Firasat yang Terbukti

1442 Kata
    Makaila terlihat begitu pucat. Bagaimana mungkin dirinya tidak pucat jika saat ini dirinya tengah duduk di atas pangkuan Bara. Tentu saja, Makaila merasa jika posisinya ini sangat tidak aman. Ya, tidak aman sebagai seorang target pembunuhan, dan tidak aman sebagai seorang gadis. Ayolah, Bara itu adalah pria yang sudah dewasa, dan Makaila yakin jika Bara adalah pria yang normal. Tentu saja, sebagai seorang gadis, Makaila merasa jika posisi ini sangatlah berbahaya. Namun, Makaila sama sekali tidak bisa berutik. Saat ini Makaila berusaha untuk tidak bergerak berlebihan dan memilih untuk fokus dengan pelajaran yang tengah tersaji di hadapannya.     “Sekarang, kerjakan sesuai dengan cara yang aku jelaskan barusan. Jika salah, aku tidak akan berpikir dua kali untuk memberikan hukuman padamu. Tapi, jika kau berhasil mengerjakannya dengan baik, maka aku akan memberikan hadiah yang tentu saja akan menyenangkan,” bisik Bara tepat di telinga kiri Makaila. Bisikan itu jelas membuat Makaila merinding bukan main. Namun, Makaila berusaha untuk fokus dan segera mengerjakan soal logaritma yang terlihat begitu rumit. Bahkan, Makaila memerlukan cukup banyak waktu dan kertas untuk memecahkan sebuah soal tersebut.     Namun, Bara sama sekali tidak mengganggu apa yang tengah dikerjakan oleh Makaila. Bara lebih memilih untuk melingkarkan kedua tangannya pada pinggang ramping Makaila. Ternyata saat fokus, Makaila sama sekali tidak menyadari apa yang dilakukan oleh Bara. Makaila masih saja tetap fokus dengan apa yang ia kerjakan, hal itu membuat Bara merasa tergelitik. Pria satu itu menenggerkan dagunya pada bahu mungil Makaila dan mengamati apa yang tengah dikerjakan oleh Makaila. Mau tidak mau, Bara menyunggingkan senyumnya saat melihat jika Makaila mengerjakan tugasnya dengan sangat baik.     Bara pun mulai memikirkan apa hadiah yang akan ia berikan pada Makaila, karena Bara yakin jika Makaila bisa mengerjakan tugasnya dengan baik. Meskipun niat awal Bara menyamar menjadi seorang guru privat adalah untuk melaksanakan rencananya menjerat Makaila, tetapi Bara rasa tidak ada ruginya untuk mengajarkan pelajaran yang memang dibutuhkan oleh Makaila. Tentu saja, bagi seseorang seperti Bara, kecerdasan adalah hal yang paling utama. Bara adalah seorang bos dalam dunia kriminal, jadi dirinya memang perlu memiliki ketajaman insting yang berbading lurus dengan kecerdasan yang ia miliki.     Mengingat mengenai profesinya, Bara sendiri merasa jika dirinya sudah tidak sabar  untuk mengungkapkannya pada Makaila. Selama ini, tentu saja Bara bisa menebak jika Makaila hanya sekadar berpikir bahwa Bara hanyalah seorang penjahat yang tidak segan untuk membunuh seseorang. Namun, nyatanya Bara bukanlah penjahat yang memiliki kejahatan sebatas itu. Sayangnya, Bara tidak bisa mengatakannya saat ini juga. Karena Bara harus melakukan semuanya sesuai dengan rencana, agar apa yang ia lakukan terkendali dan sukses seperti yang ia harapkan.     Bara tersadar saat Makaila berseru, “Ah, sudah selesai!”     Bara pun menatap hasil kerja Makaila yang memang ditunjukkan secara bangga oleh Makaila. Bara meneliti setiap angka demi melihat apakah memang ada angka yang salah. Namun, sesuai dengan perkiraan sebelumnya, Makaila sama sekali tidak melakukan kesalahan dalam proses pengerjaan hingga mendapatkan hasil yang tepat dengan perhitungan Bara sebelumnya. Makaila yang masih duduk di pangkuan Bara yang duduk lesehan di kamar pribadinya, tentu saja merasa harap-harap cemas. Meskipun Makaila yakin dirinya sudah mengerjakannya dengan sangat baik, tetapi Makaila tidak bisa menahan diri untuk merasa gugup. Makaila tidak ingin mendapatkan hukuman dari Bara.     Makaila memang belum tahu hukuman apa yang akan diberikan oleh Bara padanya. Namun, mengingat Bara yang bahkan tidak berkedip saat menarik pelatuk dan membunuh seseorang, Makaila yakin jika hukuman yang akan diberikan oleh Bara pastinya terasa sangat mengerikan. Karena itulan, Makaila berusaha untuk mengerjakannya dengan sebaik mungkin, penuh ketelitian dan kehati-hatian. Mungkin, bisa dibilang Makaila merasa jika dirinya tengah mengerjakan soal ujian seperti dirinya sekolah dulu. Hanya saja, tekanan yang ia rasakan saat ini jelas terasa lebih mencekam karena ada Bara yang mngawasi serta menilai hasil kerjanya.     Bara mengangguk dan mengambil bolpoin merah untuk menilai beberapa poin. Bara menuliskan sesuatu sembari berkata, “Daripada menggunakan cara sepanjang itu, lebih baik kau menggunakan cara seperti ini. Jelas, saat ujian cara yang aku berikan ini akan lebih menguntungkan karena menghemat waktu.”     Makaila tentu saja dengan fokus mengamati apa yang tengah ditulis dengan cepat oleh Bara. Sedikit banyak, Makaila sendiri merasa begitu takjub dengan kemampuan Bara. Karena Bara memang memiliki kemampuan yang sangat baik jika disebut sebagai seorang tenaga pengajar. Dengan kemampuan tersebut, Makaila curiga jika kemungkinnan Bara memang berprofesi sebagai seorang guru. Namun, mengingat Bara yang bahkan memiliki senjata api dan pernah membunuh, rasanya sangat mustahil jika Bara memang adalah seorang tenaga pengajar yang resmi. Apa mungkin, Bara repot-repot belajar dan berusaha menjadi pengajar demi menjerat Makaila? Makaila berusaha untuk menepis pemikirannya tersebut dan memilih untuk kembali fokus dengan apa yang tengah diajarkan oleh Bara.     Setelah selesai menunjukkan cara mudah serta singkat, Bara meletakkan bolpoinnya dan bertanya, “Apa kau mengerti dengan cara ini?”     Makaila tidak menoleh untuk menatap Bara yang jelas tengah mengamatinya. Makaila tetap fokus dengan cara yang ditunjukkan oleh Bara dan malah menjawab, “Bisakah kamu memberikan soal yang lain untukku? Aku ingin mencoba cara yang baru kamu ajarkan.”     Bara yang mendengar perkataan Makaila merasakan pergolakan batin. Di satu sisi, sebagai seseorang yang mengajarkan, Bara merasa senang karena Makaila memiliki semangat untuk belajar. Namun di sisi lain, Bara merasa kesal setengah hidup dengan apa yang dilakukan oleh Makaila. Kenapa? Karena rasanya, Bara kalah menarik dengan soal matematika yang saat ini tengah dipandangi dengan penuh minat oleh Makaila. Hanya saja, Bara sama sekali tidak keberatan untuk membuat sebuah soal yang baru untuk Makaila. Bara jelas ingin mengetahui kemampuan Makaila.     Perkiraan Bara mengenai Makaila yang memang memiliki kecerdasan dalam bidang akademik memang benar adanya. Hal itu terbukti dengan Makaila yang dengan mudah menerapkan apa yang baru saja diajarkan oleh Bara. Makaila berseru senang setelah mengerjakan soal tersebut dan meminta Bara untuk memeriksa hasil kerjanya. “To-tolong periksa hasil kerjaku,” ucap Makaila antusias dengan hasil kerjanya, dan seakan-akan lupa jika sosok yang tengah memangkunya saat ini adalah sosok yang seharusnya sangat ia hindari.     Bara pun menarik buku Makaila agar mudah ia lihat. Bara kembali mengangguk dan memberikan nilai sempurna karena Makaila mengerjakannya dengan sangat baik. Makaila yang melihat hal itu tentu saja tersenyum dengan senangnya, hingga kedua pipinya yang putih merona dengan cantiknya. Tentu saja itu adalah pemandangan langka bagi Bara yang selama ini selalu disuguhkan dengan raut ketakutan yang pucat pasi. Melihat raut senang ini, Bara pun seakan-akan mendapatkan ide cemerlang sebagai hadiah yang akan ia berikan pada Makaila.     Bara berdeham dan berkata, “Karena kau berhasil mengerjakan dua soal dengan sangat baik, maka aku akan menepati janjiku untuk memberikan hadiah atas kerja bagus ini.”     Mendengar hal itu, Makaila pun tersadar dari rasa senangnya dan mengernyitkan keningnya dalam. Tentu saja ia merasa penasaran dengan hadiah yang akan diberikan oleh Bara tersebut. Makaila pun menoleh sembari bertanya, “Apa hadiah yang akan kamu beri—”     Namun, belum juga Makaila menyelesaikan apa yang ia tanyakan, Bara sudah lebih dulu menahan bagian belakang kepala Makaila dan menanamkan sebuah kecupan pada bibir penuh Makaila. Jelas Makaila terkejut dan berusaha untuk menjauhkan diri, hanya saja Makaila kalah cepat karena sebelumnya Bara sudah menahan kepalanya. Apa yang dilakukan oleh Bara tidak sampai di sana saja, Bara juga mengulurkan tangannya yang bebas untuk meremas salah satu buah d**a Makaila. Darah seakan-akan surut dari wajah Makaila, dan menyisakan rona pucat yang begitu kentara.     d**a Makaila mulai terasa begitu sesak saat dirinya tidak bisa bernapas dengan baik. Tubuhnya bergetar hebat, disusul keringat dingin yang mengucur deras. Makaila benar-benar takut, hingga tidak lagi bisa mempertahankan kesadarannya dan lunglai dalam pelukan Bara yang sebenarnya sudah mulai b*******h. Melihat Makaila yang sudah tidak sadarkan diri dalam pelukannya, Bara pun tidak bisa menahan diri untuk memaki, “s**t! Apa aku terlalu berlebihan?”     **         “Aa!!” teriak Makaila sembari tersentak dari posisi berbaringnya. Keringat dingin mengucur deras mengiringi air mata yang terus saja menetes di sudut kedua matanya.     Mendengar jeritan putrinya, Edelia yang semula tengah menyiapkan makan malam, segera berlari dan masuk ke dalam kamar Makaila masih dengan celemek yang ia kenakan. Edelia duduk di tepi ranjang dan menyeka keringat dingin di kening serta pelipis putrinya. “Sstt, Sayang. Tenanglah, itu hanya mimpi buruk. Mama ada di sini, tenanglah,” ucap Edeli mencoba menenangkan putrinya.     Makaila yang mendengar hal itu menggigit bibirnya dengan kuat. Tidak, apa yang membuatnya bangun bukanlah mimpi biasa. Itu adalah hal yang benar terjadi tadi siang. Bara sudah melecehkan dirinya. Namun, Makaila tidak mungkin mengatakan hal tersebut pada Edelia. Karena hal itu sama saja dengan mengungkapkan identitas sesungguhnya dari Bara, itu artinya Edelia juga akan  berada dalam bahaya. Tentu saja, Makaila tidak mau keluarga satu-satunya ini mendapatkan masalah bahkan berada dalam bahaya. Makaila tidak ingin.     Makaila memeluk ibunya dengan erat dan menumpahkan isak tangisnya di sana. Makaila tidak ingin ibunya dalam bahaya, karena itulah Makaila akan berusaha menanggung semua ini sendirian. Makaila akan berusaha sekuat tenaga untuk itu. Walaupun Makaila sendiri tidak yakin, akan sejauh mana dirinya bisa bertahan dengan situasi yang jelas terasa menyesakkan ini. Makaila hanya bisa berdoa, agar Tuhan segera mengulurkan tangannya dan memberikan pertolongan pada Makaila agar segera terlepas dari jeratan Bara.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN