Happy Reading and Enjoy
Author POV
Hansen menatap foto masa lalunya, dimana dia dan Gigi tersenyum lebar dengan wanita itu yang tengah memakai pakaian wisuda dan topi toga berdiri disampingnya. Foto yang diambil beberapa menit setelah kampus dimana Gigi telah menuntut ilmu selama 4 tahun baru saja selesai melakukan upacara pelepasan untuk sekitar 2000 mahasiswa dan mahasiswinya.
8 tahun yang lalu, Hansen memilih mengakhiri hubungannya dengan Gigi karena rasanya begitu canggung ketika status pacaran telah mereka sandang, tak ada canda konyol yang mereka lontarkan seperti ketika mereka masih dalam lingkaran persahabatan sekalipun Hansen sudah mulai sibuk dengan pekerjaannya dan Gigi yang tengah sibuk dengan skripsiannya.
Dan tak disangka-sangka, mereka bertemu lagi setelah 8 tahun mereka tak menjalin komunikasi. Dan seperti yang Hansen bayangkan setiap ia merindukan Gigi, wanita itu masih sama cantikya seperti bertahun-tahun yang lalu, hanya bertambah dewasa dan wajah Giana semakin terawat.
Malam ini, Hansen hendak menghubungi Gigi yang sudah berada di Jakarta sejak 2 hari yang lalu.
Gigi, kamu sibuk?
Setelah pesan terkirim, Hansen memilih merebahkan dirnya diatas ranjang besar yang berada di dalam kamar apartemen miliknya. Baru saja pria itu hendak memejamkan matanya ketika phonselnya kembali bergetar. Jantung Hansen bertalu-talu ketika mendengar suara getar phonselnya dan berharap Gigi yang membalas pesannya.
Namun sayang, harapan yang tinggi hanya akan membuatnya merasa kecewa sama dalamnya dengan harapan yang telah ditanamkan dalam hatinya.
Kawan lama Hansen adalah pelaku yang menghancurkan euphoria kebahagiaan yang dirasakannya. Reynald, pria itulah yang mengirimkan pesan, mengajaknya bertemu karena memang kebetulan pria itu sedang berada di Jakarta.
Pria itu sepertinya belum kembali ke negaranya setelah menghadiri resepsi pernikahan adiknya.
Oke
Jawab Hansen dalam pesan teks balasan untuk pesan yang baru saja dikirimkan oleh Reynald.
Hansen segera beranjak dan membersihkan diri lalu berangkat menemui Reynald di tempat yang sudah mereka tetapkan.
***
Reynald masih berada di Jakarta karena pria itu sedang malas pulang kembali ke Singapore karena pembicaraannya dengan sang Ibu lewat telefon membuat Reynald memilih stay untuk beristirahat sejenak dari semua kehidupannya disana, termasuk menghidari sang ibu yang terus mendesaknya agar segera menikah.
“Kamu udah 33 tahun, mau sampai kapan nyaman sama pekerjaan kamu? Mommy sudah tua loh, Rey” ujar wanita yang paling berharga dalam hidup Reynald, sementara Reynald hanya bisa terdiam karena ia tahu kalau pembahasan mereka tak akan pernah selesai sebelum Reynald membawa wanita untuk dinikahi kedepan keluarganya.
“Sudah sampai, Pak” Reynald menoleh kearah kirinya, dan pria itu langsung mengangguk ketika melihat pub kecil yang cukup dikenalnya tampak didepan mata. Rey segera mengeluarkan uang dan membayar taksi sesuai argo yang tertera.
“Terimakasih, Pak” ujar Reynald sebelum akhirnya pria itu benar-benar turun dari taksi.
Lampu berwarna kuning redup menerpa pernis pada dinding kayu, menimbulkan bias cantik yang cukup memanjakan mata dan menyambutnya ketika ia telah melewati lorong sepanjang 2 meter sebelum pintu masuk. Beberapa orang tampak duduk di bar menikmati minuman mereka, beberapa gerombolan orang terlihat tengah menikmati malam tampak duduk di sofa yang yang sudah disediakan, bercanda dan tertawa seolah sedang melepas penat setelah seminggu bekerja.
Reynald belum mendapati kawan lamanya duduk disalah satu kursi pub yang tengah dikunjunginya ini, sementara Reynald memilih duduk terlebih dahulu disalah satu meja dan memesan segelas bir kesukaannya.
“Sen” Reynald mengangkat tangannya seraya memanggil Hansen yang baru saja terlihat masuk.
“Bro” Hansen mendekat dan memeluk Reynald singkat dan duduk di single sofa dihadapan Reynald.
Minuman yang dipesan Reynald sebelumnya datang, bir dingin dengan gelas berukuran besar diletakkan diatas meja, dan Hansen memilih untuk sekalian memesan minuman yang sama dengan Reynald
“Lama nggak jumpa bro” Ujar Hansen seraya tersenyum kecil melihat kawan lamanya yang masih terlihat sama, sekalipun hampir setahun mereka tidak bertemu.
“Baik lah, gimana kabar lo? gue udah dapat undangan dari Jeremy, tapi gue yakin lo belum nikah” Reynald menyesap bir miliknya dengan nikmat setelah melontarkan ejekan telak untuk Hansen.
Kebetulan kemarin Reynald tak bertemu dengan Hansen padahal Reynald mengharapkan pertemuan mereka ditengah keramaian resepsi adik Hansen Kemarin.
“Hah…. Apa kabar elo? gue yakin lo bahkan belum punya kekasih” balas Hansen yang juga mengejek Reynald hingga keduanya tertawa.
Namun, tawa Reynald kian menghilang secara perlahan ketika ia mengingat senyum manis wanita itu.
Apakah mereka akan bertemu lagi, nanti?
***
Malam ini Gigi memilih menerima ajakan Hansen.
Malam ini Hansen mengajaknya keluar untuk makan malam, dan rasa tidak enak muncul kembali kepermukaan hingga akhirnya Gigi menerima ajakan pria itu.
Hansen tersenyum ketika melihat Gigi yang berjalan keluar rumahnya dengan terusan cantik yang sangat pas membalut tubuhnya. Yang ia dengar dari Jeremy, wanita itu tinggal sendirian setelah Amel resmi menikah dan nanti akan otomatis tinggal bersama dengan Jeremy.
“Hai” sapa Hansen seraya membukakan pintu mobil untuk sang sahabat sekaligus mantan kekasih. Penampilan mereka sama-sama rapi karena Hansen meminta agar Gigi mau menemaninya makan malam kali ini, dan tentu saja Hansen tak akan membuat makan malam mereka menjadi ‘Biasa’.
“Akan makan malam dimana? Sampai kamu minta aku pakai pakaian semi formal kaya gini?” Tanya Gigi ketika mobil telah berbaur dengan pengguna jalan lainnya.
Malam minggu dengan cuaca cerah adalah waktu yang tepat untuk duduk diam didalam rumah, atau membuka i********: membuat sesuatu disana. Namun tidak dengan malam ini, Gigi harus duduk disebelah pria yang tengah menyetir dan entah akan membawanya kemana.
“Cuma makan malam kok, disalah satu restoran Pranciss punya Jeremy. Kamu masih suka makanan Pranciss kan?” Gigi langsung mengangguk dan tersenyum.
“Ternyata kamu masih ingat hal itu”
***
Semua diluar ekspektasi Gigi ketika melihat mereka dibawa ke lantai atas restoran milik adik iparnya ini. 2 buah meja diatur berhadapan dengan lilin yang membantu penerangan disekitarnya. Satu kata yang ada diotak Gigi saat melihat itu untuk pertama kali yaitu “Romantis”.
Hansen dengan jantan menarik kursi untuk Gigi dan wanita itu tersenyum terimakasih pada pria yang sekarang sudah duduk persis dihadapannya.
“Wine, nggak papa?” Tanya Hansen dan deengan pasti Gigi mengangguk.
“Sure”
***
Lagu Girls like you dari Maroon 5 mengalun ditengah obrolan dan makan malam mereka yang ternyata sudah dipesankan oleh Hansen ketika mereka belum datang ke restoran milik Jeremy ini.
Gigi cukup takjub dengan persiapan Hansen pada makan malam mereka untuk pertama kalinya setelah sekian tahun mereka tak pernah bertemu.
Pria itu cukup niat untuk mempersiapkan semuanya.
“Kamu menyukainya?” Tanya Hansen ketika mereka telah menghabiskan menu makan malam mereka.
“Lagunya?”
“Semuanya” dengan spontan Gigi mengangguk dan tersenyum lebar seraya menatap Hansen berbinar. Tentu saja wanita itu merasa special karena memang selama 2 tahun belakangan ini Gigi tak pernah makan malam romantis seperti malam ini.
“Gi” pria itu mencoba menyentuh tangan Gigi yang berada diatas meja. Namun, entah kenapa Gigi menarik tangannya dan wanita itu cukup menyesal karena dengan sikap spontannya yang seperti itu membuat suasana mendadak terasa canggung.
Gigi tak merasa kalau ada niat lain Hansen dibalik makan malam kali ini, wanita itu pikir, ini hanyalah makan malam biasa, seperti makan malam untuk merayakan pertemuan mereka kembali setelah sekian lama mereka tak menjalin hubungan sama sekali.
“Maaf” gumam Gigi seraya tersenyum tak enak, sementara kedua tangannya saling meremas datu sama lain diatas pahanya dan dapat dipastikan Hansen tak tau betapa canggungnya Gigi karena mereka masih terhalang meja.
“Aku… Gi… aku harap kamu mau dengerin aku” suara Hansen terdengar tegas ditelinga Gigi, namun entah kenapa Gigi semakin tidak nyaman dengan suasana mereka kali ini.
Gigi masih menganggap Hansen sahabat sekalipun mereka telah berpisah dan bertahun-tahun tak pernah bertemu, tapi nyatanya semua tak akan pernah sama lagi.
“Aku ingin menjadi kekasihku, lagi” lanjutan kalimat Hansen adalah sesuatu yang tak pernah diduga wanita itu.
“Kekasih?” gumam Gigi dengan suara pelan namun masih cukup terdengar ditelinga Hansen.
“Ya.. aku hanya belum siap menikah” Hansen menjawab seolah mengerti kenapa pria itu memilih menjadikan Gigi sebagai kekasih ketimbang melamar wanita itu.
Oke…. Gigi cukup mengerti dan akhirnya dia memilih menarik tubuhnya menjauh dari meja yang menghalangi mereka. Gigi hanya diam menatap Hansen yang juga tengah menatapnya penuh harap.
Sayang sekali, Hansen tak sesuai dengan apa yang tengah wanita itu cari. Gigi mencari pria yang sudah siap menjalin hubungan serius, yaitu pernikahan.
Namun, Hansen bukanlah pria itu.
Tak ada pertimbangan apapun selain menolak pria itu.