Tak terasa bel pulang sudah berbunyi, kejadian tadi sudah Killa lupakan. Kini Killa dan Geva tengah jalan beriringan menuju parkiran di belakang sekolah.
Zacky sudah meminta maaf kepada Killa, tapi Killa bingung kenapa lelaki itu meminta maaf kepadanya.
“Mana sini kuncinya, biar aku yang bawa.” Pinta Geva pada Killa.
“Nih.” Ucap Killa seraya menyodorkan kunci mobil nya kepada Geva, “nanti ke Mall dulu ya, mau beli sepatu sama jajan donat.” Ujar Killa yang langsung diangguki Geva.
“Iya.” Ucap Geva, “sekalian makan aja, kamu belum makan lagi kan dari siang tadi.”
“Iya.” Angguk Killa seraya melirik ke arah gudang, dan tanpa sengaja matanya bertubrukan dengan tatapan Zacky yang tengah berkumpul dengan teman – temannya.
“Lihat apa?” Tanya Geva, “lo kenal mereka?” Tanya Geva mengikuti pandangan Killa.
“Gak.” Ujar Killa, “cuman ada Zacky aja sama dua temennya.”
“Gue baru tahu kalo Zacky juga suka gabung sama kelas dua belas.” Ucap Geva, “btw siapa tuh cewek yang lagi senderan di d**a Zacky? Lo kenal.”
“Gak kenal, cuman tahu aja.” Sahut Killa.
“Ouh.” Angguk Geva, “udah yu.”
“Hm, Zacky tuh temennya banyak.” Ucap Killa seraya melanjutkan langkahnya, “soalnya dia orangnya gampang ditipu jadi banyak yang manfaatin dia.” Lanjut Killa seraya tersenyum.
Geva membukakan pintu mobil untuk Killa, “masuk.” Titah Geva.
Killa menuruti ucapan Geva, dia masuk dengan pandangan masih menatap Zacky.
Killa duduk di kursi samping kemudi kemudian memasangkan sabuk pengaman lalu menatap Geva, menunggu lelaki itu yang sedari tadi belum menjalankan mobil.
“Kok belum jalan?” Tanya Killa.
“Bentar.” Ujar Geva menatap mata Killa.
“Kenapa sih?” Tanya Killa seraya menatap balik Geva.
Pandangan Geva berubah menjadi sendu, “kita selesain semua masalah yang buat hubungan kita jadi kayak gini.” Lirih Geva.
Killa tersenyum menatap Geva, “cukup Gev, kita kan udah gak ada masalah apa – apa lagi. Semua masalah udah clear, please jangan memperumit keadaan lagi.” Ucap Killa seraya mengusap – ngusap lengan Geva.
“Enggak Killa, kamu masih nganggap aku selingkuhin kamu kan. Jujur Killa, aku enggak ada hubungan apa – apa lagi sama Amber.” Ucap Geva memegang tangan Killa dengan tatapan memohon, “aku masih sayang sama kamu, dan aku mau kita kembali seperti dulu lagi.” Ucap Geva .
Senyum Killa memudar, “lagi?” Tanya Killa, “lo bilang gak ada hubungan lagi sama Amber? Berarti sebelumnya lo punya hubungan sama Amber kan?” Tanya Killa.
Killa tersenyum sinis, “kenapa gak jawab?” Tanya Killa saat melihat Geva memalingkan wajahnya, “Tatap gue Gev.” Pinta Killa seraya menangkup wajah Geva agar menatapnya balik.
Geva menatap manik mata Killa balik, ‘indah’ batin Geva terpaku menatap mata sosok di hadapannya.
“Jawab jujur Gev, ada hubungan apa lo sama Amber sebelum gue dateng ke L.A?” Tanya Killa menatap Geva.
“G – gue ... gue.” Gugup Geva tak tahu harus menjawab apa, “gue gak ada hubungan apapun sama dia.” Putusnya.
