Chapter 16

1204 Kata
Diana kalang kabut di dalam labnya, beberapa kali ia menghubungi pihak pengantaran paket namun tak ada jawaban, lantad Diana menyambar cardingan untuk mengganti baju teknisinya kemudian bergegas ke apartemen Emily, Max harus segera di non aktifkan hingga paket yang Diana tunggu selama beberapa minggu ini tiba. “Jangan lupakan kunci mobilnya.” profesor melemparkan kunci ke arah Diana yang di tangkap oleh wanita itu dengan mudah. “Terima kasih.” Dia melangkah cepat menuruni undakan tangga, menuju parkiran sebelum mengendarai mobil putih ke rumah Emily, dalam perjalanan Diana mencoba menghubungi Emily namun ponsel Emily ssepertinya sedang tidak di bawa oleh yang punya. Semakin di buat panik, Diana menekan pedal gas untuk mempercepat laju kendaraan yang ia kemudikan. Jika sampai Max masih mengakses data dari internet, kapasitas prosessornya benar-benar akan penuh dalam hitungan jam, mungkin sekitar dua jam paling lama. “Oh C’mon, tidak akan ku biarkan kau rusak sebelum membuatku mencapai tujuanku.” Diana memakirkan kendaraan di basement lalu ia bergegas menekan tombollift agar segera tiba di apartemen Emily. “Emily, semoga saja kau bisa membuatku tidak dalam kesulitan lebih dalam lagi.” Diana mengetukkan sepatunya di atas lantai lift, hanya butuh beberapa saat hingga Diana tiba di lantai tempat tinggal Emily. Bell pintu di tekan tak sabaran, Emily muncul dengan hanya memakai baju santai rumahan. “Dimana Max?” tanya Diana langsung tanpa basa-basi. Emily tidak menjaab karena Diana sudah langsung memasuki kamar tempat tinggal Max, di sana Diana langsung menarik Max untuk mengikutinya. “Ada apa, Anna?” “Aku tidak bisa menjelaskan padamu saat ini, mungkin Max tidak akan pulang dalam beberapa hari, ada urusan mendesak yang harus aku kerjakan dengan Max.” jawab Diana. Emily belum mengatakan apapun selain kernyitan tak paham, Diana berjalan cepat bersama Max memasuki Lift, Emily bersandar di pintu, melipat tangan di depan perut. “Kelihatannya sangat penting.” gumam Emily, ia mengedikkan bahu dan kembali masuk ke dalam apartemennya. Seketika apartemen itu terasa kosong, Max tidak akan mengisi apartemen itu dalam waktu beberapa hari yang ketentuannya belum pasti. Artinya Emily juga tidak akan menikmati masakan Max selama beberapa hari dari sekarang. Ah dan satu hal yang Emily lupakan, sekali lagi ia berbalik menatap pintu yang sudah tertutup. “Diana telah mengambil sumber ideku.” gumamnya. Sementara itu Diana segera kembali ke lab selagi sisa daya penyimpanan cadangan di kepala Max masih ada, begitu mereka tiba di lab, Diana membantu Max duduk tak lupa memasangkan alat-alat yang max butuhkan. Baju Max di lepaskan oleh Diana, telapak tangannya menyentuh punggung Max dan sidik jadi yang Diana hasilkan membuat penutup rahasia terbuka yang menunjukkan isi di dalam tubuh Max. “Diana? Apa ada masalah dengan Max?” “Ya, dan ini darurat. Dalam dua hari kita harus segera mendapatkan penyimpanan ganda untuk Max.” Diana menjawab lalu mematikan seluruh aktifitas di dalam diri Max, robot itu seketika menunduk dengan mata terpejam, bagian tubuh lain terhubung dengan alat-alat yang Diana siapkan sebelumnya. “Aku menitipkan Max padamu.” Diana kembali memakai tasnya, mengambil kembali kunci mobil yang baru beberapa menit ia letakkan. “Kau mau kemana!” seru Profesor. “Aku harus mencari sudah sampai mana paket itu tiba, jika terlambat bisa gawat.” “Berhati-hatilah!” Seruan profesor tak Diana dengar, perempuan itu sudah berlari lagi menuju parkiran untuk mengemudikan kendaraan menuju tempat yang mungkin saja paketnya sudah tiba di sana. Tapi sayang, paket ternyata masih di perjalanan dari Rusia, Diana menyugar rambutnya frustasi. “Bukankan salah satu dari pihak kalian mengatakan paket itu sudah hampir tiba?” ujar Diana kesal. “Maaf, Nona. Keterlambatan paket di luar tanggungan kami.” jawab salah satu petugas yang Diana temui. Alhasil Diana tidak mendapatkan paketnya, namun ia tidak kembali ke lab, Diana leih dulu duduk menikmati segelas minuman dingin agar kepalanya juga ikutan dingin. Sembari memegangi kepalanya yang isinya tengah kebingungan mengenai sudah sampai mana paketnya tiba, seseorang menepuk bahu Diana dari belakang membuat perempuan itu menoleh. “Sepertinya kau sedang dalam masalah, kau bisa cerita padaku.” ucap seorang pria yang baru saja mendatangi Diana dan tanpa permisi duduk di kursi sebelah Diana. “Kau dari mana baru terlihat sekarang?” Diana balik bertanya sementara lelaki di depannya justru terkekeh. Untuk kedua kalinya tanpa permisi lelaki itu meminum minuman yang Diana pesan. Diana mendelik, ia belum meminum sedikitpun dari minuman yang ia pesan. “Tidakkah kau bisa memesan minuman sendiri!” umpatnya, lelaki itu itu mengernyit menatap gelas berisi cairan yang baru selesai ia teguk sebagian dari isinya. “Kesukaanmu terhadap minuman choco mintz tetap tidak berubah.”katanya, Diana berdecak lidah memalingkan wajah ke arah pelayan untuk memesan minuman lagi. “Aku dari tempat proyek terbaruku, beberpa pekan ini sangat sibuk sampai aku tak sempat memegang ponsel sama sekali. Apa kau merindukanku?” tangan lelaki itu menoel dagu Diana, menggoda gadis yang dua tahun lebih muda darinya, Diana menepis kasar. “Diamlah Rans!” ujar Diana. “Aku sedang dalam keadaan yang tidak menguntungkan, aku butuh penyimpanan berkapasitas besar.” “Apa itu untuk humanoidmu?” tanya Rans, ia kembali meminum Diana mengangguk sembari menghembuskan nafas berat, “Proyekku kali ini adalah sebuah humanoid, benda itu masih dalam proses pemurnian, hanya saja aku butuh penyimpanan berkapasitas besar, aku sudah memesannya dari luar negeri beberapa pekan lalu, namun sampai sekarang belum juga tiba.” “Seberapa yang kau butuhkan, mungkin aku punya beberapa Mega Bite yang bisa kau pakai sementara.” Diana menatap Rans, teman sekaligus sahabatnya yang dulu pernah satu universitas yang sama di bidang robotik. Diana menghembuskan nafas berat. “Aku tidak tau berapa Mega Bite yang Max butuhkan, yang pasti jika memungkinkan, aku butuh yang tak terbatas.” “Tidak ada penyimpanan yang sebesar itu Anna, semua penyimpanan punya daya tampung terbatas, kecuali pikiran manusia.” “Nah itu!” sahut Diana, “aku ingin humanoidku punya pemikiran seperti manusia, tidak terbatas, lebih cerdas, tapi bagaimana aku bisa melakukannya?” kedua tangan Diana memegangi kepalany sendiri. Rans memegangi dagunya sembari ikut berpikir, “Bisa aku melihat humanoidmu? Mungkin aku bisa membantumu hal apa yang kau butuhkan.” “Ku pikir kau juga sibuk dalam proyekmu?” “Untuk membantu seorang teman sepertimu tidak masalah buatku, jadi apa boleh aku melihat karyamu yang mengagumkan itu?” Diana mengangguk, minuman yang sudah pelayan siapkan di teguk langsung setengah oleh Diana, ia butuh suasana dingin baik di luar maupun di dalam kepala. “Kau bisa datang ke labku, tapi kau tau kan hal apa yang tidak di ijinkan dalam lab yang bukan tempat kerjamu?” Diana berkata mengingatkan, karena semua lab punya peraturan masing-masing untuk menghadapi orang yang bukan anggota. Rans terkekeh, “Santai saja, aku bukan orang yang suka membocorkan hal rahasia, tapi sebelum itu aku lapar, kau ingin makan sesuatu selain minuman? Aku yang akan membayar billnya.” ucap Rans menawarkan. “Pesankan aku makanan siap saji, sepertinya burger dengan cola sangat aku butuhkan sangat ini.” “Itu berkalori tinggi, kau bisa penyakitan.” “Aku tidak memakannya setiap hari, pesankan aku itu jika kau ingin mentraktirku.” sahut Diana. “Ah baiklah, tapi jika sisi tubuhmu bertambah beberapa inchi setelah memakan makanan seperti itu maka jangan salahkan aku.” Diana membulatkan mata, tangannya terangkat untuk menggeplak Rans, lelaki itu menangkis pukulan Diana sembari tertawa geli.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN