Chapter 17

1320 Kata
Rans dan Diana pergi menuju lab, pintu besi di lewati oleh Diana dan Rans, lelaki itu bersiul panjang melihat alat-alat yang ada di lab tersebut. “Wow, tempat ini sangat rapih.” “Jangan mengejekku, aku tak sempat untuk membersihkannya.” sahut Diana, lagi-lagi Rans tertawa sampai sepasang mata lelaki itu melihat Max yang duduk di tempat khusus dengan beberapa alat yang terpasang. Rans memperhatikan Max dengan seksama, benar-benar tidak ada bedanya dengan tubuh manusia normal, Max memiliki tubuh sempurna hanya saja dia adalah humanoid, Rans mendekat, menyentuh beberapa bagian yang Diana buat di tubuh Max. “Kau pandai sekali menciptakan sebuah robot yang nyaris sempurna seperti ini.” Sekali lagi Rans bersiul, namun tak di duga sebuah pukulan di terima oleh Rans di kepalanya, lelaki itu mengaduh sebelum berbalik. “Paman, kenapa kau memukulku?” protes Rans sembari mengusap bagian kepala yang habis kena pukulan. “Rans? Ah maaf, aku tidak tau kau yang berdiri di sana.” Profesor langsung membuang alat yang ia gunakan memukul Rans ke sembarang arah. Diana datang dari arah lain, “Kau kenapa?” tanya Diana pada Rans. “Ayahmu memukulku, tapi tunggu,” Rans menatap Diana dan Profesor bergantian. “kau bekerja sama dengan ayahmu untuk membuat humanoid ini?” “Sudah jangan kau bahas, biarkan saja orang lain tau ayahku adalah seniorku.” jawab Diana acuh. “Apa masih sakit?” profesor berniat melihat luka yang ia hasilkan karena pukulan tadi, namun tangannya justru menekan bagian yang mungkin saja memar di kepala Rans. “Aw! Paman, apa kau ingin menyiksaku?!” Rans langsung menghindar dari tangan ayah Diana. “Aku hanya ingin memastikan seberapa besar luka yang aku buat untuk kepalamu agar bisa segera di obati.” “Baiklah aku baik-baik saja, apa kalian mengijinkan aku melihat Max? Itu nama untuk Humanoid ini kan?” tanya Rans. Diana meletakkan satu box peralatan di meja dekat Max berada. Rans mendekat melihat alat-alat yang ada. “Akan kau apakan humanoidmu?” “Aku akan melepaskan processor lama, memindahkan datanya agar jika processor baru sudah datang, aku tinggal memasangkannya lagi tanpa perlu khawatir data yang sudah Max pelajari hilang.” “Butuh bantuan?” saran Rans, Diana mengangguk. ____ Di tempat lain, Emily masih memangku laptop untuk menulis kelanjutan dari ceritanya, mungkin cerita itu akan Emily buat selama satu bulan yang ia lewati bersama Max dengan tambahan sedikit bumbu pemanis yang tentu saja tak ada di kehidupan nyata. Sesekali Emily menggeram jengkel saat writter block menghalangi pikirannya, ia kehilangan ide karena sumber idenya sejak kemarin di bawa oleh Diana, entah kenapa tapi baru kali ini Emily berharap ada orang lain tinggal di rumahnya sedikit lebih lama agar ia bisa menyelesaikan buku terbarunya dengan maksimal. Laptop hampir saja Emily banting jika ia tidak ingat kalau di dalam laptop itu ada cukup banyak data penting. Helaan nafas berat di hembuskan, file yang sudah berhasil di ketik di simpan sebelum Emily menyudahi menulis n****+. Waktu baru menunjukkan pukul tujuh pagi, sejak pukul lima tadi Emily sudah tidak bisa tidur dan memilih melanjutkan cerita yang ia tulis. Biasanya pada pukul delapan Max ada di dapur menyiapkan makanan yang enak dan berbeda setiap hari, Emily seolah di manjakan oleh masakan Max, setelah lelaki itu tak ada, Emily jadi ingin membuat masakan yang serupa dengan Max meski Emily yakin rasanya tak sama dengan buatan Max. Dengan di hadapkan cukup banyak jenis bumbu masakan, Emily membuka aplikasi merah untuk menonton tutorial memasak. Ada satu masakan yang sama persis dengan yang pernah Max buat, alhasil Emily mencoba membuat masakan yang sama. Setengah jam lebih berkutat di dapur, di temani oleh tutorial yang sedang Emily ikuti, beberapa menit setelahnya masakan sudah selesai di buat, hanya saja tampilannya sama sekali berbeda dengan yang di contohkan oleh video yang Emily ikuti sejak tadi. “Aku harap rasanya tidak mengecewakan.” ucapnya. Satu sendok suapan di masukkan ke dalam mulut, Emily mengernyit. “Buatan Max sembilan puluh persen lebih enak dari yang aku buat sekarang, tapi sudahlah, aku sudah membuatnya susah payah jadi aku harus memakannya.” Entah akan berapa lama Emily tidak bekerja, uang yang Raffael kirim masih cukup banyak dan belum tersentuh sama sekali, tapi jika ia terlalu lama menganggur pasti akan membuat kemampuannya dalam hal pekerjaan berkurang, selain menulis, Emily sepertinya juga butuh pekerjaan baru. Selesai menyantap makanan, kembali Emily membuka laptopnya, mencari pekerjaan secara daring, mungkin saja ada sebuah perusahaan terdekat yang sedang butuh karyawan baru. ketika sibuk mencari lowongan pekerjaan, suara bell berbunyi, segera Emily berlari untuk membuka pintu, ia berharap Diana sudah selesai dengan urusannya bersama Max. “Hai Emily! Apa kabar?!” harapan Emily pupus, ternyata Carla dan Romi yang datang ke rumahnya, dengan senyum kaku Emily balik menyapa. “Hai, masuklah.” katanya mempersilahkan. “ini masih jam kerja, apa kalian tidak akan kena marah jika pergi di jam sekarang?” Emily menoleh pada jam yang ada di ruang tamu, sekarang masih menunjukkan pukul sepuluh lewat lima belas menit. “Ada pekerjaan di dekat rumahmu, kebetulan lebih cepat selesai jadi aku mampir sebentar.” jawab Romi. “Dan aku libur datang bulan selama dua hari.” sahut Carla antusias, Emily menggeleng pelan. “Ah Amy, kantor terasa tidak lagi menyenangkan tanpamu, apa aku harus mengundurkan diri juga dari perusahaan?” Carla menatap Emily sedih. “Bertahanlah, kau hanya butuh penyesuaian di kantor itu tanpaku.” jawab Emily. “Tapi tetap saja terasa ada yang kurang.” sahut Carla terdengar manja. Romi bergidik geli, “Wajahmu sangat tak pantas menunjukkan raut menggemaskan seperti itu, biasanya kau itu sangat pemarah.” cibir Romi sambil menepuk lengan Carla menggunakan bantal kecil yang ada di sofa. Carla mencebikkan bibir, membalas pukulan Romi barusan dengan tinjuan, Emily menggelengkan kepalanya pelan, kedua orang di depannya ini tetap saja masih belum akur. Kedua bola mata Emily melihat tas yang di bawa Carla. “Apa yang kau bawa?” tanya Emily. Carla berhenti menghajar Romi. “Oh ini, astaga aku sampai lupa. Ini untukmu, aku rasa kau suka dengan buah strawberry segar.” “Wah terima kasih, kau tau saja aku suka buah merah yang satu ini. Ah tapi bagaimana dengan pekerjaan di kantor, apa sudah ada yang mengisi bagian yang dulu pernah aku tempati?” “Ya, rekan kerja yang baru itu sangat menyebalkan, aku seperti berdekatan dengan salju dingin di musim semi, dia sangat tidak ramah, pandangannya terlalu mengerikan. Oh satu hal lagi, sejak kau menghapus artikel mengenai Raffael, Mrs. White mengamuk. Namun tidak ada yang bisa mengembalikan artikel itu kembali, sebenarnya kau apakan artikel itu sampai menghilang permanen?” ucap Carla panjang kali lebar sampai Romi hanya bisa geleng-geleng di sampingnya. Emily terkekeh pelan, itu hanya salah satu keahliannya yang selama kurang lebih hampir dua tahun bekerja di perusahaan sebagai seorang admin yang menyebarkan artikel para artis. “Oh ya Romi, bagaimana dengan bidang fotografermu? Masih lancar kan, aku baru beberapa hari keluar dari perusahaan, tapi rasanya seperti lama sekali, aku rasa aku harus segera mencari pekerjaan baru untuk mengisi kekosonganku ini.” Emily tertawa pelan. Sementara Carla mencebikkan bibir begitu sadar pertanyaannya sengaja di alihkan oleh Emily, ketiga teman yang sudah cukup akrab di tempat kerja itu berbincang cukup lama sampai Romi berkata. “Apa kau mau bekerja sebagai sekretaris sebuah kantor cabang? Kantor itu memang belum lama berdiri jadi sedang membutuhkan beberapa karyawan baru dan kebetulan aku kenal beberapa orang di kantor itu yang bisa merekomendasikanmu masuk ke sana.” “Kau kirimkan saja alamat kantornya nanti, akan aku cari tau hal apa yang aku butuhkan jika ingin mendaftar di sana.” jawab Emily. “Apa tidak masalah? Itu bukan perusahaan besar, hanya perusahaan cabang dan bisa di bilang cukup jauh dari apartemenmu ini.” Emily mengedikkan bahu. “Bukan masalah, aku akan mencoba pekerjaan baru, tapi sebelum itu terima kasih sudah menawarkan pekerjaan seperti itu, semoga saja pekerjaan itu cocok denganku.” “Hei. Ada apa dengan kalian? Aku terabaikan di sini.” sahut Carla kesal, Emily dan Romi hanya tertawa.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN