Shakira berjalan mendekati meja Kenzi dengan langkah pelan namun pasti, hatinya bergejolak hebat mendengar setiap kata yang keluar dari mulut Bunga. Suara Bunga terdengar jelas saat ia berbicara dengan manja kepada Kenzi, "Om, om yang bayar kan?"
Kenzi tertawa kecil, suaranya penuh kelembutan yang Shakira sudah lama tak dengar. "Iya dong, sayang. Kamu kan masih sekolah. Lagian juga om yang ajak kamu, masa kamu yang bayar."
Bunga membalas dengan sikap manja yang membuat darah Shakira mendidih. "Makasih ya, om. Om memang baik banget. Kemarin baru belikan aku motor, sekarang diajak makan di tempat semewah ini."
Setiap kata itu bagaikan duri yang menancap dalam di hati Shakira. Ia merasa amarahnya semakin memuncak, wajahnya mulai memanas. Namun, di saat bersamaan, ia sadar bahwa ini bukan tempat untuk meledak. Ia menahan napas panjang, mencoba meredakan gejolak di dalam dirinya.
Shakira berhenti di dekat meja mereka, tapi Kenzi belum menyadarinya. Kenzi duduk dengan punggung menghadap arah datangnya Shakira, terlalu sibuk dengan Bunga yang terus berceloteh dan memuja-muji perhatian Kenzi.
Shakira berdiri di sana, beberapa langkah dari mereka, matanya tak lepas dari Kenzi yang sedang memperlakukan perempuan lain dengan kasih sayang yang seharusnya menjadi miliknya. Di dalam dirinya, tekad semakin bulat. Tapi kali ini, ia akan bermain cerdas. Shakira tidak akan membiarkan emosinya meledak di tempat umum. Ia akan mengatur semuanya dengan lebih terencana.
Dalam keheningan yang menegangkan itu, Shakira menarik napas dalam-dalam, menahan amarahnya, dan tetap mengamati dari jarak dekat.
Shakira terus berdiri, menunggu saat yang tepat hingga akhirnya Bunga, yang duduk berseberangan dengan Kenzi, menoleh ke arahnya. Tatapan bingung tampak di wajah gadis itu, kemudian ia memanggil Kenzi, "Om, ada orang ngelihatin kita."
Kenzi langsung melihat ke arah Shakira. Begitu matanya bertemu dengan mata Shakira, ia terdiam, wajahnya langsung berubah tegang, seperti tertangkap basah. Mulutnya terbuka, tapi tak ada kata yang keluar. Ketidaknyamanan melingkupi wajahnya, sementara Shakira dengan tenang menyembunyikan amarah yang membara dalam dirinya.
Shakira memasang senyum tipis yang menyimpan ribuan makna. "Hai, Kenzi, lama nggak ketemu," katanya dengan suara tenang namun menusuk, seolah-olah tak ada yang salah. Wajahnya tampak biasa saja, meskipun hatinya sedang bergemuruh.
Kenzi terlihat panik, tangannya gemetar sedikit, tak tahu harus menjawab apa. Namun sebelum ia sempat berkata apa-apa, Bunga, yang penasaran, bertanya dengan polos, "Mbak siapa ya?"
Shakira tersenyum lebih lebar, tatapannya tertuju pada Kenzi yang tampak semakin tegang. "Aku teman sekolahnya Kenzi," jawabnya lembut namun dengan nada penuh ironi. "Boleh ikut gabung kalian?"
Kenzi tampak hendak menolak, wajahnya pucat dan bingung. Namun Bunga dengan lugu memandang Kenzi dan berkata, "Izinkan saja ya, Om? Kasian, sepertinya Mbak-nya sendirian."
Shakira mengangguk, masih menjaga senyum di wajahnya, meskipun hatinya terasa sesak. Terpaksa, Kenzi mengangguk pelan, tak berani menatap langsung mata Shakira. "Tentu," jawab Kenzi dengan suara hampir tak terdengar.
Shakira langsung menarik kursi dan duduk bersama mereka. "Terima kasih," katanya dengan nada manis, seolah semuanya normal. Namun di balik senyuman itu, ada badai yang sedang menunggu untuk dilepaskan pada waktunya.
Tak lama setelah Shakira duduk, Bunga, dengan gaya yang sedikit kurang sopan, berteriak memanggil pelayan. "Mas! Mas! Sini dong!" serunya dengan suara lantang yang membuat beberapa tamu restoran menoleh. Kenzi langsung merasa malu, wajahnya memerah. Ia menunduk, berharap tak ada yang mengenalinya di tempat itu. Sementara itu, Shakira hanya menyunggingkan senyum tipis, menikmati situasi yang tak terduga ini. Rupanya, gadis yang bersama suaminya ini benar-benar tak pernah makan di restoran, apalagi restoran semewah ini.
Pelayan datang dengan cepat, mencoba tetap profesional meski sedikit terkejut dengan cara Bunga memanggil. Ketiganya kemudian mulai memesan makanan. Bunga, dengan antusias, memesan banyak sekali menu, lebih dari cukup untuk satu orang. Kenzi, yang terkejut dengan banyaknya pesanan Bunga, mencoba menahan diri untuk tidak menunjukkan ketidaknyamanannya. Matanya sempat melirik Shakira yang hanya memesan satu menu—tapi yang paling mahal.
Kenzi tahu bahwa makan malam ini akan menguras dompetnya. Merasa terjebak di antara dua perempuan, ia hanya memesan minuman, berharap makan malam ini bisa segera berakhir. Sementara itu, di dalam pikirannya, Kenzi masih mencoba mencerna apa yang sedang terjadi. Ia benar-benar tak menyangka jika Shakira mengikutinya hingga ke sini dan sekarang duduk di satu meja bersama mereka. Lebih buruk lagi, Shakira berpura-pura menjadi temannya, membuatnya semakin sulit berkelit dari situasi ini.
Setelah pelayan menjauh dengan pesanan mereka, Bunga menoleh ke Kenzi dan berkata tanpa basa-basi, "Om, nanti juga makanan Mbak ini om yang bayar, kan?"
Kenzi mengangguk, meski merasa sedikit kesal. Ia tak bisa menunjukkan keberatannya di depan Bunga dan Shakira, apalagi dengan situasi yang sudah kacau ini. Shakira hanya tersenyum sinis, menikmati betapa canggungnya Kenzi.
Bunga, dengan gaya ceria, mengulurkan tangannya ke arah Shakira. "Mbak, kita belum kenalan. Saya Bunga, salam kenal."
Shakira menyambut uluran tangan itu dengan senyuman ramah yang penuh ironi. "Shakira. Nama saya Shakira," ucapnya dengan tenang.
Bunga tersenyum, tampak puas dengan perkenalan itu. "Mbak cantik deh," katanya polos. Pujian itu, meski keluar dari mulut gadis muda yang tampaknya belum dewasa, membuat Shakira senang sejenak.
Kenzi, yang duduk di tengah-tengah mereka, tanpa sadar mulai membandingkan kedua perempuan itu. Bunga, dengan penampilan yang masih sangat muda dan dandanan yang berantakan, tak bisa menandingi kecantikan alami Shakira yang lebih dewasa dan anggun. Dalam hatinya, Kenzi tak bisa memungkiri, Shakira memang jauh lebih cantik. Tapi meskipun begitu, ia sudah terlalu terjerat dalam kebodohannya.
Tak lama setelah itu, pelayan kembali dengan makanan pesanan mereka. Hidangan yang dipesan Bunga dan Shakira diletakkan dengan hati-hati di atas meja, sementara Kenzi hanya mendapat minumannya. "Selamat menikmati," kata pelayan sopan sebelum pergi meninggalkan mereka bertiga.
Begitu pelayan menjauh, Bunga tanpa ragu langsung menyerbu makanannya. Ia makan dengan sangat lahap, tidak mempedulikan etika makan yang biasanya berlaku di tempat mewah seperti ini. Bunga bahkan tampak menikmati setiap gigitan tanpa memperhatikan ekspresi Kenzi yang mulai tampak semakin malu dan gelisah. Sementara itu, Shakira tetap tenang, dengan senyuman sinis tergantung di bibirnya, menatap Kenzi dengan pandangan penuh arti.
Kenzi merasa sangat tidak nyaman di antara dua perempuan ini. Apalagi, tatapan Shakira yang seolah menantangnya membuatnya merasa semakin kecil. Kenzi tahu Shakira sudah tahu apa yang sedang terjadi, tetapi ia tidak bisa berbuat banyak. Ia terjebak dalam situasi yang dibuatnya sendiri.
Shakira, yang hanya memesan satu hidangan, mengambil sumpitnya dengan anggun dan menyuap makanannya perlahan. Namun, pandangannya tetap tertuju pada Kenzi. Senyum tipisnya semakin lebar, seolah menikmati momen itu. Kenzi yang sudah terlihat gugup hanya bisa menunduk, berusaha menghindari tatapan Shakira.
“Kamu tidak makan, Kenzi?” tanya Shakira dengan nada halus, seakan-akan tidak ada apa-apa.