Killa tersenyum seraya menurunkan tangannya dari wajah Geva, “lo boleh balik lagi ke gue buat buktiin kalo dugaan gue selama ini salah semuanya dan itu pun kalo lo udah siap buat jawab jujur.” Ucap Killa seraya memalingkan wajahnya menatap ke arah gudang dimana Zacky berada, “kayaknya gue pulang sendiri aja, lo butuh tempat yang tenang buat mikirin semua ini Gev.”
Geva menggusar rambutnya kasar, “Killa.” Panggil Geva menarik lengan Killa, “jangan gini dong, gue udah gak ada hubungan lagi – ck gue gak ada hubungan sama Amber.” Ucap Geva.
Killa menatap Geva sekilas, “lepasin Gev, lo bisa turun.” Ujar Killa dingin.
“Fine!” Putus Geva seraya membuka pintu kemudian berjalan ke arah pintu mobil Killa, “buka dulu.” Ujar Geva pada Killa.
Killa pun menurunkan kacanya sembari memalingkan wajahnya membelakangi Geva, “gue pulang.” Ucap Geva sembari mengelus puncak rambut Killa, “maafin gue.” Lanjutnya kemudian pergi meninggalkan Killa.
Killa menghela nafasnya kasar, “lo emang sialan Geva.” Lirih Killa mengusap kasar pipinya yang basah karena air mata, “kenapa lagi – lagi Amber jadi sumber masalah gue.” Lirihnya seraya menatap kepergian Geva dari balik spion.
“Aish, kok malah keluar lagi sih.” Kekeh Killa seraya mengusap air mata yang turun menuju pipi.
Killa masih enggan untuk menjalankan mobilnya bahkan dia pun belum berpindah kursi, dia masih terdiam melamun memikirkan hubungannya dengan Geva.
Sampai beberapa menit kemudian, pintu kaca mobil diketuk.
‘TUK’
‘TUK’
‘TUK’
Killa tersentak kaget, “Kak Fahrul.” Ucap Killa seraya menurunkan kaca pintu.
“Kenapa belum balik?” Tanya Fahrul seraya menopangkan dagunya pada jendela pintu.
“Ah, ini baru mau balik.” Ujar Killa.
“Kenapa malah duduk di sini?” Tanya Fahrul, “jangan bilang lo minta gue buat anterin pulang.” Kekeh Fahrul seraya berjalan memutari mobil kemudian membuka pintu lalu duduk di kursi kemudi.
“Eh.” Kaget Killa, “ngapain duduk di sana?”
Fahrul langsung memasang sabuk pada tubuhnya, “gue anterin lo pulang.” Ujar Fahrul seraya menyalakan mesin mobil, “gak baik cewek bawa mobil sendiri.” Lanjutnya.
“Gak usah kak, nanti ngeropotin.” Tolak Killa menahan lengan Fahrul.
Fahrul mulai menjalankan mobilnya, “yang ngerepotin tuh bukan lo dek, tapi si Zacky.” Gerutu Fahrul.
“Lah kok Zacky?” Tanya Killa bingung.
“Dia maksa gue buat nganterin lo, Rul anterin tuh kasihan udah sore.” Sahut Fahrul menirukan gaya bicara Zacky yang dingin, “padahal sebelum dia nyuruh pun tadinya gue mau nyamperin lo ke sini pas lihat si Geva malah balik ninggalin lo.” Gerutu Fahrul sebal.
“Ha – ha – ha, kakak bisa aja deh leluconnya .” Kekeh Killa.
“Eh, lo gak percaya?”
“Gak lah, gak mungkin banget dia sampe khawatir gara – gara gue pulang sendiri.” Kekeh Killa.
“Sama dong, gue juga gak percaya kalo si Zacky bisa khawatir kayak gitu, bahkan tadi siang aja dia bohong kaget gue.” Kekeh Fahrul seraya mengeluarkan tangannya ke luar untuk melambaikan tangannya kepada beberapa temannya yang berada di depan gerbang.
“Maksudnya?”
“Lo tahu gak, si Zacky tadi pas beres istirahat dia pergi ke atap. Terus dia maksa gue buat beliin dua bungkus plastik es batu dari kantin.” Jelas Fahrul, “padahalkan dia barusan dari kantin, kenapa gak sekalian gitu.”
“Lah emangnya buat apaan?” Tanya Killa.
“Awalnya gue juga gak tahu sih, tapi pas gue balik lagi ke atap. Dia langsung tempelin es batu ke telinganya dong, dan saat itu juga gue baru sadar kalo telinga si Zacky merah banget.” Tawa Fahrul pecah, “terus yang paling lucunya dia nyangkal kalo telinganya merah, lah kan kalo dia tahu telinganya gak merah ngapain dia nyuruh gue buat beli es batu ke kantin coba.” Kekeh Fahrul.
Killa ikut tertawa mendengar cerita dari Fahrul, “ha – ha – ha, serius dia gak ngaku telinganya merah kak?” Tanya Killa sembari mengusap air matanya karena tak kuat menahan tawa.
“Serius.” Ujar Fahrul, “apaan sih? Orang gak merah juga. “ Ujar Fahrul dengan nada sinis khas Zacky, “dia bilang kayak gitu sambil tangannya terus nempelin es batu di kedua telinganya.” Kekeh Fahrul semakin membuat Killa tertawa senang.
‘CIIT’
“AAA.” Kaget Killa saat Fahrul mengerem mobilnya tiba – tiba, “ish kak Fahrul, maen berhenti aja untung gak kejedot.” Protes Killa seraya mengusap dadanya.
“Eh, sorry.” Ujar Fahrul seraya memandang Killa, “abisnya ketawa lo cantik banget.” Ujar Fahrul.
Killa mendelik kesal, “mana ada ketawa cantik.” Ketus Killa.
“Serius Dek, lain kali lo jangan sembarangan ketawa dong. Bisa – bisa yang lihat mati mendadak lagi, gara – gara lihat lo ketawa.”
“Berati ceritanya kakak tadi mati mendadak gitu?” Tanya Killa kesal.
“Ya gak gitu juga kali.” Kekeh Fahrul, “Lagian kan udah nyampe juga.” Ujar Fahrul seraya melirik ke samping Killa.
Killa pun langsung mengedarkan tatapannya, “loh kok udah nyampe lagi, kakak juga kan gue belum kasih tahu dimana alamatnya.” Ucap Killa bingung.
“Gue udah tahu kok, nomor 37 B komplek Matahari.” Ujar Fahrul.
“Loh kok tahu?” Tanya Killa kebingungan.
Fahrul terkekeh geli kemudian menarik nafas, “Nomor sepatu 38, nomor celana 28 atau 29, nomor rumah 37 B komplek matahari.” Jelas Fahrul seraya mematikan mobilnya kemudian keluar, “kalo nomor ponsel belum punya, gimana kalo nanti anter gue beli dulu.” Lanjut Fahrul menirukan gaya bicara Killa saat hari pertama masuk sekolah.
“Silahkan tuan putri.” Ucap Fahrul membukakan pintu mobilnya seraya terkekeh pelan menatap Killa yang tengah menunduk dengan wajah yang memerah.
“Siapa aja yang lihat Killaa?” Cicit Killa bertanya pada Fahrul.
“Gue, Zacky, sama Bobby.” Kekeh Fahrul seraya meraih tangan Killa untuk membantunya turun.
Killa pun menerima uluran tangan Fahrul untuk turun dari mobil kemudian dia berlari tiba – tiba karena merasa malu, “makasih Kak!” Teriak Killa seraya meninggalkan Fahrul.
“Loh, ini kuncinya giman?” Tanya Fahrul bingung sekaligus geli melihat tingkah menggemaskan Killa.
“MANG UDIN BAWAIN KUNCI MOBIL KILLA DI KAK FAHRUL!” Teriak Killa yang sudah berada di depan pintu dan melongokkan kepalanya untuk menatap Fahrul, “makasih ya Kak.”
Fahrul yang melihat tingkah Killa pun hanya menahan senyumnya, “nih pak.” Ujar Zacky menyerahkan kunci mobil kemudian pamit.
...
“Hello everybody, Killa is coming.” Teriak Killa seraya membuka pintu rumahnya, “Hello! Killaa pulang Mom.”
Merasa tak ada yang menjawab dia teriak kembali, “Anybody home?”
“Hello!” Teriak Killa di ruang tengah, “pada kemana nih?”
“Bi Ani!” Panggil Killa pada asisten rumah tangga di rumahnya.
“Iya non Dara ada apa?” Tanya Ani dari arah dapur
“Keluarga Evandaresta pada kemana ya? Kok SiKilla ditinggal sendiri sih?”
“Anu Non, Tuan dan Nyonya lagi ke butik.”
Killa mengangguk, “kalo si Jason kemana?” Tanya Killa pada Bi Ani.
“Den Jason belum pulang Non.”
“Ah iya, kan masih ada urusan di sekolah.” Cengir Killa, “Bibi masak apa nanti malam?” Tanya Killa seraya mendudukkan tubuhnya pada sofa.
“Kemarin jadwalnya Den Jason yang cuci piring, berarti malam ini jadwalnya Non Dara, jadi bibi bikin menu kesukaan Non Dara semua.” Cengir Bi Ani.
“Killa masih bingung Bi mau makanan apa, terserah bibi aja deh mau masak apa. Lagian Killa lagi mager buat cuci piring nanti.” Cengir Killa dibalas kekehan Bi Ani.
Di keluarga Killa memiliki beberapa aturan , seperti halnya pada acara makan malam semua keluarganya memiliki kesempatan untuk memilih menu makanan pada malam hari namun dengan begitu saat acaranya sudah selesai itu akan menjadi tanggung jawab siapa yang memilih menu makanan tersebut, misalnya membereskan meja makan dan mencuci piring itu sudah harus dilakukan si orang tersebut tanpa disuruh.
“Ya sudah Non, berarti besok giliran Non yang ya.”
“Heem.” Dehem Killa seraya memanyunkan bibirnya.
Bi Ani yang melihat tingkah lucu anak majikannya pun bertanya, “Non butuh apa? Hihi” Kekeh Bi Ani seraya menahan tawanya.
Killa semakin memanyunkan bibirnya, “Ck, sebenarnya SiKilla tuh udah bosen dipanggil Dara sama orang rumah. Kalian bisa enggak sih ganti panggilannya, nama aku tuh bukan Dara tau.”
“Bisa kok, memangnya Non mau dipanggil apa?” Tanya Bi Ani hati – hati.
Killa kembali tersenyum lalu bergerak menghampiri Bi Ani kesayangannya itu, “Bi Ani baik banget deh, pengertian lagi. Hehe Jadi makin sayang sama Bibi deh, sekarang bibi panggil SiKilla aja ya bi udah biasa di panggil gitu soalnya. Siap Bi?” Tanya Killa seraya melepaskan pelukannya pada Bi Ani.
“Siap!” Balas Bi Ani cepat.
“Siap apa Bi?” Tanya Killa.
“Siap Non Dara!”
Killa memandang Bi Ani kesal, “SiKilla Bi.” Ucapnya seraya berbalik meninggalkan Bi Ani dengan kaki yang sengaja dia hentak – hentakkan.
“Eh iya Non SiKilla.” Balas Bi Ani seraya tersenyum menatap kekesalan Killa.
“Ya udah kalo gitu SiKilla pergi ke kamar dulu, kalo mamah nanyain aku lagi tidur di kamar. Gak usah nunggu SiKilla makan malam ya, nanti SiKilla ke bawah sendiri.” Lesu Killa sambil melangkahkan kakinya menaiki anak tangga.
Setibanya di kamar, Killa segera mengunci pintu kamarnya takut ada yang mengganggunya saat sedang tertidur.
‘BRUKK’
“Astaga.”
Killa melempar tasnya ke atas meja belajar, hal itu membuat bunyi sangat kencang sehingga membuat dirinya terkejut karena ulahnya sendiri.
Killa merebahkan badannya di kasur ukuran besar mliknya, akhirnya dia memutuskan untuk tidur sebentar karena merasa kelelahan. Tanpa melepaskan seragam sekolahnya, dia mulai memejamkan matanya perlahan.