Chapter 9

1114 Kata
Alan dan yang lainnya kini berada di depan kafe komik. Dari kejauhan, kafe tersebut tampak ramai oleh pengunjung dan juga wisatawan. Justin tersenyum sambil geleng-geleng kepala. "Alena benar-benar memasukkan kafe ini ke dalam game." "Memang siapa yang merekomendasikan tempat ini?" Tanya Jey penasaran. "Kata Alena, itu adalah salah satu tempat impian seseorang. Aku juga tidak tahu siapa." Mendengar hal itu, Alan mulai berpikir. Ia memang pernah bercerita tentang kafe komik pada Alena saat mereka belum bertengkar seperti sekarang. Tapi ia juga tak menyangka kalau kakaknya akan ingat dengan perkataannya tersebut. Kak Alena bahkan memasukkan kafe ini ke dalam game buatannya. Saat mereka berjalan menuju kafe tersebut, tiba-tiba mereka melihat Alena keluar dari kafe itu dan melambaikan tangannya pada mereka. "Hei kalian! Ayo kemari!" Ucap Alena dengan senyum sumringah. Lagi-lagi Alan merasakan sesak di dalam hatinya. Ia benar-benar merindukan kakaknya sekarang. Namun sayang, yang ia temui sekarang hanyalah Alena virtual di dalam game tersebut. Mereka akhirnya masuk ke dalam kafe tersebut. Alena mempersilahkan mereka untuk duduk di ruangan khusus yang telah ia sediakan. "Pertama-tama, selamat untuk kalian karena sudah berhasil melewati misi uji coba dariku. Sekarang, aku akan memberikan kalian kasus yang sebenarnya. Jika kalian bisa menyelesaikan kasus ini, maka kalian bisa mendapatkan satu petunjuk penting dariku." Mereka terdiam mendengarkan penjelasan Alena. "Kasus pertama yang akan kalian selesaikan adalah kasus tentang pencurian kaset di sebuah toko kaset. Toko tersebut buka dari jam sepuluh pagi sampai dengan jam tiga sore. Penjaga tokonya hanya ada satu orang, dan dia juga yang menjadi saksi dalam kasus ini. Untuk sementara, ada 4 orang yang menjadi tersangka. Dan ini, buku catatan untuk kalian semua." Ucap Alena sambil membagikan buku catatan pada mereka, kecuali Alan. Lelaki itu sudah lebih dulu menerima buku catatannya. Setelah selesai menjelaskan kasus tersebut, sebuah pintu virtual pun muncul di dekat mereka. Alena tiba-tiba berdiri dari duduknya. "Ayo, kita pergi menuju toko itu sekarang." Mereka pun pergi mengikuti Alena. Dalam sekejap, mereka pun sampai di depan toko kaset yang tidak terlalu besar. Suasana di sekeliling juga terlihat kembali ke era tahun 1990-an. Tak terlalu banyak orang berlalu lalang di sekitaran toko. "Apa kita kembali ke tahun 1990?" Tanya Jey sambil berbisik pada Jun. "Iya, tapi hanya latarnya saja. Alena bilang biar suasananya lebih hidup." Jey terkekeh. "Tapi kenapa tokonya sepi?" Jun hanya mengangkat bahunya acuh. "Aku juga tidak tahu. "Ayo silahkan masuk." Alena mempersilahkan mereka masuk dan mereka pun mengikuti. "Silahkan tulis jawaban kalian di buku catatan yang sudah kuberikan sebelumnya." Setelah mengatakan hal itu, Alena pun menghilang. "Hei, kenapa dia menghilang?" Tanya Alan yang terkejut karena Alena tiba-tiba menghilang. Kim Yoon menyentuh pundak Alan sambil tersenyum miring. "Tentu saja dia akan menghilang. Memangnya kau ingin dia membantu kita menjawab kasus itu?" Alan melirik kesal, namun tiba-tiba seorang penjaga toko datang menghampiri mereka. "Mohon maaf semuanya, toko kami sedang ditutup." "Begini Nona, kami kemari bukan untuk membeli. Kami dengar, di toko ini telah terjadi pencurian. Apakah itu benar?" Tanya Jun pada penjaga toko itu. "Oh, iya benar Tuan. Apa kalian adalah detektif yang diperintahkan oleh Nona Alena?" "Iya, kau benar. Kami kemari ingin membantunya menyelesaikan kasus pencurian ini." "Akhirnya kalian datang juga. Hari ini kami memang sudah membuat janji dengan Nona Alena dan sengaja menutup toko ini. Sebentar lagi empat tersangkanya akan datang." Jun dan yang lain mengangguk paham. "Selagi menunggu mereka datang, kami akan mengecek ruangan. Dan boleh kami wawancarai Nona sebagai saksi?" Tanya Jun kembali. "Silahkan. Aku akan menerima dua orang saja untuk mewawancaraiku." Jun kemudian berbalik pada yang lain. Ia tak ingin mengambil keputusan sendiri. "Kita harus membagi kelompok lagi. Dua orang untuk bertanya pada penjaga toko, dan selebihnya mengecek toko ini. Siapa yang akan mengecek toko?" Justin mengangkat tangannya. "Aku cukup teliti, aku akan mengecek toko saja." Jun mengangguk setuju. "Lalu yang lainnya?" Jey kini mengangkat tangannya. "Aku tidak terlalu teliti, tolong pasangkan aku dengan yang teliti untuk bertanya pada penjaga toko." Kim Joon terlihat berpikir. "Sebaiknya tempatkan Alan dan Jey untuk bertanya pada penjaga toko. Sisanya bisa menyebar untuk memeriksa toko." "Kau setuju Alan?" Mungkin usulan Kim Joon ada benarnya. Alan pun mengangguk. "Baiklah, kita bisa langsung berpencar." Masing-masing kemudian menjalankan tugasnya. Alan dan Jey segera pergi ke sebuah ruangan untuk mewawancarai penjaga toko. "Silahkan duduk." "Terima kasih. Kami Alan dan Jey yang akan mewawancarai Nona." "Baiklah, apa yang ingin kalian tanyakan?" "Bisa tolong Nona jelaskan identitas masing-masing tersangka?" Tanya Jey yang kini bersiap dengan buku catatannya. "Mereka terdiri dari dua pembeli lama dan dua pembeli yang baru." Alan ikut mencatat dalam diam. "Yang pertama adalah seorang wanita. Dia sering ke sini setiap akhir bulan. Yang kedua juga seorang wanita, dia sering datang kemari setiap minggu untuk mendengarkan musik terbaru. Yang ketiga dan ke empat, aku baru melihatnya sekali ke toko ini. Yang satu adalah remaja laki-laki dan yang satunya lagi adalah pria paruh baya." "Kau tidak tahu identitas lengkap mereka?" Penjaga toko itu menggeleng. "Aku hanya tahu ciri fisik mereka dan frekuensi kedatangan mereka saja." Alan mengangguk, kini giliran dirinya yang bertanya. "Apakah ada tindakan yang mencurigakan dari mereka?" Penjaga toko itu terlihat mengigit bibir bawahnya sambil mengerutkan dahinya. "Aku cukup curiga pada pria paruh baya yang baru datang ke toko ini. Aku melihatnya membawa tas yang cukup besar. Dia datang sebentar, lalu tak lama ia keluar dari toko ini dengan terburu-buru." Jey dan Alan mengangguk. "Apa tidak ada kamera CCTV di sini?" Tanya Jey kembali. Penjaga toko itu terlihat mengerutkan dahinya. "Kamera apa?" "Itu, kamera kecil yang ditaruh di sudut-sudut ruangan. Biasanya berfungsi untuk mengawasi tempat dari jarak jauh." Penjaga toko itu pun akhirnya sedikit paham dengan maksud Jey. "Ah, kamera itu. Di sini kami belum menyediakannya." Alan pun mendekat pada Jey. "Mungkin karena tempat ini di setting pada tahun 90-an, jadi CCTV belum populer seperti sekarang." Bisik Alan pada Jey. Jey pun terkekeh. "Iya, benar juga katamu. Lagipula kalau ada CCTV, mereka mungkin tidak akan memanggil kita ke sini." Alan memutar bola matanya. Ia kemudian berfokus lagi dan bertanya kembali pada penjaga toko. "Selain pria paruh baya itu, apakah ada tersangka lain yang Nona curigai lagi?" "Bisa dibilang aku mencurigai yang satunya lagi. Maksudku, si remaja laki-laki yang baru datang ke sini. Dia berkeliling cukup lama, sesekali memegang kaset yang ada. Sepertinya dia mau membeli, tapi tidak memiliki uang. Ia hanya datang kemari untuk melihat-lihat saja." Alan memegang dagunya setelah selesai mencatat. Ia sendiri belum bisa mengambil kesimpulan dari kasus tersebut. Ia belum mendengar alibi dari masing-masing tersangka. Karena belum datang, terpaksa ia harus menunggu tersangka datang ke toko tersebut. "Kak Jey, lebih baik kita ikut berkeliling sambil menunggu tersangka datang. Aku sudah selesai bertanya. Apa kau masih ingin bertanya?" "Tidak, aku juga sudah selesai. Lebih baik kita ke depan sekarang." Mereka pun akhirnya keluar ruangan menemui yang lain.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN