah pongah Alana yang dengan percaya dirinya mengatakan jika dia tergoda akan tubuh gadis itu. Dirga memang terkejut karena baru pertama kali melihat Alana dalam balutan handuk mini itu. Selama seminggu tinggal di rumahnya, gadis itu jarang sekali keluar dari kamarnya. Dan hari inilah untuk pertama kalinya Dirga melihat Alana keluar dari kamar mandi dalam keadaan seperti itu. Mendengus pelan, Dirga memilih untuk keluar dari kamarnya dan pergi menuju dapur. Sepertinya segelas kopi panas di siang hari akan membuat pikirannya sedikit tenang. Membuang napas kasar, dia lupa jika harus melewati ruang tengah, dimana terdapat Alana yang sedang berbaring di depan TV. Mendengar langkah kaki yang mendekat membuat Alana yang semula berbaring telentang buru-buru mengubah posisinya menjadi berbaring menyamping. Gadis itu pura-pura memejamkan matanya untuk melihat apa yang akan dilakukan Dirga saat melihatnya tertidur. Dirga mengernyit saat melihat Alana tengah berbaring membelakanginya dengan TV yang masih menyala. Pria itu menggelengkan kepalanya pelan sebelum mematikan saluran TV tersebut. "Cepat sekali dia tertidur." gumam Dirga sembari mendekati Alana. Pria itu berjongkok, menatap tubuh belakang Alana dengan pandangan tak terbaca. Dia meringis karena merasa kasihan dengan posisi tidur Alana yang tampak tidak nyaman. Gadis itu hanya beralaskan karpet tipis dan sebelah lengannya sebagai bantal. Dirga mencoba membangunkan Alana dengan memanggil namanya. Namun dasar Alana yang memang sengaja tidak menghiraukan panggilan Dirga. Pria itu masih mencoba membangunkan putri tirinya. Kali ini dengan menggoyangkan lengannya. Namun sepertinya Alana terlalu nyenyak dalam tidurnya hingga tidak kunjung bangun. Membuang napasnya pelan, Dirga akhirnya memutuskan untuk membopong tubuh Alana ke dalam gendongannya. Pria itu tak sekalipun menoleh ke wajah gadis itu. Dia hanya menatap lurus ke depan tanpa menyadari jika gadis yang dia gendong tengah menatapnya dengan pandangan tak terbaca. "Kenapa dia gendong Alana? Jangan-jangan.." Ceklek Alana kembali memejamkan matanya saat Dirga membawa dirinya masuk ke dalam kamarnya. Pria itu dengan hati-hati meletakkan tubuh Alana di atas kasur keras yang ada di ruangan sempit itu. Lagi-lagi Dirga membuang napas beratnya. Menatap wajah Alana yang tampak sangat pulas di dalam tidurnya. Pria itu mendudukkan tubuhnya di sisi ranjang yang kosong. Dan menatap Alana dengan pandangan teduhnya. "Kamu pasti tidak nyaman tidur di kamar sempit seperti ini." ucap Dirga bermonolog sembari mengitari ruang kamar Alana dengan netra kelamnya. "Andai kamu tau, Alana. Saya sudah mencoba untuk membuat Sintia menjauhi saya. Saya bukan pria kaya raya seperti Tuan Danu. Hidup Sintia akan menderita jika memutuskan untuk bersama saya. Tapi sedari dulu dia memang bebal. Dia memilih untuk bersama saya yang hanya seorang petani di desa terpencil ini." Dirga kembali berucap dengan panjang lebar. Dirga tertawa kecil karena merasa bodoh sudah mengajak bicara Alana yang sedang tertidur. Gadis itu tidak mungkin mendengar ucapannya. Namun entah mengapa Dirga terus ingin berbicara. "Saya sangat ingin dekat dengan kamu sebagai ayah dan anak. Tapi saya merasa kamu susah sekali untuk didekati." kata Dirga lagi. "Saya sadar, mungkin kamu merasa malu karena mendapat ayah tiri yang tidak bisa diandalkan seperti saya." ujar Dirga merendahkan dirinya sendiri. Alana yang sedari tadi mendengar dengan jelas apa yang diucapkan oleh Dirga merasa terhenyak. Gadis itu sudah salah sangka dengan ayah tirinya. Dirga pria yang baik, dan pengertian. Jika Dirga pria yang buruk, dia bisa saja menyerangnya saat ini juga. Dan memaksanya untuk berhubungan badan. Namun pria itu tidak melakukannya. Dia justru dengan perhatian membawanya ke dalam kamar agar bisa tidur dengan nyenyak. Alana merasa jahat karena sudah berpikiran buruk pada pria itu. Dia ingin sekali mengatakan jika dia tidak pernah merasa malu mendapatkan ayah sambung seperti Dirga. Semua sikapnya selama ini hanya sebagai bentuk kekecewaannya terhadap hidupnya saat ini. "Maafin Alana, Ayah." bisik Alana dalam hati. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN