Alana mendengus saat tak mendapati siapapun berada di dalam rumah. Gadis itu mengerang kesal, tak tau harus melakukan apa di rumah yang membosankan ini.
Dulu ketika dia masih tinggal di kota, Alana akan dengan mudah pergi ke mall atau cafe bersama para temannya. Namun sekarang keadaannya telah berbeda. Tidak ada mall ataupun cafe yang bisa Alana kunjungi.
Tempat tinggalnya saat ini hanya dikelilingi oleh hamparan sawah dan pegunungan. Tidak ada gedung-gedung tinggi pencakar langit sebagai pemandangan yang Alana lihat sekarang.
Gadis itu membuang napas berat saat merasakan hawa panas mulai menyengat kulitnya. Hanya ada kipas usang yang berada di pojok ruang tamu yang bisa Alana gunakan untuk menghalau rasa gerah yang saat ini dia rasakan.
Kaos tipisnya sudah dia tanggalkan menyisakan tanktop hitam yang membentuk tubuh sintalnya. Sedangkan rok mini yang dia kenakan sudah tersingkap menampilkan dalamannya.
"Huft.. kenapa panas banget sih hari ini." keluh gadis itu untuk kesekian kalinya.
Alana menyandarkan kepalanya pada sandaran kayu yang terasa keras. Membuat tengkuknya terasa sakit. Pening mulai melanda kepalanya.
Tok.. tok..
Bunyi ketukan pintu membuat Alana yang hampir tenggelam dalam kantuknya seketika tersentak. Gadis itu berdecak saat mendengar seseorang tak hentinya mengetuk pintu rumahnya berkali-kali.
"Ish.. siapa sih yang ganggu." decak Alana terpaksa beranjak dari tempatnya.
Ceklek
Alana menatap sebal pada pria dewasa yang ada di depannya. Kedua tangannya bersidekap, membuat dadanya membusung indah di depan mata pria itu.
"A-Alana? Ayah kira kamu sedang keluar rumah." kata Dirga mencoba basa-basi.
Alana tak menanggapi ucapan ayah tirinya dan berlalu begitu saja dari depan pria itu. Membuat Dirga menggaruk tengkuknya merasa malu karena diabaikan.
Alana kembali pada posisinya. Duduk setengah berbaring di depan kipas yang masih menyala. Dirga yang sejak tadi melihat apa yang dilakukan oleh Alana hanya geleng-geleng kepala.
"Kenapa tidak mandi saja jika merasa gerah?" tanya Dirga yang kembali menutup pintu rumah.
Alana menatap lurus atap-atap rumahnya. Baru kemudian menatap ayah tirinya yang ikut duduk tak jauh dari tempatnya.
"Ribet. Harus ngambil air dulu dari sumur." jawab Alana ketus.
"Ya sudah, biar Ayah saja yang ambilkan air untuk kamu." kata Dirga menawarkan diri.
Tanpa menunggu jawaban dari Alana, pria itu sudah lebih dulu pergi. Membuat gadis itu mendengus pelan dengan sikap ayah tirinya yang menurutnya sok perhatian.
"Kenapa dia mau repot-repot ngurusin Alana? Itu nggak akan bikin Alana luluh." gumam gadis itu dengan tatapan datar.
Gadis itu mencoba menutup matanya. Kantuknya mulai hadir kembali seiring dengan angin sepoi-sepoi yang menerpa wajahnya. Namun Alana tak kunjung tertidur saat mengingat ayah tirinya yang kini berada di halaman belakang dan sedang mengambilkannya air.
Tanpa sadar gadis itu beranjak dari tempatnya dan menyusul Dirga. Berdiri kaku di pintu belakang sembari melihat apa yang tengah ayah tirinya itu lakukan.
"Lama ya? Maaf, Ayah juga sekalian ambil air untuk mandi." kata Dirga yang menyadari akan kehadiran Alana.
Gadis itu berjalan mendekati Dirga yang masih sibuk memompa air dari sumur. Netra coklatnya tanpa sadar terfokus pada otot bisep Dirga yang tampak mengencang setiap pria itu menarik tuas pompa ke bawah.
"Sial. Kenapa Alana jadi liatin itu sih." decak gadis itu mencoba mengalihkan perhatiannya dari lengan kekar milik ayah tirinya.
|•|
Alana keluar dari kamar mandi dengan keadaan lebih segar. Gadis itu hanya mengenakan handuk putih kecil yang hanya mampu menutupi sebagian d**a dan pahanya.
Dirga yang baru saja masuk dari pintu belakang seketika mematung. Menatap sosok cantik nan sexy di depannya dengan pandangan terkesiap.
"A-Alana? Kenapa kamu hanya memakai handuk kecil seperti itu? Bagaimana jika ada orang lain yang melihatnya?" tanya Dirga dengan tatapan tajamnya.
Alana yang tadinya sibuk menyisir rambutnya yang basah dengan jari-jari tangannya berdecak sebal. Menatap tidak suka ke arah Dirga yang masih berdiri di ambang pintu.
"Berisik ih. Lagian siapa juga yang mau liat? Orang di dalem rumah." kata Alana sewot.
"Walaupun begitu tetap saja kamu tidak boleh seperti itu. Apalagi ada ayah di rumah. Bagaimanapun ayah juga seorang pria." ujar Dirga mencoba memberi pengertian.
Alana mendengus pelan. Netra coklatnya memicing dengan pose berkacak pinggang. Menatap ayah tirinya dengan skeptis.
"Emangnya kenapa? Jangan bilang Ayah nafsu liat badan Alana?" tanya Alana dengan raut menyelidik.
Dirga tak percaya dengan apa yang diucapkan Alana. Tidak mungkin dia merasa bernafsu melihat putri tirinya sendiri.
"Kamu ini bicara apa? Tidak mungkin Ayah seperti itu." kata Dirga dengan tawa yang dipaksakan.
Bukannya menghentikan perdebatan itu dan menerima jawaban dari Dirga, Alana justru kembali memantik emosi dari pria itu.
Gadis itu berjalan dengan langkah pelan menuju ayah tirinya yang masih berdiri kaku dengan alis terangkat naik menatap ke arahnya. Alana lalu berhenti tepat di depan pria itu.
"Ayah yakin nggak tertarik liat tubuh Alana?" tanya Alana yang sepertinya sudah mulai hilang akal.
"Maksud kamu apa, Alana?" tanya Dirga dengan tatapan nyalang.
"Nggak usah munafik, Yah. Alana yakin Ayah pasti nafsu liat tubuh Alana sekarang, kan?" smirk Alana dengan wajah pongah.
Dirga yang mendengar jika gadis di depannya ini telah berburuk sangka padanya akhirnya naik pitam. Dia menatap Alana dengan pandangan yang sangat tajam.
"Singkirkan pikiran kotor kamu itu, Alana." sentak Dirga dengan mata memerah.
Dia menatap remeh tubuh Alana dari atas hingga bawah. Lalu mendecih pelan dengan wajah sinis.
"Tubuh kurus kering seperti ini tidak akan membuat saya bernafsu. Mama kamu lebih menarik daripada kamu yang masih kecil ini." kata Dirga sinis dan berlalu meninggalkan Alana yang mematung mendengar apa yang baru saja diucapkan oleh Dirga.
Brak
Alana menoleh ke belakang dengan cepat. Menatap pintu kamar mandi yang baru saja Dirga tutup dengan keras. Gadis itu merasa tidak terima dengan apa yang Dirga ucapkan padanya.
"Apa dia buta? Tubuh menggoda kaya gini dibilang kurus kering? Dasar katarak." decak Alana sebal.
Gadis itu menutup pintu belakang dengan keras dan berjalan menuju kamarnya dengan kaki yang tak berhenti menghentak kesal. Dia masih merasa marah dengan ucapan Dirga.
Alana menatap pantulan dirinya di depan cermin yang terpasang bersama lemari kayu yang ada di depannya. Gadis itu meluruhkan handuk kecil yang melingkar di dadanya hingga membuatnya telanjang bulat.
Alana memutar tubuhnya berkali-kali untuk memperhatikan bentuk tubuhnya yang Dirga bilang tidak menarik.
"Awas aja. Alana bakal buat Ayah ngakuin kalo tubuh Alana lebih sexy dari Mama." ujar Alana dengan senyum sinis.
***