Chapter 8

1045 Kata
Pandangan Alan kini disuguhkan dengan pemandangan yang tak asing. Ia kembali berada di dalam rumah kayu, tempat di mana ia bertemu dengan Alena sebelumnya. Kali ini di depannya ada sebuah amplop virtual berwarna putih. Ia pun menyentuh amplop tersebut, lalu keluarlah sebuah pertanyaan. Kamu bisa menggenggamnya dengan tangan kiri mu, tetapi tidak dengan tangan kanan mu. Apakah yang sedang digenggam itu? Lelaki itu terlihat mengernyit lalu memiringkan kepalanya sejenak. Tangan kanan? Setelah berpikir sejenak, Alan mulai mengetikkan jawabannya. Alan pun tersenyum, jawabannya ternyata benar. Tiba-tiba sebuah kunci muncul di depannya. Ia pun memegang kunci tersebut. Baru saja Alan selesai menjawab pertanyaan tersebut, tiba-tiba ia mendengar suara teriakan Jimmy. "Hei, bantu aku! Aku terkunci di dalam rumah!" Alan segera berjalan menuju pintu rumah tersebut. Saat akan membukanya, pintu tersebut ternyata terkunci. "Ah, ternyata kunci yang tadi untuk pintu rumah ini." Gumam Alan sambil membuka pintu tersebut. Setelah berhasil membuka pintu, kini di hadapan Alan ada enam rumah lain yang memiliki warna cat berbeda-beda. Suasana di sana tampak seperti di dalam hutan belantara. "Kau di mana?" Tanya Alan yang kini sibuk mencari di mana sumber suara tadi. "Aku di sini!" Jawab Jimmy dengan cukup kencang. Alan pun menoleh ke sumber suara. Ternyata Jimmy berada di dalam rumah kayu berwarna kuning. Ia pun segera menghampiri rumah tersebut. "Apa di dalam sana tidak ada barang yang aneh atau semacamnya?" "Di depanku ada sebuah amplop. Setelah ku sentuh, ada sebuah pertanyaan di sana. Aku tidak tahu jawabannya, sulit sekali." "Kau harus menjawabnya untuk mendapat kunci rumahmu. Sebutkan saja pertanyaannya, siapa tahu aku bisa menjawab." "Pertanyaannya, apa yang bisa mengisi ruangan tanpa memerlukan ruangan?" Alan berpikir kembali. Dari tebakannya sekarang, sepertinya ia harus membebaskan teman-temannya yang lain agar bisa pergi menemui Alena. "Coba ketik cahaya. Semoga saja benar." Baru saja Jimmy ingin mengetik jawabannya, ia malah merasa ragu dan terdiam memandang pertanyaan itu. "Kau yakin dengan jawabannya? Aku tidak mau berakhir hidup di dalam game ini selamanya." Sahut Jimmy yang nyatanya lebih terdengar seperti rengekan anak kecil. Alan berdecak kesal. "Sudah jawab saja, waktu kita tidak banyak." Jimmy kemudian melakukan apa yang sudah Alan suruh. Dengan takut-takut, ia mengetik jawaban itu secara perlahan. Sebelum menyentuh tombol enter, matanya tertutup rapat. Berharap jawaban Alan adalah jawaban yang benar. Setelah mantap, Jimmy pun menekan tombol tersebut. Dan akhirnya, sebuah kunci muncul di depannya. Ia pun memegang kunci tersebut lalu segera membuka pintu rumah tersebut. "Akhirnya terbuka juga." Jimmy tersenyum saat berhasil membuka pintu tersebut. Alan bernapas lega setelah berhasil membebaskan Jimmy. "Apa kau sendirian di dalam sana?" Tanya Alan sambil melihat-lihat ke dalam rumah itu. "Iya, di sana hanya ada aku. Oh? Itu, di depan sana ada banyak rumah." Jawab Jimmy yang terkejut melihat ada rumah lain di luar sana. "Iya, sepertinya kita semua memang terkurung. Kita harus membantu membebaskan yang lain satu per satu." Saat mereka sedang sibuk berbicara, Kim Yoon, Justin dan Jun ternyata sudah berhasil keluar dari rumah masing-masing. "Siapa yang belum berhasil keluar?" Tanya Jun yang kini sudah bergabung dengan mereka. "Tinggal Kim Joon dan Jey saja yang belum berhasil." Jawab Jimmy sambil menghitung jumlah kehadiran mereka. "Aku dan Alan akan ke rumah merah itu. Kalian pergilah ke rumah hijau itu." Suruh Jun dan yang lain pun menurut. Alan dan Jun segera pergi menghampiri rumah berwarna merah. Sampai di sana, mereka pun mengetuk pintu tersebut. "Siapa yang ada di dalam?" Tanya Jun sambil mendekatkan telinganya ke dekat pintu. "Aku Jey. Aku belum berhasil menjawab pertanyaan ini." "Sebutkan saja apa pertanyaannya." "Aku memiliki banyak lubang tetapi masih dapat untuk menampung air. Apakah aku?" "Kau sudah berapa kali menjawab?" Tanya Jun lagi. "Aku sudah dua kali menjawab tapi tetap salah. Ini adalah kesempatan terakhirku." Alan menghela napas. Jawaban Jey barusan membuatnya sedikit gugup. Ia dan yang lain tidak tahu apa yang akan terjadi kalau mereka gagal dalam misi pertama. "Coba jawab spons." Alan tiba-tiba bersuara. Jey yang mendengar hal itu langsung menjentikkan jarinya. Sepertinya jawaban Alan memang masuk akal. Ia pun segera mengetikkan jawabannya tanpa ragu. Dan benar saja, sebuah kunci kini muncul di depannya. "Kerja bagus Alan. Jawabanmu benar." Jey bersorak dari dalam lalu segera membuka pintu rumah tersebut. Selesai membantu Jey, Alan dan Jun segera menghampiri yang lain. Tinggal Kim Joon yang belum berhasil membuka rumahnya. "Apa pertanyaannya sulit?" Tanya Kim Yoon. "Lumayan. Aku ragu mau menjawabnya. Jawabanku yang pertama tadi salah." Sahut Kim Joon dari dalam. "Memangnya apa pertanyaannya?" Tanya Jey yang penasaran. "Dua ayah dan dua putra pergi memancing. Mereka hanya menangkap 3 ekor ikan. Kemudian seorang ayah berkata, "Ini sudah cukup untuk kita semua dan kita akan memiliki masing-masing satu." Bagaimana bisa?" Jimmy tertawa mendengar hal itu. Ternyata pertanyaan untuk Kim Joon lumayan panjang dan susah, berbeda dengan miliknya tadi. Jey kemudian menepuk pundak Jimmy, memperingatkan lelaki itu agar berhenti tertawa. "Jangan tertawa terus, pikirkan jawabannya." Bisik Jey pada Jimmy. Jimmy kini menahan tawanya. "Ayolah, biar suasana tidak terlalu tegang. Otakmu akan buntu kalau terlalu tegang dan serius begitu." "Iya aku tahu. Tapi masalahnya kita bukan hanya sekedar bermain sekarang, ada nyawa orang lain yang menjadi taruhannya." Jimmy mulai terdiam. Ia pun memperhatikan yang lain, semuanya terlihat berpikir keras. Ia jadi merasa sedikit bersalah. "Mungkin karena mereka adalah kakek, anak dan cucu." Tiba-tiba Jimmy membuka suara. Sedangkan yang lain tampak mencerna perkataan Jimmy barusan. "Kau benar Jimmy!" Teriak Kim Joon dari dalam ruangan. Lalu lelaki itu keluar ruangan dengan wajah sumringah. "Wow, Jimmy! Rupanya otakmu cerdas juga." Sahut Jey yang senang karena jawaban tersebut benar. Jimmy pun melipat kedua tangannya dengan senyuman angkuh. "Tentu saja." "Dari mana kau bisa menebaknya?" Tanya Jey dengan antusias. "Karena si kakek adalah ayahnya si anak, dan si anak adalah ayahnya si cucu. Jadi mereka punya dua ayah dan dua putra." Diam-diam Alan menganggukkan kepala. Sedari tadi lelaki itu mendengarkan percakapan mereka. Meski mereka semua terlihat santai, ketika mereka serius ia justru menemukan sesuatu yang berbeda dari mereka. Ia salut dengan kerjasama dan pemikiran mereka semua. "Ini baru permulaan, jangan senang dulu." Peringat Kim Yoon Jun pun mengangguk. "Iya benar, kita tetap harus waspada. Kita tidak tahu apa yang diinginkan oleh mereka." Saat mereka sedang asyik berbicara, tiba-tiba muncul sebuah pintu virtual di depan mereka. "Selamat! Kalian telah berhasil lolos untuk tes uji coba. Silahkan masuk ke dalam pintu ini untuk menuju stage berikutnya. Pintu akan ditutup dalam waktu lima menit."
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN